Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Ghost's Recipe
MENU
About Us  

  Alice berdiri di depan gang rumahnya, ia terus melangkah dengan berhati-hati. Sesekali ia melirik ke belakang dan tidak menemukan apapun. Ia terus melangkah menjauhi tempatnya tinggal. Di dekat supermarket, ada sebuah gang yang selalu sepi, tidak ada seorangpun di sana.

 Di depan Alice terdapat beberapa arwah yang sedang berbincang ria di siang hari bolong tanpa takut sinar matahari.

 Alice langsung berjalan dengan cepat seolah kakinya melayang. Ia langsung berlutut diantara kelompok arwah gentanyangan itu. Tentu saja hal itu membuat para arwah terkejut bukan main. Beberapa di antara mereka seolah ingin melarikan diri. Sisanya berdiri kaku karena tidak bisa lari lagi.

 Alice merundukkan kepalanya, kedua tangannya meraih dua kaki dari arwah yang berbeda. Ia sedang mengatur napasnya, terdengar suara tarikan napas beberapa kali. Ia juga tengah mengatur ekspresi wajahnya.

 Sejenak kemudian, ia terdiam, kemudian mendonggakkan kepalanya.

 “To- long, masak untukku.” Wajahnya tampak sendu, tatapannya memohon kepada arwah yang ada di sana. Hanya tersisa dua arwah saja yang ada di sana, mereka tidak bisa lari karena genggaman erat Alice pada kaki mereka.

 “Tidak! Kau akan membunuhku!” salah satunya terus menggerakan kakinya, berusaha melepaskan diri.

 “Tidak mungkin! Lagipula kau sudah mati!” Suara Alice tak kalah keras.

 “Kami sudah mendengar gosipnya. Setelah perempuan itu memasak untukmu, ia menghilang dari lorong ini!” kata salah satunya.

 Arwah gentayangan yang lainnya terus melihat dari kejauhan, bersembunyi diantara tiang listrik serta tembok rumah orang. Kepala mereka mengangguk-angguk setuju dengan perkataannya.

 “Aduh! Dia menghilang karena sudah selesai dengan urusannya di dunia.”

 “Jangan berbohong! Aku belum mau mati! Aku masih harus mengambil makanan yang dipersembahkan para manusia kepada para roh. Aku ingin makan ayam mentega milik bibi di rumah nomor 39! Aku belum boleh mati!” arwah gentayangan itu masih terus meronta, ia tak sengaja menginjak jari manis Alice yang membuatnya tanpa sengaja melepas kedua genggaman tangannya.

 “Ah!” Alice meniup-niup tangannya, mengelusnya perlahan. Sedangkan semua arwah gentayangan sudah hilang dari pandangannya.

 Ia masih memiliki sisa uang yang terlebih cukup untuk satu bulan, tapi ia harus rela mengeluarkan semua sisa uangnya untuk keperluan perkuliahan. Setidaknya membeli beberapa buku pelajaran baru serta membayar sisa uang yang dibutuhkan untuk tugas-tugas kuliah. Masalah terbesarnya adalah gaji yang akan dibayarkan itu baru bisa ia ambil dua minggu lagi. Uang yang tersisa sekarang hanya cukup untuk membeli 2 nasi kepal sehari sampai dua minggu kedepan.

 Mungkin saja induk semang akan memberikannya makanan kalau induk semang memasak terlalu banyak. Meski begitu, makanan yang diberikan hanya cukup untuk sarapan paginya. Di malam hari, ia harus mencoba menahan lapar dengan dua nasi kepal atau kue-kue kecil sisa dari toko. Terkadang pula induk semang tidak berada di rumah dan tidak memasak, hingga Alice akan menahan lapar di pagi hari dan makan beberapa kue di toko.

 Alice memilih kembali ke tempatnya tinggal, hari itu jadwal perkuliahan ditiadakan. Masih ada tiga jam sebelum ia masuk kerja. Ia hanya memandangi keluar melalui jendela. Nasi yang ia masak sudah matang, namun dirinya tidak ingin memakan sup telur yang sudah ia makan belakangan ini. Hanya sup telur satu-satunya makanan yang bisa ia masak dengan keterbatasan dapurnya tanpa minyak goreng ataupun wajan yang baik. Hidup sungguh sulit bagi orang-orang yang ingin berhemat.

