Loading...
Logo TinLit
Read Story - Halo Benalu
MENU
About Us  

Ethan membuka pintu balkon lantai dua rumah Genta menggunakan sikunya. Angin dingin menjelang petang datang menyambutnya. Meskipun ia tidak yakin, tetapi Ethan tetap melangkah masuk, dan menutup pintunya dengan kaki ringan.

 “Makan, Ta.”

 Genta yang terkejut karena suara Erlie berubah menjadi berat, sontak memutar kepala. Ia hampir melompat dari sofa dan berteriak ketika yang justru datang adalah Ethan. Beruntung ia masih belum memiliki tenaga banyak untuk melakukan tindakan heboh seperti itu. Genta masih menahan diri, sampai Ethan menurunkan nampan di atas meja.

 “Than?” Genta berusaha memastikan.

 “Makan, woy. Gila lo sampai sekurus itu?” heran Ethan, kemudian duduk di sofa seberang meja Genta, memunggungi hamparan senja di langit yang mencetak sedikit siluet di tubuhnya.

 “Ngapain di sini?”

 “Nyuapin lo.”

 “Nggak sudi!” sewot Genta.

 “Lo ngapain sih sampai sekurus itu, hah?! Makan woy! Gue suapin, nih…” Ethan mengambil mangkuk di atas nampan, sambil menyodorkan satu sendoknya pada Genta yang menggeleng-gelengkan kepala.

 “Makan!”

 “Gue bisa makan sendiri, sialan, Than!”

 “Gila lo mau mati, hah?!” Ethan sampai berdiri dari duduknya untuk memaksa Genta membuka mulut.

 “Iya, iya berisik! Gue makan ini, gue makan. Astaga…” Genta merebut mangkuk di tangan Ethan, yang membuat pria itu tertawa melihat wajah Genta yang kesal.

 “Gue ngerokok, ya…” Ethan duduk kembali, sambil mengeluarkan sebungkus rokok Marlboro dari dalam saku jaketnya.

 “Hm,” jawab Genta dengan masih menahan kesal dan terpaksa menyuapi mulutnya sendiri dengan bubur yang terasa sangat hambar di mulutnya.

 Selang beberapa detik, asap mulai mengepul di balkon dari mulut Ethan. Pria itu merebahkan tubuhnya santai pada sandaran sofa, sambil menatap Genta yang masih mengunyah bubur dalam mulutnya, tanpa nafsu sedikitpun. Ethan tahu jika sudah begini, pasti Genta akan lama sekali sembuhnya.

 “Ngapain sih, Than?!”

 “Apa?” tanya Ethan menaikan alisnya bingung.

 “Lihatin mulu, woy. Ngadep sana! Noh, langit!”

 “Gue disuruh mastiin lo habisin tuh bubur.” Ethan menghisap lagi batang rokoknya, sambil menyipitkan mata karena asap yang menganggu pandangan.

 “Nggak enak.” Genta meletakan mangkuknya lagi di atas meja, lantas meminum susu pelan.

 “Habisin, Ta. Kasihan bunda lo udah bikinin,” ujar Ethan lebih lirih.

 “Lo aja.”

 “Gue nggak penyakitan kayak lo, bego.”

 Genta berdecak kesal. Mengapa disaat ia sangat ingin menghindari bertemu dengan pria itu, justru di balkon ini, ia malah terjebak bersama Ethan. Genta merebahkan kepalanya pada sandaran sofa, sambil memijat pelipisnya pelan dengan mata terpejam.

 “Ta, kenapa lo bisa sakit?”

 “Karena gue penyakitan. Nggak kayak lo yang sehat sentosa.” Genta menjawab asal dengan masih bertahan pada posisinya.

 “Gue serius. Kenapa lo nggak neduh dulu kalau udah tahu bakalan hujan dan nggak bawa jas hujan. Lo udah ngerti gampang sakit kalau kena air hujan, kenapa diterjang?”

 “Tanggung. Udah basah juga.”

