Loading...
Logo TinLit
Read Story - Menyulam Kenangan Dirumah Lama
MENU
About Us  

Rumah lama kami punya satu tangga pendek yang menghubungkan ruang tengah ke loteng kecil di atas dapur. Hanya tujuh anak tangga. Tapi entah mengapa, tangga itu punya reputasi seperti ujian hidup: hampir semua anggota keluarga pernah jatuh di sana—minimal sekali.

Tangga kayu itu sempit, tidak dilengkapi pegangan tangan, dan selalu terdengar berderit tiap kali diinjak. Sudutnya agak curam, dan kalau kaki kita terlalu besar, tumit pasti menggantung di udara. Tapi justru dari tangga itulah, aku belajar banyak hal—termasuk arti jatuh, dan cara bangkit lagi.

 

Jatuh pertamaku terjadi waktu aku masih TK. Saat itu aku bersemangat naik ke loteng karena Dira bilang dia menemukan “harta karun” di sana. Tentu saja harta yang dia maksud ternyata cuma celengan ayam dari zaman SD-nya, tapi imajinasi anak kecil tidak mengenal kecewa.

Aku naik terlalu cepat. Kakiku tergelincir di anak tangga keempat. Tubuhku terbanting ke belakang dan—BUGH!—bagian pinggangku membentur kayu dengan suara pelan yang menyakitkan.

Aku menangis. Bukan hanya karena sakit, tapi karena malu. Ibu datang tergopoh-gopoh, lalu memelukku erat sambil berkata,

“Nggak apa-apa jatuh. Justru dari situ kamu belajar hati-hati.”

Itu kalimat sederhana. Tapi aku ingat sampai sekarang.

Karena setelah hari itu, tiap kali aku merasa gagal, kalimat Ibu selalu muncul di kepalaku, seolah berasal dari suara tangga kayu itu sendiri.

 

Dira juga pernah jatuh. Tapi bukan karena tangganya licin. Melainkan karena dia mencoba naik sambil membawa sepatu roda.

Iya. Sepatu roda.

Dia berdiri di anak tangga paling bawah, lalu sok keren berteriak, “Aku akan menaklukkan duniaaaa!”—dan dalam satu detik kemudian, dunia yang menaklukkan dia. Sepatu rodanya meluncur mundur, dan tubuhnya melayang seperti superhero gagal mendarat.

Kami sekeluarga terdiam. Lalu tertawa keras-keras setelah memastikan dia baik-baik saja.

“Lain kali jangan jadi penemu ide bodoh,” kata Ayah sambil mengoleskan minyak kayu putih ke lututnya yang lecet.

Dira meringis, “Namanya juga eksperimen…”

Itulah Dira. Dan itulah tangga kami. Dua-duanya tidak bisa ditebak. Satu penuh kejutan, yang lain penuh tantangan.

 

Tangga itu tidak hanya menjadi jalur ke loteng. Ia juga sering jadi tempat “nangis diam-diam”.

Kalau aku habis dimarahi Ibu atau nilai ujianku jelek, aku sering duduk di anak tangga ketiga. Tidak di kamar, tidak di halaman. Tapi di tangga itu. Tempatnya sempit, tapi justru di situlah aku merasa punya ruang untuk berpikir.

Di sana, aku bisa mendengar suara dapur—suara panci, sendok yang jatuh, atau suara kompor menyala. Kadang juga samar-samar terdengar suara Ibu mengobrol dengan tetangga di dapur.

Tangga itu seperti zona netral. Bukan kamar, bukan ruang tamu, bukan dapur. Tapi tempat di antaranya. Dan kadang, saat kita tidak tahu harus ke mana, tempat di antara itulah yang paling menenangkan.

 

Suatu hari, Ayah berdiri lama di tangga itu. Dia tidak naik, tidak juga turun. Hanya berdiri, menatap kosong ke arah langit-langit.

“Ayah kenapa?” tanyaku.

