Loading...
Logo TinLit
Read Story - May I be Happy?
MENU
About Us  

Keesokan harinya Maya pun berangkat ke sekolah, tidak lupa dia membawa jaket yang dipinjamkan oleh Bram. Dia baru membawanya karena baru saja kering dan dia setrika, akhir-akhir jarang ada sinar matahari jadi dia mengembalikannya sedikit terlambat. 

"Bram?" panggil Maya mendekat ke bangku Bram. 

"Iya, ada apa May?" Bram mendongakkan kepalanya ke arah Maya. Dia memperhatikan Maya ketika sebenarnya dia sibuk mengobrol dengan teman-temannya. 

"Emm.. ini jaket lo, baru gue kembaliin. Sorry ya? Soalnya nggak ada panas akhir-akhir ini," Maya mengulurkan paperbag yang berisikan jaket milik Bram. 

"Ya ampun pake dikasih paperbag segala, iya May nggak apa santai aja. Makasih ya udah dicuciin," ujar Bram menerima paperbag tersebut. 

"Gue yang makasih Bram, udah lo pinjemin. Makasih banyak! Kalo lo senggang gue traktir ya?" Maya tidak berniat untuk menuju kesana. Dia hanya ingin membalaskan budi. 

"Sekarang gue senggang kok, abis pulang sekolah. Gimana?" Bram mulai menunjukkan mukanya yang sok ganteng itu. 

"Yaudah iya okei, gue bisa kok. Lo gonceng?" tanya Maya memastikan. 

"Iya santai aja. Sama gue," Bram mengangguk. 

"Oke nanti pulang bareng," Maya mengacungkan kedua ibu jarinya. Setelah selesai berbicara dengan Bram, dia langsung kembali ke tempat duduknya. 

"Mayyy!" panggil Novi. Dia mendekat ke samping Maya. 

"Hmm?" respon Maya dengan singkat. 

"Lo kemarin kenapa telfon ?" tanya Novi. Dia penasaran, karena setelah dia balas Maya tidak membaca pesannya. Membingungkan. 

"Nggak apa, nggak jadi. Lo lama nggak angkat telfon gue!" jawab Maya sedikit kesal. 

"Ya sorry kemarin gue lagi keluar sama mama, shopping. Yaudah omongin sekarang deh," Novi berusaha merayu Maya agar tidak kesal lagi. 

"Aslinya mau ngajak lo keluar, tapi nggak jadi. Next time aja, soalnya sekarang gue udah ada janji. Gitu aja sebenernya sih," Maya tersenyum. 

"Janji sama siapa?" Novi mengetes jawaban Maya. Apakah Maya akan keluar berdua bersama Bram? 

"Gue pulang sekolah mau keluar sama Bram. Sama lo next time aja," jawab Maya terus terang. 

"Berdua doang?" Novi terkejut. Dia tidak menyangka kalau Maya akan berbuat sejauh ini. 

"Iya ini gue mau nepatin janji. Bukan kencan atau apa," Maya memberikan klarifikasi. 

"Kalo kencan juga nggak apa kok," Novi terkekeh. Dia senang menggoda Maya. 

"Nggak Novi, masyaallah. Serius," Maya merengek. Dia kesal Novi selalu menganggap dia berpacaran dengan Bram. 

"Yaudah iya," Novi masih tertawa terbahak-bahak. 

****** 

Sesuai dengan apa yang dia janjikan, pulang sekolah Maya pulang bersama dengan Bram. Ketika akan ke parkiran seperti biasa Maya selalu dilirik oleh perempuan-perempuan, mereka masih saja terlihat iri dengan Maya. Apakah Bram memang se wah itu? 

"Gue males dilihatin cewek-cewek mulu. Banyak banget fans lo," bisik Maya kepada Bram. 

"Ya gimana ya, emang udah ganteng dari sononya. Sorry ya May," Bram merapikan rambutnya dengan sisir kecil yang selalu dia bawa. 

"Centil amat lo," Maya terkekeh. Meskipun dia tidak memiliki perasaan terhadap Bram, tetapi dia suka dengan sikap yang dimiliki oleh Bram. Bram sangat asik untuk diajak bicara dan bertukar pikiran. 

"Yaiya dong," Bram tersenyum tipis. 

Mereka sampai diparkiran, dan anehnya kali ini Bram membawa helm satu lagi. Padahal biasanya dia selalu berangkat dan pulang sendiri, tidak pernah membonceng siapa pun. 

