Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Ghost's Recipe
MENU
About Us  

 Alice meliburkan kegiatannya, ia sudah mengirimkan pesan pada bos pemilik kafe untuk cuti sehari saja. Untungnya, bos pemilik kafe sudah pulang dari perjalanan panjangnya, ia memberikan kesempatan libur untuk gadis itu.

 Induk semang memanggil beberapa pekerja yang bisa membantu mereka memindahkan barang. Orang-orang mulai menggotong baju, barang-barang di dalam dapur. Mereka hanya meninggalkan kulkas berada di tempatnya karena sudah tidak muat di rumah induk semang.

 Setelah malam itu, Induk semang mengajak Alice untuk tinggal di tempatnya. Walaupun awalnya Alice menolak karena belum terbiasa, tapi Induk semang tidak menyerah. Selama tiga hari berturut-turut, induk semang akan bolak balik ke kamar loteng pagi-pagi untuk mengantarkan makanan kepada Alice. Karenanya, gadis itu tidak perlu memikirkan resep masakan apa yang perlu ia masak.

 Tapi, ia juga merasa tidak enak. Pernah pagi-pagi Alice sengaja menunggu induk semang di balik pintu. Saat induk semang berjalan menuruni tangga, ia terus mendesah kakinya yang sakit. Bahkan bergerak pun sangat perlahan dan tidak nyaman.

 “Bibi maksudku-“ Alice mengerjap, ia membekap mulutnya sendiri. Kata nenek itu sangat sulit untuk diucapkan karena tidak biasa.

 “Tidak apa-apa. Perlahan saja, jangan memaksakan diri.” Induk semang mengelus punggung Alice, seolah memberinya kekuatan dari sentuhan langsung itu.

 “Aku akan tinggal bersama bibi, lagipula kamar loteng sudah sempit. Lebih baik, aku pindah dan tinggal di bawah. Jadi aku juga tidak perlu bersusah payah untuk naik ke atap saat sudah lelah bekerja.” Alice memantapkan dirinya, ia sudah melatih kata-kata yang sama persis selama berjam-jam di depan cermin.

 “Bagus, itu sangat bagus! Aku sudah mempersiapkan kamarmu.”

 “Tapi- bagaimana jika membiarkan kamar loteng tetap seperti itu saja?”

 “Kenapa?”

 Alice hanya tersenyum, ia mengepalkan tangannya. “Aku ingin membiarkannya sama seperti kenangan saat ayah dan ibu masih hidup, dan juga saat seperti malam itu. Di mana kita berkumpul bersama.”

 Alis induk semang terangkat naik. “Berkumpul bersama?”

 “Maksudku- malam itu ayah dan ibu juga ada di sana, kan? Melihat kita berdua di ruangan yang sama, mungkin saja mereka menunggu di sana karena merindukan bibi.” Alice jadi gelagapan karena salah bicara, dia kan belum mengatakan pada induk semang bahwa dirinya bisa melihat arwah gentayangan.

. Induk semang tampak bahagia. “Benar, pasti keduanya terus memantau dan ikut senang karena kita bertemu kembali.”

 Alice tidak bisa mengatakan bahwa arwah ayah dan ibunya memang terus memantau dan berkeliaran di samping induk semang sepanjang hari. Mereka bahkan memijat induk semang setiap harinya! Bukankah itu mengerikan? Bulu kuduk Alice ikut berdiri.

 Yang tersisa di ruangan kosong itu hanyalah karpet, kompor yang bisa ia bawa sendiri dan juga kulkas yang akan tetap berada di sana. Alice harus segera mengosongkan isi kulkas itu agar tidak membusuk.

 Pertama-tama ia harus mengecek dahulu apakah seluruh barangnya sudah diletakkan ke tempat yang benar. Ia segera menuruni tangga untuk memberitahu induk semang tentang kompor. Entah, apakah ia perlu menurunkan kompornya atau meletakkannya saja di sana. Mungkin suatu saat akan diperlukan.

 Setelah berkonsultasi dengan induk semang, keduanya setuju untuk meletakkan barang-barang itu di atas saja karena rumah induk semang juga tidak mungkin untuk menampung dua kompor.