Dia menoleh, lalu tersenyum kecil. “Ayah lagi mikir, nak. Kayaknya umur Ayah lebih banyak dihabiskan buat jatuh… dan jatuh lagi.”

Aku duduk di anak tangga paling bawah. Menatapnya dari bawah seperti anak kecil menatap pahlawan yang sedang terluka.

“Tapi Ayah masih berdiri.”

Ayah tertawa pelan. “Iya. Karena kalau nggak berdiri, ya ketinggalan hidup.”

Kalimat itu menancap. Bukan karena nadanya dramatis, tapi karena terlalu jujur. Tangga itu benar-benar tahu cara membuat seseorang merenung tanpa harus duduk di atas sajadah.

 

Beberapa tahun lalu, saat rumah ini mulai jarang dihuni, tangga itu sempat dimakan rayap. Kayunya rapuh, dan Dira pernah hampir jatuh lagi saat mencoba naik.

“Astaga! Tangga ini kayak nahan dendam lama!” katanya kesal.

Akhirnya, kami memanggil tukang untuk memperbaikinya. Tapi kami minta satu hal: jangan diganti dengan yang baru sepenuhnya. Hanya ditambal, dibersihkan, dan dipernis ulang. Karena kami tidak mau kenangan yang melekat di kayu tua itu hilang begitu saja.

Tangga itu memang tidak sempurna. Tapi justru di situlah nilai sempurnanya.

 

Saat aku kembali ke rumah lama minggu lalu, aku berdiri lagi di tangga itu. Suaranya masih sama. Berderit. Tapi lebih dari itu, ia seperti menyapa:

“Kamu jatuh banyak kali, ya? Tapi kamu masih datang ke sini. Masih berdiri. Masih hidup.”

Aku duduk di anak tangga ketiga, tempat favoritku. Menatap ke bawah, lalu ke atas. Dan di situ, aku menyadari satu hal:

Tangga tidak pernah meminta kita untuk selalu naik. Kadang, ia hanya ingin kita duduk sejenak. Mengatur napas. Menyadari bahwa naik-turun itu biasa, dan jatuh bukanlah kesalahan.

Karena yang paling penting bukan seberapa cepat kita sampai di atas. Tapi seberapa sabar kita menyusuri setiap anak tangga.

 

Sore itu, aku menulis catatan kecil di buku harian yang kusimpan sejak kuliah. Di halaman belakang, aku tulis:

"Aku pernah jatuh, bukan hanya sekali.

Tapi tangga ini tidak pernah menyalahkan.

Ia diam. Tapi sabar menunggu aku berdiri lagi."

Dan di bawahnya, kutulis kecil:

“Terima kasih, tangga. Kau tidak pernah bicara, tapi kau mengajarkanku banyak hal.”

 

Refleksi:

Dalam hidup, kita tak hanya butuh tempat untuk berdiri. Tapi juga tempat untuk jatuh… dan belajar berdiri lagi. Tangga di rumah lama itu tak pernah sempurna. Tapi di sanalah aku belajar bahwa jatuh bukan akhir, melainkan bagian dari perjalanan yang sah.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • juliartidewi

    Mengingatkanku pada kebaikan2 ortu setelah selama ini hanya mengingat kejelekan2 mereka aja.