 Ia terus menatap keluar dan mendapati ada arwah gentayangan di depan tempat induk semang. Lelaki itu hanya memandangi tiang listrik serta tempat induk semang secara bergantian, lalu menggaruk kepalanya dengan ekspresi keheranan.

 Alice melambaikan tangannya perlahan, mencoba menarik perhatian lelaki itu.

 Mata mereka saling bertautan satu sama lain. Alice tersenyum canggung dan mencoba meraih perhatian lelaki itu. Lelaki di depannya menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjung seolah berkata “Apa kau memanggil diriku?”. Gadis itu mengangguk yakin.

 Ia melihat arwah lelaki itu bergerak masuk melewati pagar kecil di depan lalu menyelipkan tubuhnya melewati pintu utama. Alice menunggu dengan tenang di dalam ruangannya.

 Jujur, saat pertama kali Alice bisa melihat arwah gentayangan, ia mengira semua arwah bisa bergerak dengan cepat seperti teleportasi. Tapi arwah kakek dan nenek yang sebelumnya memenuhi tempat tinggal Alice malah harus menaiki tangga secara perlahan-lahan karena sakit pinggang semasa hidup mereka. Tak dipungkiri bahwa saat meninggal pun, para arwah mungkin saja akan tersiksa karena penyakit mereka semasa hidup.

 Untuk sampai ke kamar loteng, butuh waktu sekitar 5 menit untuk menaiki 3 lantai untuk mencapai kamar loteng, Seringkali orang-orang berhenti sebentar hanya untuk menarik napas panjang dan meyakini diri mereka untuk naik lagi.

 Seseorang mengetuk pintu Alice.

 “Masuk saja, tidak masalah.”

 Lelaki itu membuka kenop pintu dan menyelipkan tubuhnya kemudian menutup kembali pintu tersebut. Dari tingkah lakunya, bisa diyakini bahwa ia adalah arwah gentayangan yang baru saja meninggal. Biasanya arwah gentayangan akan langsung menembus pintu tanpa susah payah membukanya. Dengan mereka membuka, menyentuh, ataupun mencoba menutup kembali pintu malah hanya mengejutkan orang-orang di sekitar. Meskipun ada beberapa arwah gentayangan yang akan melakukan itu untuk mencari perhatian serta menakut-nakuti manusia.

 “Kau bisa memasak?” tanya Alice tanpa berbasa-basi. Niatnya memanggil lelaki itu memang untuk menyuruhnya memasak. Setidaknya ia bisa mempelajari satu menu baru hari ini. Diam-diam Alice tersenyum senang tanpa mengira ia akan mengalami penolakan.

 Arwah lelaki itu menggeleng. “Tidak, saat aku datang semalam. Ada sepasang nenek dan kakek yang terus berdiri di sekitar sana dan menyuruhku untuk berhati-hati kalau-kalau ada seorang perempuan yang menyuruhku memasak untuknya. Bahkan ada gadis muda berambut pendek berseragam sekolah yang menyuruhku lari sekuat tenaga.”

 Alice menggigit bibirnya tanpa sadar. Para arwah gentayangan itu selangkah lebih maju daripada dirinya. Ia awalnya mengira akan mudah membohongi arwah yang baru meninggal ini. Tapi perkiraannya salah, gosip tentang dirinya sudah menyebar bahkan sampai arwah yang bergentayangan di gang sebelah.

 Kalau seperti ini, ia tidak punya kesempatan lagi dan harus menyiksa dirinya dengan nasi kepal kadarluarsa di minimarket. Membayangkan kepalanya akan disikut oleh para paman sudah membuatnya bergidik merinding.

 Alice melipat tangannya di depan dada, ia menaikkan dagunya sombong. “Lalu kenapa kau naik ke atas sini?”

 “Jujur, aku tidak menduga kalau perempuan dalam cerita adalah kau. Mereka hanya mengatakan ciri-ciri tidak spesifik seperti, seorang perempuan, dengan wajah mengerikan yang membawa sutil sambil mengejar-ngejar para arwah gentayangan di sekitarnya.”