 “Gue boleh lurusin beberapa hal, Ta? Soal omongan lo di rumah sakit waktu itu?”

 Genta sangat pusing untuk berpikir. Tetapi ia tidak memiliki pilihan lain untuk menghindar. Akhirnya ia menghela napas kasar dan menegakan kepala, menghadap Ethan.

 “Apaan?”

 “Gue sama Rhesya nggak ada apapun…” Ethan menjeda ucapanya, lelah. Ia seperti déjà vu mengucapkan kalimat aneh itu berulang kali, “gue…”

 “Dia suka lo kan, Than? Lo cinta pertama dia kan, Than?” Genta begitu lirih mengatakanya dengan mata sedikit memerah karena matahari senja yang jatuh di wajah.

 “Gue nggak bisa ngelak kalau soal itu.”

 “Kenapa nggak lo bales? Dia udah mendem lama banget itu.”

 Ethan sangat bersyukur ketika memiliki masalah dengan Genta. Pria itu tidak keras kepala seperti Hito ketika menghadapi berbagai beban dalam hidupnya. Ethan tersenyum samar, setidaknya Genta masih mau menggunakan pikiran terbukanya untuk menerima dirinya dan duduk seperti ini denganya dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.

 “Karena gue bukan lo, Ta. Lo bisa bahagiain dia, demi apapun lo bisa. Hidup gue bukan soal cinta. Gue banyak dikejar mimpi sama tuntutan. Gue bakalan masuk militer setelah kelulusan nanti, jadi gue harus fokus sama apa yang sekarang gue jalanin selama setahun ke depan.”

 “Rhesya bakalan nunggu lo, gue jamin. Masa depan lo udah cerah banget, Than. Siapa yang nggak mau nunggu lo?”

 “Ta, ini bukan soal nunggu dan nunggu. Ini soal siapa yang bisa bikin dia bahagia. Gue nggak bisa, Ta.”

 “Tapi lo cinta pertamanya. Gue kayak lihat rumah tangga bunda sama ayah. Bunda yang masih mikirin cinta pertamanya, padahal udah punya tiga anak dan satu cucu. Gue gagal lagi, Than. Mana bisa…” Genta terkekeh ringan. Menertawai kebodohanya yang hanya akan mengulang siklus memuakkan kedua orang tuanya.

 “Kali ini beda. Gue bisa lihat cinta Rhesya ke lo juga. Dia mau belajar buat nerima lo, gue bisa lihat itu, Ta. Mau denger kalimat gue, Ta?”

 “Apa?”

 “Cinta pertama itu mustahil, Ta. Cinta pertama nggak akan pernah nyatu. Lo tahu kenapa?”

 “Kenapa?”

 “Cinta pertama itu naif, cinta pertama ada ketika seseorang lihat manusia itu dari tolak ukur mata. Nggak ada kedewasan dan sikap mau menerima. Mustahil buat bersama, Ta. Meskipun susah dilupain karena bodoh dan naifnya.”

 “Tapi itu cuma mitos.”

 “Mitos sebagian dari fakta yang enggan diakuin aja kan, Ta? Lihat sekarang kedua orang tua lo. Mereka masih bisa kembali lagi meskipun habis berantem, karena mereka udah punya perasaan masing-masing yang masih mereka tepis pakai pemikiran kalau, perjodohan itu bikin mereka sengsara. Tapi nggak, Ta. Mereka bisa hadirin lo, Kak Elok, Kak Tsania. Atas dasar apa kalau bukan cinta? Kadang mereka cuma sulit ngakuinya, Ta. Percaya sama gue. Mereka masih terus belajar buat yakinin perasaanya, Ta. Pun sama halnya lo dan Rhesya, yang masih butuh pengakuan lebih.”

 “Lo jadi pakar cinta sekarang?”

 “Gue habis baca buku di perpustakaan sekolah, buat nyeramahin orang yang bulol kayak lo.”

 Genta terkekeh mendengar jawaban aneh Ethan yang tidak sepenuhnya ia pedulikan. Ia masih begitu ragu akan kelanjutan kisahnya sendiri dengan Rhesya. Bagaimana akhir dari semua ini, namun Genta sudah membulatkan tekad semenjak semalam.