 Ia langsung membawa tas keranjang kecil untuk menampung bahan-bahan dari kulkasnya.

 Saat sampai di depan pintu, ada bau asap aneh dari dalam. Juga bunyi klontang dari dalam. Sebelum keluar dari ruangannya, ia sudah memastikan tidak ada pekerja yang terkunci di dalamnya. Tapi siapa yang tetap berada di dalam? Di saat tidak ada siapapun lagi di sana.

 Alice memutar kenop pintu perlahan agar tidak menimbulkan suara, ia tidak bisa mengintip karena arah dapur berbeda dengan arah pintu yang dibuka. Jadi ia melebarkan pintunya dengan perlahan tanpa menimbulkan suara.

 Ia tidak mendapati siapapun di sana, tapi pintu kulkasnya terbuka lebar. Aneh sekali.

 Dengan berani gadis itu melangkah perlahan-lahan. Ada seseorang di sana, terlihat transparan. Mengenakan baju yang amat gadis itu kenali.

 Arwah lelaki yang sudah menghilang itu memalingkan wajahnya ke arah Alice, ia terkejut bukan main menemukan gadis itu bersiap-siap memukulnya dengan keranjang di tangannya.

 “Berhenti!” Lelaki itu mengulurkan bawang serta daun bawang yang ia ambil dari dalam kulkas.

 Kulkas dengan sendirinya menutup dan menciptakan suara blam yang tidak cocok sekali dengan situasi itu. Sedangkan panci di atas kompornya terus meluap-luap.

 Segera arwah lelaki itu berbalik, ia memasukkan bawang yang sudah dipotong-potong ke dalamnya. Lagi-lagi ia membuka kulkas dan mengambil telur yang tersisa dari dalam. Dengan gerakan cepat ia menuangkan air, membuka bungkus mie instan. Ia langsung memecahkan telur dengan satu tangannya dan segera mengaduk telur dengan cepat. Hal terakhir yang ia lakukan adalah memasukkan mie instan serta bumbunya ke dalam, lalu menunggu masakannya matang.

 “Wah, hampir saja.” Arwah lelaki itu menyeka dahinya yang berkeringat sepertinya.

 Alice tidak percaya menemukan arwah lelaki itu sekarang berada di hadapannya, tengah memasak mie instan yang tidak cocok sekali.

 “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Alice penuh selidik.

 “Memasak, awalnya aku ingin memasak yang lain. Tapi semua penanak nasi, bahkan bumbu dapur menghilang. Ruangan ini saja sudah kosong, dan semua benda menghilang membuatnya lebih kosong lagi!”

 “Aku akan pindah.”

 Arwah lelaki itu menelengkan kepalanya. “Kenapa?”

 “Harusnya aku yang bertanya kenapa kepadamu, jelaskan padaku. Ke mana selama ini kau pergi dan kenapa tidak pernah kembali lagi ke sini?” Alice berkacak pinggang, matanya memelototi arwah lelaki itu.

 Arwah lelaki itu berbalik, ia menatap Alice lekat-lekat. “Aku sudah memutuskan,” ia tersenyum cerah. “Hari ini aku akan meninggalkan dunia. Tepat di hari kelahiranku.”

 Alice tak bisa mempercayai apa yang ia dengar.

 Di tengah-tengah keheningan, suara air mendidih memecahkan suasana. Seolah ada gelembung-gelembung yang terus membesar lalu memecah di dalam kuah kental berwarna kuning keemasan.

 “Sudah matang, waktunya makan.” Lelaki itu menahan gagang panci di tangannya sambil melihat ke arah Alice.

 Di ruang tamu sudah tidak ada meja kecil lagi, semuanya sudah dipindahkan ke bawah. Yang tersisa hanyalah kompor yang sudah dimatikan apinya.

 Alice berjalan mendekati arwah lelaki itu, saat ini hatinya terasa lebih pedih ketimbang biasanya. Entah apa yang menahan dirinya untuk tidak mengungkapkan sesuatu, apa hari ini hari dimana ia harus merelakan kepergian lelaki itu.