 “Hah?! Yang benar saja?!” pikir Alice. Ia tidak pernah membawa sutil untuk mengejar siapapun, yang ia lakukan hanyalah berjongkok dan memohon. Bagaimana bisa mereka mengatakan hal lain yang tidak pernah terjadi? Alice benar-benar kesal.

 “Biar kau tau saja, aku tidak membawa sutil, aku hanya perlu makanan untuk menghemat uang bulananku. Masalah terbesarku adalah masakanku yang tidak bisa dimakan. Bahkan menu yang bisa kubuat hanyalah sup telur yang diajari paman botak bertato sebelum dia menghilang.” Alice menaikkan salah satu sudut bibirnya.

 “Aku tidak bisa membantumu, setidaknya aku harus mencari alasanku meninggal.” Arwah lelaki itu menaikkan bahunya acuh tak acuh.

 “SIa-sia saja aku menyuruhmu naik. Kalau kau bertemu lagi dengan pasangan kakek-nenek itu, tolong sampaikan pada mereka bahwa aku tidak pernah membawa sutil untuk mengejar arwah manapun. Satu-satunya hal yang kulakukan adalah memohon sambil meminta tolong.”

 Alice menyambar tas ransel kecil miliknya, kemudian ia keluar meninggalkan arwah lelaki itu di dalam tempatnya.

 Ia berjalan menuruni tangga sambil terus menahan perutnya, ia sedikit membungkukkan tubuhnya untuk menahan lapar. ia juga terus menegak air minum dalam ranselnya. Alice akan mengambil beberapa roti dari toko untuk asupan energinya hari ini. ia berharap agar David tidak akan mengamuk.

 Sesuai dugaan, David terus mengunyah permen karet sampai pipinya menggembung. Ia berkacak pinggang saat melihat air liur Alice hampir jatuh saat mengambil dua roti baru siap panggang dari dalam dapur.

 “Aturan pertama, tidak menghabiskan stok roti sebelum menjualnya. Aturan kedua, kerja dulu sebelum makan!” David menarik kerah baju Alice, menariknya keluar dari dapur.

 Alice tidak peduli dengan perlakuan David kepadanya. Hal yang paling penting sekarang ini adalah kondisi perutnya yang terus meraung-raung meminta asupan makanan.

 “dahi, au suhah lavah...” gadis itu berbicara dengan mulut penuh dengan makanan. Remah-remah roti terus menyembur keluar dari mulutnya mengotori apron milik David. Sedangkan lelaki it uterus berteriak uh dan ih sambil mencoba menghindar walaupun tindakannya sia-sia.

 “Satu-satunya hal yang bisa kau lakukan adalah menelannya dahulu dan berbicara lebih jelas!”

 Alice menelan roti itu dengan susah payah. Tengorokkannya kering kerontang.

 “David, aku sudah lapar. Tidak mungkin aku bisa menahan hasrat untuk tidak mengambil kesempatan ini menikmati roti paling enak buatan koki paling berkelas di sini.” Alice menyeka ujung bibirnya.

 Tentu saja David menyukai pujian seperti itu, ia tersenyum bangga sambil mengibaskan rambutnya yang tidak ada.

 “Jadi, bisa aku minta satu lagi? Kalau boleh, aku ingin roti isian keju yang baru kau panggang itu. Harumnya luar biasa!” Alice menggerakkan hidungnya, mencium aroma panggangan yang menakjubkan. Ia tak akan pernah bisa menahan lapar saat bekerja.

 “Tidak, bersihkan meja dan lantai sana.” David melenggang masuk tak peduli. “Setelah itu, masuk ke dapur dan ambil roti yang kau inginkan.”

 Mata Alice berbinar-binar bahagia. “Aku sayang kau!” teriaknya tulus.

 “Menjijikkan.” David hanya melempar pandangan malas sebelum menghilang dari balik tirai plastik penghalang dapur dan toko.

 Masih ada setengah jam sebelum Alice mengubah palang close di pintu masuk. Ia duduk di tempat paling dekat dinding kaca yang mengarah keluar. Seluruh kafe tempat ia bekerja dipenuhi dengan kaca dari sisi depannya.

