Loading...
Logo TinLit
Read Story - Menyulam Kenangan Dirumah Lama
MENU
About Us  

Kulkas tua di dapur rumah lama masih berdiri di sudutnya, persis seperti dulu. Warnanya putih tulang, dengan sedikit bercak karat di bawah pintunya. Pegangannya sudah longgar, dan suaranya—kalau menyala—masih sama: dengungan kecil yang tak pernah benar-benar hening. Dulu, suara itu membuatku merasa rumah ini hidup, bahkan saat semua sedang tertidur.

Tapi pagi ini, ketika aku menarik pintu kulkas itu perlahan, yang kulihat hanyalah ruang kosong. Tak ada botol kecap, tak ada wadah plastik warna-warni, tak ada telur atau sekotak susu. Hanya dinding dalam kulkas yang dingin dan sepi. Dan anehnya, justru di situ, rindu itu datang begitu deras.

 

Kulkas itu dulu bukan sekadar tempat menyimpan makanan. Ia adalah tempat kejutan kecil, tempat penghiburan saat hati rewel, tempat hadiah diam-diam yang tak pernah diucap dengan kata-kata.

Dulu, setiap kali aku pulang sekolah dengan wajah murung karena nilai ulangan, Ibu akan berkata:

“Coba deh buka kulkas.”

Dan di sana, pasti ada sesuatu. Kadang agar-agar mangga kesukaan kami. Kadang sekotak es krim murah yang sengaja dibelah dua. Kadang hanya pisang rebus yang dibungkus rapi. Tapi yang membuat hati hangat bukan makanannya—melainkan perhatian Ibu yang terselip diam-diam di sana.

 

Pernah suatu malam, Ayah pulang sangat larut. Dapur sudah gelap, semua orang sudah tidur. Tapi kulkas itu tetap menyala. Dan ketika Ayah membukanya, ada sepiring nasi goreng dingin, dibungkus plastik, dengan catatan kecil dari Ibu:

“Hangatkan sebentar. Sudah aku tambahkan cabe rawit. Hati-hati, pedasnya bukan main.”

Aku tahu itu karena pagi harinya, Ayah tersenyum sendiri di meja makan. Katanya, “Ibu kamu pintar sekali ya, bikin pedasnya pas di lidah dan di hati.”

Kami tertawa. Tapi di balik itu semua, kami tahu: cinta kadang hidup diam-diam di dalam kulkas.

 

Kini, kulkas itu kosong. Tapi kepalaku penuh. Penuh dengan potongan kenangan yang seolah beku, dan baru mencair pagi ini.

Aku menyentuh rak bagian tengah. Masih ada sedikit goresan di sana—bekas botol kecap yang pernah tumpah. Di bagian bawah, tempat sayuran, masih ada serpihan plastik kecil dari laci yang retak sejak dulu tapi tak pernah diganti.

Semua itu membuatku tersenyum.

Rumah ini boleh diam. Tapi kulkas ini menyimpan suara-suara kecil masa lalu:

tawa Dira yang melihat agar-agar berbentuk kelinci,

gumaman Ayah soal sambal buatan Ibu,

dan diamku sendiri saat menemukan puding cokelat setelah menangis semalaman.

 

Saat aku menutup pintu kulkas perlahan, Dira muncul dari belakang, membawa dua gelas kopi hitam.

“Masih dingin?” tanyanya sambil duduk di bangku dapur.

Aku mengangguk. “Masih. Tapi kosong.”

Dia tersenyum pahit. “Dulu isinya penuh. Tapi hati kita juga.”

Aku terdiam. Kalimat itu sederhana, tapi mengena. Seperti kulkas, mungkin hati juga bisa terasa kosong—bukan karena tak ada apa-apa, tapi karena kita tahu betapa penuhnya dulu.

 

Kami menyeruput kopi sambil memandangi kulkas itu bersama.

“Masih ingat nggak,” kataku, “waktu kamu ngumpetin permen dari ulang tahun temen kamu dan nyimpennya di freezer biar aku nggak nemu?”

Dira tertawa keras. “Eh, itu berhasil kan? Kamu baru nemu dua minggu kemudian dan permennya udah kayak batu bata.”

“Dan tetap aku makan!”

Kami tertawa lagi. Suara kami menggema di dapur kosong. Tapi tawa itu membuat ruangan itu terasa hangat lagi, meski tanpa api kompor yang menyala.

 

Dira berdiri, membuka laci kulkas bawah. Kosong. Tapi di pojoknya ada magnet kulkas berbentuk pisang, agak mengelupas tapi masih lucu. Dia mengambilnya, lalu menempelkannya kembali dengan hati-hati.

“Kayaknya kita harus isi kulkas ini lagi,” katanya sambil tersenyum. “Nggak perlu yang mewah. Cukup dengan hal-hal kecil yang bisa bikin kita inget lagi... kita dulu pernah bahagia di sini.”

Aku mengangguk pelan. Karena aku tahu, kadang kita tak bisa mengisi ulang semua yang hilang. Tapi kita bisa menaruh harapan baru di tempat yang sama. Dan rumah lama ini, termasuk kulkas tuanya, layak menerima harapan itu lagi.

 

Sebelum meninggalkan dapur, aku menempelkan satu catatan kecil di pintu kulkas. Dengan pulpen hitam dan tulisan seadanya:

“Dulu kulkas ini berisi makanan. Tapi sesungguhnya, ia menyimpan perhatian, cinta, dan kebersamaan. Terima kasih telah menjaga rasa rindu kami.”