"Lo kok bawa helm dua?" tanya Maya daripada rasa penasarannya tidak terjawab. 

"Emmm.. ini tadi ada tetangga gue nitipin. Lo pake aja ya? Takutnya ada polisi," jawab Bram. Tidak tahu jawaban itu benar atau tidak, yang penting tujuannya benar agar tidak ditilang oleh polisi. Apalagi belum membuat SIM. 

"Punya lo apa tetangga?" Maya bertanya sekali lagi sambil menahan tawanya. 

"Wkwk.. lo mah gitu. Iya deh punya gue, gue bawa dua. Pake ya?" Bram pun akhirnya mengaku sambil mengulurkan helm yang sudah dia siapkan. 

"Yaudah iya gue pake," Maya menerima helm tersebut lalu memakainya sendiri. 

"Mau kemana kita?" tanya Bram ketika Maya sudah menaiki sepeda motornya. Tetapi ketika Bram bertanya, dia salah fokus Maya hanya memegang tasnya saja untuk berpegangan. Terasa canggung. 

"Pengen bakmie, lo suka apa enggak?" Maya meminta pendapat Bram. Karena dia ingin mentraktir Bram, tentu saja harus tahu apakah Bram suka atau tidak. 

"Gue suka kok, ke bakmie mana?" jawab Bram. 

"Ke bakmie mudjur aja. Kayaknya enak," Maya memberi tahu tempat yang dia lihat di Tiktok kemarin di malam hari. 

"Ohh itu! Iya gue pernah kesana, lumayan deket sama rumah lo. Enak banget," ujar Bram dengan antusias. 

"Yeyy! Yaudah ayo kesana," celetuk Maya. 

"Btw pegangan ke baju gue nggak apa kok May. Nanti kalo pegangan tas doang takutnya lo jatuh," tiba-tiba Bram mengingatkan. 

"Emmm.. nggak mau. Pegang tas doang nggak papa kok, aman. Tenang aja," jawab Maya dengan malu-malu. 

"Hmmm.. yaudah iya," Bram tidak mau memaksa. Daripada membuat Maya tidak nyaman dengan dirinya. 

Mereka sudah melakukan perjalanan menuju Bakmie Mudjur, dan mereka pun ingin makan di tempat. 

Ketika Maya ingin membayar, ternyata Bram menolaknya. Dia maju ke kasir dan membayar pesanan mereka yang lumayan banyak itu. 

"Bram," panggil Maya ketika mereka sudah berada di lantai dua untuk duduk menunggu pesanan mereka berdua. 

"Iya kenapa May?" 

"Kenapa lo yang bayarin? Kan gue yang pengen traktir lo," protes Maya. Dia tidak terima. 

"Nggak apa, udah gue aja yang traktir. Kan gue cowok," jawab Bram. 

"Tapi kan gue janji tadi," ujar Maya memasang mimik muka cemberut. 

Menurut Bram itu sangat amat menggemaskan, tetapi kasihan juga. Bram tidak mau Maya merasa bersalah terhadap dirinya. 

"Yaudah habisini beliin gue es krim aja, gimana?" Bram berusaha merayu Maya agar tidak ngambek. 

"Beneran ya?" Maya memastikan. Dia tidak mau dibohongi lagi. 

"Iya beneran kok Maya," jawab Bram. 

"Yaudah iya nanti beli es krim, fix! Nggak boleh nolak," ujar Maya menjelaskan. 

"Oke iyaa!" Bram tersenyum simpul. 

Menunggu beberapa menit akhirnya pesanan mereka sudah sampai, mereka pun melahap makanan mereka. Namun tiba-tiba perasaan Maya tidak enak, jadi dia mengecek handphonenya. Dia benar-benar lupa mengabari orang tuanya kalau dia sekarang sedang keluar bersama Bram. 

"BRAMMM.." ujar Maya panik. 

"Iya kenapa?" Bram kebingungan. 

"Ternyata gue lupa kabarin orang tua gue. Ini numpuk banget notif WhatsApp dari mama! Takut!" gumam Maya panik melihat layar handphonenya. 

"Lo mah! Kirain udah ngabarin tadi soalnya tiba-tiba ngajak. Yaudah bales gih! Apa perlu telfon terus gue yang ngomong?" Bram menawarkan diri. Dia ingin menjadi laki-laki yang bertanggung jawab. 