 Dari dalam, tampak semua orang berjalan melewati satu sama lain. Semuanya bergerak cepat dengan tentengan tas laptop di bahu mereka. Waktu makan siang hampir tiba sebentar lagi. Kafe itu terletak dekat dengan gedung-gedung tinggi tempat orang-orang bekerja.

 Terkadang kafe menjadi ramai tak terkendali di siang hari, dan menjadi lebih santai setelah jam makan siang selesai. Kebanyakan pelanggan yang ingin memakan makanan manis namun berat untuk mengenyangkan perut. Apalagi semua menu di kafe ini termasuk lebih murah.

 Meskipun disebut kafe, tidak banyak pilihan kopi, hanya kopi umum yang mudah dibuat saja yang ada. David ambil alih dalam pembuatan kopi sedangkan Alice melayani pelanggan, mengantar pesanan, melakukan transaksi pembayaran serta membersihkan kafe.

 Satu-satunya minuman yang bisa ia buat adalah teh, lagipula ia tak perlu meraciknya dengan susah payah. Kalau pesanannya adalah teh susu, ia hanya tinggal menuangkan teh siap seduh dan menambahkan susu serta es batu.

 Saat ini, ia sudah menggunakan seragam beserta alat-alat tempurnya, cairan pembersih, serbet, beberapa macam jenis pembersih kaca serta alat menyapu. Meskipun kafe buka tepat pukul jam satu siang, ia harus membersihkan seluruh tempat terlebih dahulu. Terkadang noda membandel di atas meja bisa membuat pekerjaannya lebih sulit. Atau tamu yang menjatuhkan minumannya sampai ke lantai.

 Alice menyemprotkan beberapa kali cairan itu ke permukaan kaca, menggunakan wiper untuk membersihkan cairan serta noda yang lengket. Hal itu ia lakukan berkali-kali, dari atas sampai ke bawah.

 Namun, Alice mulai menyalahkan penglihatannya. Ia menyeka kaca itu berulang kali, mengosoknya dengan kasar. Tapi sesosok itu tidak hilang, arwah lelaki yang tadinya ia temui di tempat induk semang tengah berdiri di sana. Memandangi ke dalam kafe dengan wajah penasaran.

 Alice teringat bahwa arwah gentayangan hanya bisa pergi ke tempat biasanya mereka pergi. Berbeda dengan arwah satu ini, ia malah berada di kota saat ini.

 Gadis itu menggeleng-geleng. “Mungkin ia selalu berjalan-jalan di kota” pikirnya.

 Meskipun begitu, bagaimana mungkin arwah gentayangan itu juga bisa berada di dekat tempat induk semang? Atau bagaimana mungkin ia bisa masuk ke rumah loteng? Dan sekarang ia berada di kafe.

 Tidak mungkin arwah lelaki itu semasa hidupnya hanya berjalan kesana-kemari setiap harinya. Apa mungkin gelandangan? Alice tak habis pikir, bisa-bisanya ia menyuruh seorang gelandangan tanpa arah memasak untuknya.

 Ia memutuskan untuk tidak memperdulikan arwah lelaki itu, berpura-pura tidak melihatnya.

---

 Masalahnya, rupanya arwah lelaki itu tidak berhenti sampai di kafe saja. Ia mengikuti Alice saat berjalan pulang sehabis pekerjaannya. Arwah lelaki itu menjaga jarak setidaknya sejauh dua meter, mengendap-endap, bersembunyi di balik tiang listrik, dinding rumah, bahkan tong sampah! Ia berjalan sepelan mungkin agar tidak menimbulkan suara, namun kucing-kucing liar yang melewatinya terus menggeong kasar.

 Alice mempercepat langkahnya, di persimpangan di depan, ia tinggal berbelok dan mendapati minimarket ada di sana. Mungkin ada baiknya diikuti oleh seorang arwah gentayangan sehingga ia tidak perlu takut lagi. Tapi, kalau ada apa-apa terjadi, apakah arwah itu bisa menolongnya? Alice tetap membutuhkan dirinya sendiri.

 Waktu menunjukkan hampir pukul 11 malam. Tersisa beberapa menit lagi, ia harus segera mengejar ketertinggalan.