Kulkas itu tidak menjawab, tentu saja. Tapi dalam diamnya, aku tahu ia menerima.

 

Refleksi: Kadang, hal paling sepele seperti kulkas kosong bisa mengajak kita pulang ke masa lalu, tempat di mana cinta hadir dalam bentuk sederhana: makanan hangat, catatan kecil, atau agar-agar di wadah plastik. Dan dari situ, kita belajar bahwa rumah bukan soal barang mewah, tapi soal bagaimana perhatian disimpan dan rindu dikembalikan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • juliartidewi

    Mengingatkanku pada kebaikan2 ortu setelah selama ini hanya mengingat kejelekan2 mereka aja.

    Comment on chapter Bab 15: Boneka Tanpa Mata
Similar Tags
40 Hari Terakhir
2849      1689     1     
Fantasy
Randy tidak pernah menyangka kalau hidupnya akan berakhir secepat ini. Setelah pertunangannya dengan Joana Dane gagal, dia dihadapkan pada kecelakaan yang mengancam nyawa. Pria itu sekarat, di tengah koma seorang malaikat maut datang dan memberinya kesempatan kedua. Randy akan dihidupkan kembali dengan catatan harus mengumpulkan permintaan maaf dari orang-orang yang telah dia sakiti selama hidup...
Kainga
3106      1533     13     
Romance
Sama-sama menyukai anime dan berada di kelas yang sama yaitu jurusan Animasi di sekolah menengah seni rupa, membuat Ren dan enam remaja lainnya bersahabat dan saling mendukung satu sama lain. Sebelumnya mereka hanya saling berbagi kegiatan menyenangkan saja dan tidak terlalu ikut mencampuri urusan pribadi masing-masing. Semua berubah ketika akhir kelas XI mereka dipertemukan di satu tempat ma...
Kota Alkroma: Tempat Ternyaman
3396      987     2     
Fantasy
Kina tidak pernah menyukai kota kecil tempat tinggalnya. Impiannya dari kecil adalah untuk meninggalkan kota itu dan bahagia di kota besar dengan pekerjaan yang bagus. Dia pun setuju untuk menjual rumah tempat tinggalnya. Rumah kecil dan jelek itu memang seharusnya sudah lama ditinggalkan tetapi seluruh keluarganya tidak setuju. Mereka menyembunyikan sesuatu. Kemudian semuanya berubah ketika Kina...
Dear Tukang Fotokopi
83      77     0     
Short Story
Kisah kocak dan hangat tentang Tami, ketua OSIS yang hidupnya mendadak penuh plot twist berkat Bang Ucup tukang fotokopi sekolah yang hobi meramal masa depan lewat mesin Canon nya.
Finding My Way
1867      1158     3     
Inspirational
Medina benci Mama! Padahal Mama tunawicara, tapi sikapnya yang otoriter seolah mampu menghancurkan dunia. Mama juga membuat Papa pergi, menjadikan rumah tidak lagi pantas disebut tempat berpulang melainkan neraka. Belum lagi aturan-aturan konyol yang Mama terapkan, entah apa ada yang lebih buruk darinya. Benarkah demikian?
Ibu Mengajariku Tersenyum
4352      2039     1     
Inspirational
Jaya Amanah Putra adalah seorang psikolog berbakat yang bekerja di RSIA Purnama. Dia direkomendasikan oleh Bayu, dokter spesialis genetika medis sekaligus sahabatnya sejak SMA. Lingkungan kerjanya pun sangat ramah, termasuk Pak Atma sang petugas lab yang begitu perhatian. Sesungguhnya, Jaya mempelajari psikologi untuk mendapatkan kembali suara ibunya, Puspa, yang senantiasa diam sejak hamil Jay...
Just For You
6911      2275     1     
Romance
Terima kasih karena kamu sudah membuat hidupku menjadi lebih berarti. (Revaldo) *** Mendapatkan hal yang kita inginkan memang tidak semudah membalik telapak tangan, mungkin itu yang dirasakan Valdo saat ingin mendapatkan hati seorang gadis cantik bernama Vero. Namun karena sesuatu membuatnya harus merelakan apa yang selama ini dia usahakan dan berhasil dia dapatkan dengan tidak mudah. karen...
Catatan sang Pemuda
624      380     5     
Inspirational
"Masa mudamu sebelum masa tuamu." Seorang laki-laki kelahiran Banjarnegara, Jawa Tengah, pada 31 Oktober 2000. Manusia biasa yang tidak terkenal sama sekali. Inilah kisah inspirasi dari pengalaman hidup saat menginjak kata remaja. Inilah cerita yang dirangkum dari catatan harian salah seorang pemuda merah putih.
Bisikan yang Hilang
120      109     3     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
Lost Daddy
5619      1361     8     
Romance
Aku kira hidup bersama ayahku adalah keberuntungan tetapi tidak. Semua kebahagiaan telah sirna semenjak kepergian ibuku. Ayah menghilang tanpa alasan. Kakek berkata bahwa ayah sangat mencintai ibu. Oleh sebab itu, ia perlu waktu untuk menyendiri dan menenangkan pikirannya. Namun alasan itu tidak sesuai fakta. AYAH TIDAK LAGI MENCINTAIKU! (Aulia) Dari awal tidak ada niat bagiku untuk mendekati...