 Gadis itu membuka tutupnya, lagi-lagi asap panas yang terus membumbung keluar melewati jendela. Hari ini, tidak ada bulan yang menemaninya. Apakah kepingan tubuh lelaki itu akan bergerak ke sinar matahari? Ia teringat pertemuan pertama mereka juga saat matahari bersinar terang di luar, membutakan matanya untuk sesaat sebelum menemukan arwah lelaki itu berdiri tepat di depan rumah induk semang.

 Alice membuka rak atas, mengambil sepasang sumpit dari semua sumpit yang sudah ia kumpulkan.

 Gadis itu langsung menyendok sedikit mie, meniup-niupnya perlahan sampai dirasa sudah agak dingin. Ia menyendok mie instan itu ke mulutnya. Semenjak hari itu, Induk semang tidak membiarkan Alice makan mie instan lagi.

 Lagi-lagi pipi gadis itu memerah, matanya terasa panas. Air mata yang terpendam akhirnya meledak, menjadi tangisan yang tak bisa gadis itu bendung. Suara isakannya terus menggema di ruang kosong. Tangannya menutupi wajahnya, namun ia tak bisa menahan air mata yang terus mengalir.

 Meskipun begitu, ia tetap berusaha menyendok mie, memakannya dengan susah payah. Terus mengunyah sampai bisa menelannya ke perut. Rasanya sakit di tenggorokkan.

 “Ternyata malam itu aku melarikan diri dari rumah karena sudah lama menahan rasa sakit. Kedua orang tua-ku sibuk bekerja, tidak berada di rumah untuk waktu yang lama. Karena trauma masa lalu, mereka terus memaksaku untuk mengikuti keputusan mereka. Tapi, aku tidak bisa menahannya, akhirnya memilih untuk mengikuti apa yang aku sukai. Memasak, ada seni di dalam duniaku. Berbeda dengan yang lain, setidaknya saat memasak, hatiku terus merasakan kelegaan tak berujung.” Arwah lelaki itu berucap.

 “Tentu saja keputusanku tidak pernah membuat mereka bangga. Aku tau, aku tau betapa sulitnya mereka mencari uang untuk kehidupanku yang lebih baik, untuk masa depanku yang lebih cerah. Tapi, aku melalui setiap harinya seolah ada beban di punggungku. Aku ingin bebas, memilih apa yang aku mau dan pastinya memastikan jalan yang aku ambil tidaklah salah.” Lanjutnya.

 Arwah lelaki itu menyeka air mata Alice. “Aku melarikan diri, mencari tempat untuk tinggal seolah aku sudah dewasa. Meninggalkan semua yang sudah aku jalani separuhnya.” Arwah lelaki itu tertawa.

 “Kau- menyesalinya sekarang?” Alice membiarkan arwah lelaki itu terus menyeka air matanya yang jatuh.

 Arwah lelaki itu menggeleng lemah. “Meskipun aku mati sekarang, setidaknya aku sudah melakukan hal yang kusukai walaupun sebentar. Tidak ada penyesalan soal kehidupan yang sudah kujalani, tapi kalau diberi kesempatan...” ia menimbang-nimbang kelanjutannya. “Aku ingin meminta maaf, bukan- aku ingin hidup lagi, meminta maaf, melakukan hal yang kusukai. Adakah kesempatan seperti itu?”

 Alice ingin mengangguk, tapi ia tidak bisa. Mereka sama-sama melihat ke bawah, kedua telapak kaki lelaki itu sudah mulai memecah menjadi kepingan-kepingan kecil. Benar saja, kepingan itu bergerak melewati jendela, keluar menembus cahaya matahari.

 “Sudah tidak bisa, ya?” Suara arwah lelaki itu berubah parau.

 “Itulah kenapa seharusnya kau tidak memasak, kita kan bisa menunggu! Menunggu sampai kau bangun!” tanpa sadar, Alice malah meninggikan suaranya. Sekarang air matanya terasa seasin kuah kaldu mie instan.

 Lagi-lagi kenapa lelaki itu malah menggeleng? Alice tak bisa habis pikir.