 Minimarket benar-benar ramai oleh paman-paman berotot dengan wajah mereka yang keras. Tampaknya semua orang sudah menunggu lama. Alice memutuskan untuk duduk di meja paling ujung, dan duduk diam di sana.

 “Dia benar-benar menghilang,” Suara paman yang ada di dekatnya. “Setelah kemarin malam, sudah lama. Kami bahkan mencarinya, dia tidak pernah datang ke tempat kontruksi lagi. Padahal anaknya menunggu biaya untuk rumah sakit.”

 Alice melihat sekitar, ia tidak menemukan paman yang memberikannya nasi kepal.

 “Apa ia melarikan diri? Terlilit hutang?” sahut paman lainnya.

 Semua orang berdeham heran, tidak ada yang memiliki jawaban pasti. Alice menduga orang hilang yang mereka bicarakan adalah paman itu. Memang sudah beberapa lama Alice tidak pernah datang ke minimarket saat jam 11 malam karena uangnya cukup untuk membeli telur. Tapi, akhir-akhir ini ia malah merindukan nasi kepal dan tidak ingin memperdulikan kondisi bagaimana ia akan melawan para paman pekerja konstruksi ini untuk berebut nasi kepal.

 Lonceng dibunyikan dari dalam, tanda jam 11 tiba. Sudah waktunya, 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Aku Mau
11822      2231     3     
Romance
Aku mau, Aku mau kamu jangan sedih, berhenti menangis, dan coba untuk tersenyum. Aku mau untuk memainkan gitar dan bernyanyi setiap hari untuk menghibur hatimu. Aku mau menemanimu selamanya jika itu dapat membuatmu kembali tersenyum. Aku mau berteriak hingga menggema di seluruh sudut rumah agar kamu tidak takut dengan sunyi lagi. Aku mau melakukannya, baik kamu minta ataupun tidak.
HAMPA
425      296     1     
Short Story
Terkadang, cinta bisa membuat seseorang menjadi sekejam itu...
Love Never Ends
12035      2542     20     
Romance
Lupakan dan lepaskan
Renata Keyla
6858      1590     3     
Romance
[ON GOING] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma ng...
Ojek Payung
555      400     0     
Short Story
Gadis ojek payung yang menanti seorang pria saat hujan mulai turun.
Premium
Cinta Dalam Dilema
39329      4874     0     
Romance
Sebagai anak bungsu, Asti (17) semestinya menjadi pusat perhatian dan kasih sayang ayah-bunda. Tapi tidak, Asti harus mengalah pada Tina (20) kakaknya. Segala bentuk perhatian dan kasih sayang orang tuanya justru lebih banyak tercurah pada Tina. Hal ini terjadi karena sejak kecil Tina sering sakit-sakitan. Berkali-kali masuk rumah sakit. Kenyataan ini menjadikan kedua orang tuanya selalu mencemas...
Kita
728      473     1     
Romance
Tentang aku dan kau yang tak akan pernah menjadi 'kita.' Tentang aku dan kau yang tak ingin aku 'kita-kan.' Dan tentang aku dan kau yang kucoba untuk aku 'kita-kan.'
Love Warning
1358      631     3     
Romance
Pacar1/pa·car/ n teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih. Meskipun tercantum dalam KBBI, nyatanya kata itu tidak pernah tertulis di Kamus Besar Bahasa Tasha. Dia tidak tahu kenapa hal itu seperti wajib dimiliki oleh para remaja. But, the more she looks at him, the more she's annoyed every time. Untungnya, dia bukan tipe cewek yang mudah baper alias...
The One
323      216     1     
Romance
Kata Dani, Kiandra Ariani itu alergi lihat orang pacaran. Kata Theo, gadis kurus berkulit putih itu alergi cinta. Namun, faktanya, Kiandra hanya orang waras. Orang waras, ialah mereka yang menganggap cinta sebagai alergen yang sudah semestinya dijauhi. Itu prinsip hidup Kiandra Ariani.
Rumah Jingga.
2278      894     4     
Horror
"KAMU tidAK seharusnya baca ceritA iNi, aku pasti meneMani di sAmpingmu saaT membaca, karena inI kisahku!" -Jingga-