Loading...
Logo TinLit
Read Story - Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu
MENU
About Us  

Di suatu titik dalam hidup, aku sempat kepikiran: gimana caranya supaya semua orang suka sama aku?

Spoiler: capek banget, Bos.

Awalnya kupikir jadi orang yang disukai semua itu menyenangkan. Kayak tokoh utama di film yang semua orang tepuk tangan tiap dia lewat. Tapi kenyataannya, jadi orang yang nyari disukai semua orang itu kayak main sirkus sambil juggling bola, nyanyi, dan senyum—padahal hati pengin rebahan sambil nangis di balik pintu kamar.

Aku pernah nyobain banyak versi diri sendiri, kayak lagi nyobain filter Instagram:
– Jadi yang pendiem biar dibilang kalem.
– Jadi yang lucu biar dibilang asik.
– Jadi yang ngerti semua topik biar nggak dicuekin.
– Jadi yang sabar banget biar nggak dibilang drama.

Tapi makin lama aku sadari, makin sering aku pura-pura jadi "versi orang lain", makin sering aku ilang arah. Aku jadi nggak kenal diri sendiri. Dan yang lebih menyakitkan, setelah semua itu, ada aja yang tetep nggak suka.

Yah, ternyata aku bukan cilok. Nggak semua orang bakal doyan.

Ada masanya aku terlalu sibuk nyenengin semua orang sampai lupa nanya: “Aku sendiri suka nggak, sama diriku yang sekarang?”

Jangan-jangan aku terlalu sibuk ngedit diri buat jadi cocok di ‘feed hidup’ orang lain, sampai lupa hidupku bukan buat dilike, tapi dijalani.

Dulu, aku suka banget dengerin semua saran. Bahkan saran dari orang yang baru kenal lima menit di grup diskusi. Dia bilang, “Kamu tuh kayaknya terlalu diem.” Jadi aku mulai banyak ngomong.

Lalu orang lain bilang, “Kamu kok banyak omong sih?”
Terus aku diem lagi.

Sampai akhirnya aku sadar: ini bukan soal aku berubah jadi lebih baik, tapi soal aku menyesuaikan diri supaya nggak dikomentarin. Dan itu... melelahkan.

Suatu malam, aku ngobrol sama diri sendiri (iya, kadang emang cuma diri sendiri yang mau diajak ngobrol). Aku duduk di depan cermin, ngelihat bayangan yang rasanya asing tapi juga familiar.

“Gimana sih rasanya jadi kamu?” tanyaku ke pantulan kaca.

Pantulan itu nggak jawab, tentu saja. Tapi air mataku yang jatuh lebih dulu menjawab semuanya: capek, ternyata.

Capek jadi versi ideal. Capek selalu mikir sebelum ngomong, takut menyinggung. Capek menahan diri, takut nggak disukai. Capek mengukur setiap langkah, takut dibilang salah arah.

Padahal, hidup kan bukan audisi. Nggak semua momen harus sempurna. Nggak semua gerakan harus dinilai juri. Dan aku juga bukan aktor, kenapa harus acting tiap hari?

Aku pernah gagal. Banyak. Pernah bikin keputusan yang bikin malu. Pernah bikin orang kecewa. Pernah salah ucap, salah paham, salah langkah. Tapi tahu nggak apa yang lebih penting? Aku terus belajar.

Aku belajar bahwa semua orang nggak perlu suka aku.
Aku belajar bahwa pendapat orang tentangku, nggak selalu akurat.
Aku belajar bahwa kadang, yang paling harus aku perjuangkan bukanlah penerimaan dari orang luar, tapi izin dari diri sendiri untuk jadi diri sendiri.

Aku ingat waktu SMA, aku pernah jadi ‘tembok’. Bukan, bukan pemain bola. Tapi tembok buat semua orang curhat. Aku dengerin, aku peluk, aku hibur. Tapi nggak ada yang nanya balik, “Kamu sendiri gimana?”

Karena ya, image-ku waktu itu kuat banget: kuat, sabar, ceria, bisa diandalkan. Sampai akhirnya aku sendiri percaya kalau aku harus selalu begitu.

Lama-lama aku mikir: ini aku yang asli, atau peran yang aku mainkan biar nggak ditinggalin?

Dan ternyata, jawabannya menyakitkan. Tapi melegakan. Aku berhak untuk berhenti jadi tokoh favorit semua orang, demi bisa jadi tokoh utama di hidupku sendiri.

Sekarang, aku nggak sefleksibel dulu dalam menyesuaikan diri. Tapi aku juga nggak sekeras itu ngejagain image.