    Comment on chapter Bab 15: Boneka Tanpa Mata
Similar Tags
Archery Lovers
5571      2369     0     
Romance
zahra Nur ramadhanwati, siswa baru yang tidak punya niat untuk ikut ekstrakulikuler apapun karena memiliki sisi trauma saat ia masih di SMP. Akan tetapi rasa trauma itu perlahan hilang ketika berkenalan dengan Mas Darna dan panahan. "Apakah kau bisa mendengarnya mereka" "Suara?" apakah Zahra dapat melewati traumanya dan menemukan tempat yang baik baginya?
Flyover
493      354     0     
Short Story
Aku berlimpah kasih sayang, tapi mengapa aku tetap merasa kesepian?
Kota Alkroma: Tempat Ternyaman
3369      986     2     
Fantasy
Kina tidak pernah menyukai kota kecil tempat tinggalnya. Impiannya dari kecil adalah untuk meninggalkan kota itu dan bahagia di kota besar dengan pekerjaan yang bagus. Dia pun setuju untuk menjual rumah tempat tinggalnya. Rumah kecil dan jelek itu memang seharusnya sudah lama ditinggalkan tetapi seluruh keluarganya tidak setuju. Mereka menyembunyikan sesuatu. Kemudian semuanya berubah ketika Kina...
Supernova nan Indah merupakan Akhir dari Sebuah Bintang
4165      1398     1     
Inspirational
Anna merupakan seorang gadis tangguh yang bercita-cita menjadi seorang model profesional. Dia selalu berjuang dan berusaha sekuat tenaga untuk menggapai cita-citanya. Sayangnya, cita-citanya itu tidak didukung oleh Ayahnya yang menganggap dunia permodelan sebagai dunia yang kotor, sehingga Anna harus menggunakan cara yang dapat menimbulkan malapetaka untuk mencapai impiannya itu. Apakah cara yang...
Ansos and Kokuhaku
3677      1235     9     
Romance
Kehidupan ansos, ketika seorang ditanyai bagaimana kehidupan seorang ansos, pasti akan menjawab; Suram, tak memiliki teman, sangat menyedihkan, dan lain-lain. Tentu saja kata-kata itu sering kali di dengar dari mulut masyarakat, ya kan. Bukankah itu sangat membosankan. Kalau begitu, pernah kah kalian mendengar kehidupan ansos yang satu ini... Kiki yang seorang remaja laki-laki, yang belu...
WEIRD MATE
1682      823     10     
Romance
Syifa dan Rezeqi dipertemukan dalam kejadian konyol yang tak terduga. Sedari awal Rezeqi membenci Syifa, begitupun sebaliknya. Namun suatu waktu, Syifa menarik ikrarnya, karena tingkah konyolnya mulai menunjukkan perasaannya. Ada rahasia yang tersimpan rapat di antara mereka. Mulai dari pengidap Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), pengguna narkoba yang tidak diacuhkan sampai kebencian aneh pa...
Mapel di Musim Gugur
500      364     0     
Short Story
Tidak ada yang berbeda dari musim gugur tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya, kecuali senyuman terindah. Sebuah senyuman yang tidak mampu lagi kuraih.
Reandra
4816      1989     67     
Inspirational
Rendra Rangga Wirabhumi Terbuang. Tertolak. Terluka. Reandra tak pernah merasa benar-benar dimiliki oleh siapa pun. Tidak oleh sang Ayah, tidak juga oleh ibunya. Ketika keluarga mereka terpecah Cakka dan Cikka dibagi, namun Reandra dibiarkan seolah keberadaanya hanya membawa repot. Dipaksa dewasa terlalu cepat, Reandra menjalani hidup yang keras. Dari memikul beras demi biaya sekolah, hi...
Anikala
3829      1329     2     
Romance
Kala lelah terus berjuang, tapi tidak pernah dihargai. Kala lelah harus jadi anak yang dituntut harapan orang tua Kala lelah tidak pernah mendapat dukungan Dan ia lelah harus bersaing dengan saudaranya sendiri Jika Bunda membanggakan Aksa dan Ayah menyayangi Ara. Lantas siapa yang membanggakan dan menyanggi Kala? Tidak ada yang tersisa. Ya tentu dirinya sendiri. Seharusnya begitu. Na...
Reality Record
3326      1243     0     
Fantasy
Surga dan neraka hanyalah kebohongan yang diciptakan manusia terdahulu. Mereka tahu betul bahwa setelah manusia meninggal, jiwanya tidak akan pergi kemana-mana. Hanya menetap di dunia ini selamanya. Namun, kebohongan tersebut membuat manusia berharap dan memiliki sebuah tujuan hidup yang baik maupun buruk. Erno bukanlah salah satu dari mereka. Erno mengetahui kebenaran mengenai tujuan akhir ma...