 “Tapi percumah, Than. Gue udah bilang bunda buat batalin perjodohan ini, dan bunda udah setuju.”

 “Hah?! Lo gila?!” Ethan menegakan duduknya menatap Genta lekat-lekat.

 “Mungkin…”

 “Maksud lo apaan?!”

 “Nggak papa, Than. Gue nggak benci lo. Nggak ada alasan juga buat gue lakuin itu. Gue ngerti situasinya di sini. Gue belajar mahaminya semalaman sambil sekarat…” Genta meraih mangkuk buburnya di atas meja, kemudian pelan-pelan menyuapi mulutnya lagi menggunakan sendok.

 “Ta, lo gila? Terus gimana sama Rhesya? Lo mau ninggalin dia?!”

 “Gue pulangin dia sama cinta pertamanya.”

 “Astaga, Ta…” potong Ethan lelah, “dia cewek, bukan bola basket yang bisa lo oper sana-sini, lo kembaliin lo pulangin, apaan, gila, Ta!” Ethan mengetuk meja sekali, membuat Genta menatapnya.

 “Gue tahu, Than. Gue sempet takut situasi ini bakalan kejadian dan yang gue takutin ternyata bener juga. Gue cuma bisa lakuin ini buat perbaikin diri gue sendiri.”

 “Salah!” bantah Ethan, “justru ini bakalan bikin lo makin mati rasa. Lo nggak bisa ngehindar lagi kalau sekarang lo lagi jatuh cinta, Genta.”

 “Maaf, Than.”

 “Lo cuma lagi sakit. Lo bisa pikir ulang ini semua kalau lo udah waras. Nggak sakit jiwa dan mental kayak sekarang,” ujar Ethan meminum es kopinya cepat.

 “Tapi keputusan gue udah bulat, Than. Gue udah pikirin ini baik-baik.” Genta menghabiskan bubur itu meskipun dengan perut yang tiba-tiba terasa sakit.

 “Gue harap ini bukan keputusan yang manusia macam Genta pilih.” Ethan menghabiskan sisa rokoknya, bersamaan dengan adzan maghrib yang berkumandang, menutup hari mereka.

 “Tapi…” Genta menahan bicara, lantas ia menutup mulutnya menggunakan telapak tangan yang membuat Ethan cepat berdiri dari duduk dan menghampiri Genta.

 “Lo nggak papa?”