Kalau aku suka kopi pahit, ya aku pesan kopi pahit. Nggak perlu ikut-ikutan pesen kopi gula aren biar keren.
Kalau aku pengin istirahat dari media sosial, ya aku off. Nggak perlu posting story tiap jam biar dianggap hidupnya seru.
Kalau aku lagi sedih, ya aku sedih. Nggak usah pura-pura ketawa buat nyenengin feed orang.

Karena ternyata, yang bikin aku bahagia bukan jumlah orang yang menyukai aku, tapi seberapa damai aku bisa menjalani hariku dengan jujur.

Mungkin kamu juga pernah ngerasa kayak aku. Ngerasa semua orang punya ekspektasi terhadapmu. Dan kamu sibuk berusaha memenuhi semuanya, sambil lupa nanya: "Aku sebenarnya maunya apa?"

Kalau iya, aku cuma mau bilang: kamu boleh kok, pelan-pelan balik ke arahmu sendiri.

Nggak usah buru-buru. Nggak usah sempurna. Yang penting, kamu tahu ke mana mau melangkah. Dan kalau belum tahu? Nggak apa-apa juga. Yang penting kamu lagi nyari, bukan ikut arus doang.

Aku tahu rasanya pengin banget diterima. Aku tahu rasanya sedih kalau ada yang nggak suka. Tapi aku juga tahu, bahwa hidup ini terlalu singkat buat terus-terusan menyesuaikan diri ke ekspektasi yang berubah-ubah.

Hari ini orang suka kamu karena kamu rajin.
Besok mereka kecewa karena kamu istirahat.
Besoknya lagi, mereka bilang kamu terlalu cuek.
Besoknya lagi, mereka lupa kamu pernah bantuin mereka.

Kamu capek bukan karena kamu kurang baik. Tapi karena kamu berusaha terlalu keras buat disukai semua orang.

Padahal, kamu berhak disukai... sama dirimu sendiri dulu.

Sekarang, aku mulai belajar milih.
Aku milih fokus ke orang-orang yang tulus.
Yang nggak peduli kamu udah mandi atau belum, yang tetap ngajak nongkrong walau kamu belum update hidup.
Yang bisa ngerti kalau kamu butuh waktu, tapi nggak bikin kamu ngerasa bersalah karena “kok kamu berubah?”

Dan yang paling penting, aku belajar memilih untuk percaya diri meski sendirian. Karena yang bikin aku nggak hilang arah itu bukan banyaknya orang yang suka, tapi seberapa dalam aku kenal diri sendiri.

Aku nggak sempurna. Kadang aku masih overthinking. Kadang aku masih kepikiran kenapa si A ngejauh, kenapa si B cuek, kenapa si C nggak bales chat. Tapi sekarang aku bisa ngomong ke diri sendiri:

“Tenang, yang penting kamu masih kamu. Nggak hilang jadi orang lain.”

Dan setiap kali aku merasa kehilangan arah, aku tinggal duduk sebentar, tarik napas, dan nanya:
“Apa yang bikin aku bahagia hari ini?”
Kalau jawabannya adalah ketawa sendiri karena video kucing jatuh—yaudah, nikmatin itu dulu.

Akhirnya, aku sampai di titik ini:
Aku nggak butuh semua orang suka.
Aku cuma butuh cukup ruang buat jadi diri sendiri, tanpa rasa takut.

Aku cuma butuh beberapa orang yang ngerti, bukan semua orang yang ngomentari.
Aku cuma butuh pegangan kecil: mimpi, harapan, dan keyakinan bahwa walau jalanku pelan, aku masih di jalur yang aku pilih sendiri.

Kalau kamu juga lagi di titik bingung, capek, ngerasa kayak "kok hidupku gini-gini aja ya", peluk dulu diri kamu. Kamu nggak sendirian.

Kamu nggak harus keren hari ini. Kamu nggak harus disukai semua orang.
Kamu cukup... jadi kamu.