 “Tidak ada perkembangan, aku tidak bisa koma terlalu lama... Hari ini hari terakhirnya, kalau aku masih belum bangun maka semua alat yang menompang hidupku akan dicopot. Itu sama saja dengan mati kan?” Alis arwah lelaki itu berkerut, matanya kini juga dipenuhi dengan genangan air mata.

 Alice tak bisa berkata apapun, ia hanya terus memakan mie instan sampai tersisa setengah.

 “Aku sudah menemukan keluargaku, aku juga tidak akan kelaparan lagi, tidak akan pernah memakan mie instan lagi, tidak tidur di tempat sempit dan kosong ini, aku sudah punya kamarku sendiri, seseorang yang bisa kuanggap keluarga. Jadi- jadi... terima kasih, Joseph. Benar-benar terima kasih untuk waktu yang sudah kita habiskan bersama ini. Aku-“

 Belum selesai gadis itu berbicara, lelaki itu sudah merentangkan lengannya, menarik Alice ke dalam dekapannya. Pelukan hangat itu seolah-olah ucapan selamat tinggal dari arwah lelaki itu. Wajah lelaki itu menempel di bahu Alice, napasnya terasa hangat di tengkuk leher gadis itu.

 “Terima kasih juga untuk pengalaman indahnya. Aku tidak akan pernah melupakannya lagi. Di kehidupan selanjutnya, aku berjanji akan menemuimu, memasak masakan yang enak untukmu. Jadi, tetaplah menjadi Alice saat bertemu lagi denganku. Aku juga akan tetap menjadi seorang Joseph, yang tidak mati hanya karena dipukuli kepalanya.” Arwah lelaki itu menyelipkan candaan di akhir katanya.

 Tubuhnya semakin menghilang, sebentar lagi, sedikit lagi. Alice harus mengatakannya sebelum ia tidak memiliki kesempatan. Mungkin terdengar aneh, untuk seorang arwah gentayangan yang akan meninggalkan dunia manusia. Tapi kenangan yang terjalin tidak akan bisa dilupakan selamanya. Ia terus tertanam di setiap sudut ruangan Alice, di pintu kulkas, di atas kompor, di meja ia makan, di ruang tamu tempat ia tidur, bahkan di depan rumah induk semang.

 “Aku- aku! Menyukaimu! Benar-benar menyukaimu- tapi aku tidak bisa mengatakannya karena-“ akhir kalimat itu diakhiri dengan kehilangan sesosok arwah.

 “Aku juga menyukaimu! Mari bertemu lagi dan berhubungan saat waktu kita bertemu lagi!” Teriakan yang terdengar dari balik sinar matahari berwarna kekuningan di siang hari.

 Sepertinya Alice tidak akan bisa membenci matahari. Ia cepat, cepat mengambil ponsel dari kantungnya. Memotret kepingan-kepingan terakhir bagaikan pelangi yang dibiaskan sinar matahari setelah hujan.