"Emangnya nggak apa?" Maya memastikan. 

"Iya nggak apa kok," Bram mengangguk. 

"Yaudah bentar gue telfon," ujar Maya lalu segera menelfon mamanya. 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Can You Be My D?
199      176     1     
Fan Fiction
Dania mempunyai misi untuk menemukan pacar sebelum umur 25. Di tengah-tengah kefrustasiannya dengan orang-orang kantor yang toxic, Dania bertemu dengan Darel. Sejak saat itu, kehidupan Dania berubah. Apakah Darel adalah sosok idaman yang Dania cari selama ini? Ataukah Darel hanyalah pelajaran bagi Dania?
RUANGKASA
56      51     0     
Romance
Hujan mengantarkan ku padanya, seseorang dengan rambut cepak, mata cekung yang disamarkan oleh bingkai kacamata hitam, hidung mancung dengan rona kemerahan, dingin membuatnya berkali-kali memencet hidung menimbulkan rona kemerahan yang manis. Tahi lalat di atas bibir, dengan senyum tipis yang menambah karismanya semakin tajam. "Bisa tidak jadi anak jangan bandel, kalo hujan neduh bukan- ma...
When Flowers Learn to Smile Again
2083      1346     10     
Romance
Di dunia yang menurutnya kejam ini, Jihan hanya punya dirinya sendiri. Dia terjebak pada kelamnya malam, kelamnya hidup, dan kelamnya dunia. Jihan sempat berpikir, jika dunia beserta isinya telah memunggunginya sebab tidak ada satu pun yang peduli padanya. Karena pemikirannya itu, Jihan sampai mengabaikan eksistensi seorang pemuda bernama Natha yang selalu siap menyembuhkan luka terdalamnya. B...
Metafora Dunia Djemima
220      182     2     
Inspirational
Kata orang, menjadi Djemima adalah sebuah anugerah karena terlahir dari keluarga cemara yang terpandang, berkecukupan, berpendidikan, dan penuh kasih sayang. Namun, bagaimana jadinya jika cerita orang lain tersebut hanyalah sebuah sampul kehidupan yang sudah habis dimakan usia?
Menanti Kepulangan
95      88     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Lantunan Ayat Cinta Azra
1553      905     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang hafidzah yang dilema dalam menentukan pilihan hatinya. Lamaran dari dua insan terbaik dari Allah membuatnya begitu bingung. Antara Azmi Seorang hafidz yang sukses dalam berbisnis dan Zakky sepupunya yang juga merupakan seorang hafidz pemilik pesantren yang terkenal. Siapakah diantara mereka yang akan Azra pilih? Azmi atau Zakky? Mungkinkah Azra menerima Zakky sepupunya s...
Perjalanan yang Takkan Usai
864      647     1     
Romance
Untuk pertama kalinya Laila pergi mengikuti study tour. Di momen-momen yang menyenangkan itu, Laila sempat bertemu dengan teman masa kecil sekaligus orang yang ia sukai. Perasaan campur aduk tentulah ia rasakan saat menyemai cinta di tengah study tour. Apalagi ini adalah pengalaman pertama ia jatuh cinta pada seseorang. Akankah Laila dapat menyemai cinta dengan baik sembari mencari jati diri ...
Winter Elegy
1139      756     4     
Romance
Kayra Vidjaya kesuma merasa hidupnya biasa-biasa saja. Dia tidak punya ambisi dalam hal apapun dan hanya menjalani hidupnya selayaknya orang-orang. Di tengah kesibukannya bekerja, dia mendadak ingin pergi ke suatu tempat agar menemukan gairah hidup kembali. Dia memutuskan untuk merealisasikan mimpi masa kecilnya untuk bermain salju dan dia memilih Jepang karena tiket pesawatnya lebih terjangkau. ...
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
706      483     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...
Taruhan
99      94     0     
Humor
Sasha tahu dia malas. Tapi siapa sangka, sebuah taruhan konyol membuatnya ingin menembus PTN impian—sesuatu yang bahkan tak pernah masuk daftar mimpinya. Riko terbiasa hidup dalam kekacauan. Label “bad boy madesu” melekat padanya. Tapi saat cewek malas penuh tekad itu menantangnya, Riko justru tergoda untuk berubah—bukan demi siapa-siapa, tapi demi membuktikan bahwa hidupnya belum tama...