Dan percayalah, itu udah lebih dari cukup.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Imperfect Rotation
360      312     0     
Inspirational
Entah berapa kali Sheina merasa bahwa pilihannya menggeluti bidang fisika itu salah, dia selalu mencapai titik lelahnya. Padahal kata orang, saat kamu melakukan sesuatu yang kamu sukai, kamu enggak akan pernah merasa lelah akan hal itu. Tapi Sheina tidak, dia bilang 'aku suka fisika' hanya berkali-kali dia sering merasa lelah saat mengerjakan apapun yang berhubungan dengan hal itu. Berkali-ka...
Melting Point
6025      1340     3     
Romance
Archer Aldebaran, contoh pacar ideal di sekolahnya walaupun sebenarnya Archer tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan siapapun. Sikapnya yang ramah membuat hampir seluruh siswi di sekolahnya pernah disapa atau mendapat godaan iseng Archer. Sementara Melody Queenie yang baru memasuki jenjang pendidikan SMA termasuk sebagian kecil yang tidak suka dengan Archer. Hal itu disebabkan oleh hal ...
Memeluk Bul(a)n
23662      4296     29     
Fantasy
Bintangku meredup lalu terjatuh, aku ingin mengejarnya, tapi apa daya? Tubuhku terlanjur menyatu dengan gelapnya langit malam. Aku mencintai bintangku, dan aku juga mencintai makhluk bumi yang lahir bertepatan dengan hari dimana bintangku terjatuh. Karna aku yakin, di dalam tubuhnya terdapat jiwa sang bintang yang setia menemaniku selama ribuan tahun-sampai akhirnya ia meredup dan terjatuh.
Loveless
14609      6261     615     
Inspirational
Menjadi anak pertama bukanlah pilihan. Namun, menjadi tulang punggung keluarga merupakan sebuah keharusan. Itulah yang terjadi pada Reinanda Wisnu Dhananjaya. Dia harus bertanggung jawab atas ibu dan adiknya setelah sang ayah tiada. Wisnu tidak hanya dituntut untuk menjadi laki-laki dewasa, tetapi anak yang selalu mengalah, dan kakak yang wajib mengikuti semua keinginan adiknya. Pada awalnya, ...
Voice Note Sebuah Jawaban
366      234     3     
Humor
Bangunan berjejer rapih dan seragam, menjadi tempat penuh tawa dan duka. Bangunan bertingkat dua yang terdiri dari beberapa ruang kelas membuatnya nampak indah ketika mengelilingi taman, serta membelakangi sebuah lapang upacara. ukiran unik dibuat di setiap dinding untuk terus memperindahnyameski akan menghapus jejak namun kenangannya tak akan terhapus. Kembali lagi ke sekolah tempat yang paling ...
Telat Peka
1391      650     3     
Humor
"Mungkin butuh gue pergi dulu, baru lo bisa PEKA!" . . . * * * . Bukan salahnya mencintai seseorang yang terlambat menerima kode dan berakhir dengan pukulan bertubi pada tulang kering orang tersebut. . Ada cara menyayangi yang sederhana . Namun, ada juga cara menyakiti yang amat lebih sederhana . Bagi Kara, Azkar adalah Buminya. Seseorang yang ingin dia jaga dan berikan keha...
Jual Jimat Anti Corona
370      243     1     
Short Story
Desaku mendadak ramai akhir-akhir ini. Rumah kakek tua yang disebut-sebut sebagai dukun sakti, kini dipadati pasien karena spanduk "Jual Jimat Anti Corona" terpajang di depan rumahnya. Ya Gusti, musibah macam apa lagi ini?
Lantas?
69      67     0     
Romance
"Lah sejak kapan lo hilang ingatan?" "Kemarin." "Kok lo inget cara bernapas, berak, kencing, makan, minum, bicara?! Tipu kan lo?! Hayo ngaku." "Gue amnesia bukan mati, Kunyuk!" Karandoman mereka, Amanda dan Rendi berakhir seiring ingatan Rendi yang memudar tentang cewek itu dikarenakan sebuah kecelakaan. Amanda tetap bersikeras mendapatkan ingatan Rendi meski harus mengorbankan nyawan...
Paint of Pain
2868      1696     38     
Inspirational
Vincia ingin fokus menyelesaikan lukisan untuk tugas akhir. Namun, seorang lelaki misterius muncul dan membuat dunianya terjungkir. Ikuti perjalanan Vincia menemukan dirinya sendiri dalam rahasia yang terpendam dalam takdir.
Yu & Way
283      227     5     
Science Fiction
Pemuda itu bernama Alvin. Pendiam, terpinggirkan, dan terbebani oleh kemiskinan yang membentuk masa mudanya. Ia tak pernah menyangka bahwa selembar brosur misterius di malam hari akan menuntunnya pada sebuah tempat yang tak terpetakan—tempat sunyi yang menawarkan kerahasiaan, pengakuan, dan mungkin jawaban. Di antara warna-warna glitch dan suara-suara tanpa wajah, Alvin harus memilih: tet...