 Di dalam ponsel, kepingan tubuh lelaki itu terlihat dengan jelas. Alice mendekapkan ponsel itu ke dadanya, berharap waktu berhenti agar momen yang ada tidak terhenti begitu saja. Karena mungkin saja, mereka benar-benar akan bertemu kalau ditakdirkan lagi. 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Aku Biru dan Kamu Abu
880      519     2     
Romance
Pertemuanku dengan Abu seperti takdir. Kehadiran lelaki bersifat hangat itu benar-benar memberikan pengaruh yang besar dalam hidupku. Dia adalah teman curhat yang baik. Dia juga suka sekali membuat pipiku bersemu merah. Namun, kenapa aku tidak boleh mencintainya? Bukannya Abu juga mencintai Biru?
Anak Magang
135      125     1     
Fan Fiction
Bercerita sekelompok mahasiswa yang berusaha menyelesaikan tugas akhirnya yaitu magang. Mereka adalah Reski, Iqbal, Rival, Akbar. Sebelum nya, mereka belum mengenal satu sama lain. Dan mereka juga bukan teman dekat atau sahabat pada umumnya. Mereka hanya di tugaskan untuk menyelesaikan tugas nya dari kampus. Sampai suatu ketika. Salah satu di antara mereka berkhianat. Akan kah kebersamaan mereka ...
ORIGAMI MIMPI
34610      4361     55     
Romance
Barangkali, mimpi adalah dasar adanya nyata. Barangkali, dewa mimpi memang benar-benar ada yang kemudian menyulap mimpi itu benar-benar nyata. Begitulah yang diyakini Arga, remaja berusia tujuh belas tahun yang menjalani kehidupannya dengan banyak mimpi. HIngga mimpi itu pula mengantarkannya pada yang namanya jatuh cinta dan patah hati. Mimpi itu pula yang kemudian menjadikan luka serta obatnya d...
When the Music Gets Quite
118      108     0     
Romance
Senja selalu suka semua hal tentang paus biru karena pernah melihat makhluk itu di jurnal sang ibu. Ternyata, tidak hanya Senja yang menyukainya, Eris yang secara tak sengaja sering bertemu dengannya di shelter hewan terlantar dekat kos juga menyukai hal yang sama. Hanya satu yang membedakan mereka; Eris terlampau jatuh cinta dengan petikan gitar dan segala hal tentang musik. Jatuh cinta yang ...
Too Sassy For You
1614      738     4     
Fantasy
Sebuah kejadian di pub membuat Nabila ditarik ke masa depan dan terlibat skandal sengan artis yang sedang berada pada puncak kariernya. Sebenarnya apa alasan yang membuat Adilla ditarik ke masa depan? Apakah semua ini berhubungan dengan kematian ayahnya?
Rasa yang tersapu harap
10977      2396     7     
Romance
Leanandra Kavinta atau yang biasa dipanggil Andra. Gadis receh yang mempunyai sahabat seperjuangan. Selalu bersama setiap ada waktu untuk melakukan kegiatan yang penting maupun tidak penting sama sekali. Darpa Gravila, cowok sederhana, tidak begitu tampan, tidak begitu kaya, dia cuma sekadar cowok baik yang menjaganya setiap sedang bersama. Cowok yang menjadi alasan Andra bertahan diketidakp...
Luka Adia
908      569     0     
Romance
Cewek mungil manis yang polos, belum mengetahui apa itu cinta. Apa itu luka. Yang ia rasakan hanyalah rasa sakit yang begitu menyayat hati dan raganya. Bermula dari kenal dengan laki-laki yang terlihat lugu dan manis, ternyata lebih bangsat didalam. Luka yang ia dapat bertahun-tahun hingga ia mencoba menghapusnya. Namun tak bisa. Ia terlalu bodoh dalam percintaan. Hingga akhirnya, ia terperosok ...
Tembak, Jangan?
284      240     0     
Romance
"Kalau kamu suka sama dia, sudah tembak aja. Aku rela kok asal kamu yang membahagiakan dia." A'an terdiam seribu bahasa. Kalimat yang dia dengar sendiri dari sahabatnya justru terdengar amat menyakitkan baginya. Bagaimana mungkin, dia bisa bahagia di atas leburnya hati orang lain.
Yang Terukir
801      524     6     
Short Story
mengagumi seorang cowok bukan lah hal mudah ,ia selalu mencurahkan isi hatinya melalui sebuah pena,hingga suatu hari buku yang selama ini berisi tentang kekagumannya di temukan oleh si cowok itu sendiri ,betapa terkejutnya ia! ,kira kira bagaimana reaksi cowok tersebut ketika membaca buku itu dan mengetahui bahwa ternyata ada yang mengaguminya selama ini? Yuk baca:)
Take It Or Leave It
6820      2233     2     
Romance
"Saya sadar...." Reyhan menarik napasnya sejenak, sungguh ia tidak menginginkan ini terjadi. "Untuk saat ini, saya memang belum bisa membuktikan keseriusan saya, Sya. Tapi, apa boleh saya meminta satu hal?" Reyhan diam, sengaja menggantungkan ucapannya, ia ingin mendengar suara gadis yang saat ini akhirnya bersedia bicara dengannya. Namun tak ada jawaban dari seberang sana, Aisyah sepertinya masi...