 Tidak menjawab, Genta cepat menepis lengan Ethan di pundakya, kemudian lekas berlari ke dalam rumah. Meninggalkan Ethan yang sudah tahu apa yang akan Genta lakukan. Pria itu pasti akan memuntahkan semua buburnya yang baru saja ia telan. Ethan kini yang menghela napas kasar. Menatap mangkuk kosong bubur milik Genta, dengan segelas susu putih yang masih tersisa. Benarkah sudah selesai?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Time and Tears
457      341     1     
Romance
Rintik, siswi SMA yang terkenal ceria dan berani itu putus dengan pacarnya. Hal berat namun sudah menjadi pilihan terbaik baginya. Ada banyak perpisahan dalam hidup Rintik. Bahkan temannya, Cea harus putus sekolah. Kisah masa remaja di SMA penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Tak disangka pula, pertemuan dengan seorang laki-laki humoris juga menambah bumbu kehidupan masa remajanya. Akankah Ri...
Rumah Tanpa Dede
230      162     1     
Inspirational
Kata teteh, Bapak dan Mama bertengkar karena Dede, padahal Dede cuman bilang: "Kata Bapak, kalau Bi Hesti jadi Mama kedua, biaya pengobatan Dede ditanggung Bi Hesti sampai sembuh, Mah." Esya---penyintas penyakit langka Spina Bifida hanya ingin bisa berjalan tanpa bantuan kruk, tapi ekonomi yang miskin membuat mimpi itu terasa mustahil. Saat harapan berwujud 'Bi Hesti' datang, justru ban...
Surat yang Tak Kunjung Usai
1167      720     2     
Mystery
Maura kehilangan separuh jiwanya saat Maureen saudara kembarnya ditemukan tewas di kamar tidur mereka. Semua orang menyebutnya bunuh diri. Semua orang ingin segera melupakan. Namun, Maura tidak bisa. Saat menemukan sebuah jurnal milik Maureen yang tersembunyi di rak perpustakaan sekolah, hidup Maura berubah. Setiap catatan yang tergores di dalamnya, setiap kalimat yang terpotong, seperti mengu...
CTRL+Z : Menghapus Diri Sendiri
214      184     1     
Inspirational
Di SMA Nirwana Utama, gagal bukan sekadar nilai merah, tapi ancaman untuk dilupakan. Nawasena Adikara atau Sen dikirim ke Room Delete, kelas rahasia bagi siswa "gagal", "bermasalah", atau "tidak cocok dengan sistem" dihari pertamanya karena membuat kekacauan. Di sana, nama mereka dihapus, diganti angka. Mereka diberi waktu untuk membuktikan diri lewat sistem bernama R.E.S.E.T. Akan tetapi, ...
Kembali ke diri kakak yang dulu
1987      1189     10     
Fantasy
Naln adalah seorang anak laki-laki yang hidup dalam penderitaan dan penolakan. Sejak kecil, ia dijauhi oleh ibunya sendiri dan penduduk desa karena sebuah retakan hitam di keningnya tanda misterius yang dianggap pertanda keburukan. Hanya sang adik, Lenard, dan sang paman yang memperlakukannya dengan kasih dan kehangatan. Ini menceritakan tentang dua saudara yang hidup di dunia penuh misteri. ...
Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
2381      1261     0     
Inspirational
Sejak tahun 1998, Bianglala didiagnosa skizofrenia. Saat itu terjadi pada awal ia masuk kuliah. Akibatnya, ia harus minum obat setiap hari yang sering membuatnya mengantuk walaupun tak jarang, ia membuang obat-obatan itu dengan cara-cara yang kreatif. Karena obat-obatan yang tidak diminum, ia sempat beberapa kali masuk RSJ. Di tengah perjuangan Bianglala bergulat dengan skizofrenia, ia berhas...
Fusion Taste
283      234     1     
Inspirational
Serayu harus rela kehilangan ibunya pada saat ulang tahunnya yang ke lima belas. Sejak saat itu, ia mulai tinggal bersama dengan Tante Ana yang berada di Jakarta dan meninggalkan kota kelahirannya, Solo. Setelah kepindahannya, Serayu mulai ditinggalkan keberuntunganya. Dia tidak lagi menjadi juara kelas, tidak memiliki banyak teman, mengalami cinta monyet yang sedih dan gagal masuk ke kampus impi...
Seharusnya Aku Yang Menyerah
202      169     0     
Inspirational
"Aku ingin menyerah. Tapi dunia tak membiarkanku pergi dan keluarga tak pernah benar-benar menginginkanku tinggal." Menjadi anak bungsu katanya menyenangkan dimanja, dicintai, dan selalu dimaafkan. Tapi bagi Mutia, dongeng itu tak pernah berlaku. Sejak kecil, bayang-bayang sang kakak, Asmara, terus menghantuinya: cantik, pintar, hafidzah, dan kebanggaan keluarga. Sementara Mutia? Ia hanya mer...
Liontin Semanggi
2475      1419     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
Behind The Spotlight
3893      1934     621     
Inspirational
Meskipun memiliki suara indah warisan dari almarhum sang ayah, Alan tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang penyanyi, apalagi center dalam sebuah pertunjukan. Drum adalah dunianya karena sejak kecil Alan dan drum tak terpisahkan. Dalam setiap hentak pun dentumannya, dia menumpahkan semua perasaan yang tak dapat disuarakan. Dilibatkan dalam sebuah penciptaan mahakarya tanpa terlihat jelas pun ...