Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love Rain
MENU
About Us  

Ketimbang bangunan-bangunan di sekitarnya yang menjulang, rumah yang ditempati Ahn Tae Young yang berada di Munseong-ro 38-gil, Sillim-dong, tampak amat sederhana dengan bangunan yang tak bertingkat. Dindingnya menggunakan bata yang sebagiannya bercat merah dan sebagiannya lagi bercat putih untuk di area pintu masuk. Jendelanya terpasang terali. Ada tanaman seperti perdu yang dipangkas rapi mengelilingi halaman depan rumahnya. Pohon-pohon yang tak begitu tinggi pun menghiasi sisi kiri-kanan pagar pembatas halamannya.

Tanganku menggenggam erat kantong plastik yang berisi sekotak ayam goreng sewaktu menunggu pintu berwarna putih itu dibuka. Rasa gugup kian menjalari sekujur tubuhku, sampai-sampai ujung-ujung jemariku terasa sejuk.

Aku tak tahu reaksi macam apa yang diberikan oleh kakeknya Ahn Tae Young saat melihatku. Tapi, memikirkannya membuat kegugupanku semakin kentara. Bukan tanpa alasan aku bersikap berlebihan seperti ini. Setahun yang lalu, aku pernah pergi kencan dengan seorang pemuda yang kukenal lewat kencan buta bersama Minju. Pemuda itu membawaku ke rumah orangtuanya, dan aku tak bisa melupakan reaksi mereka kala itu; mereka menganggapku dengan tak acuh setelah tahu bahwa aku bukanlah gadis yang mempunyai masa depan cemerlang. Orangtuanya, terutama ibunya, bahkan pernah berkata seperti ini: kuharap hubungan kalian tak jauh dari kata teman.

Meski aku dan Ahn Tae Young tidaklah berkencan, bagaimana jika ternyata kakekknya mempunyai reaksi yang sama seperti itu?

Oh, tidak. Lagi-lagi aku memikirkan hal yang tidak-tidak.

“Kakekku orangnya baik kok.” Bisik Ahn Tae Young, seakan sedang membaca pikiranku.

Pintu pun tertarik ke belakang, memunculkan sosok pria tua yang agak tambun dengan tungkai yang bergerak lamban. Seluruh rambut pria tua itu berwarna putih, ada kacamata yang tersanggah di hidungnya. Sesaat ia membenarkan letak kacamatanya, menatapku dan Ahn Tae Young secara bergantian. Begitu, ia langsung tersenyum. Meski keriput di mana-mana, senyumnya amat cerah, menandakan bahwa pria tua itu memiliki keramah-tamahan yang tak terkira.

“Oh, Tae Young-ah, kau ternyata!” sambut kakeknya. Sekali lagi ia melirikku dengan senyum yang masih mencekah. “Siapa gadis cantik yang kau bawa ini?”

“Ah, dia temanku.” Ahn Tae Young memperkenalkanku pada kakeknya. “Han Yuna.”

Aku pun sesaat menundukkan kepala, memberikan salam kepada kakeknya Ahn Tae Young. Ia tersenyum ramah, seolah menerima salamku.

“Han Yuna-ssi… Ayo, masuk.” Ajaknya. Ia pun membuka lebar pintu berwarna putih itu, mempersilahkanku dan Ahn Tae Young masuk.

Saat melepaskan sepatu di depan undakan, aku berpikir: agaknya, kakeknya Ahn Tae Young tak seburuk yang kukira.

“Jarang sekali Tae Young-ah membawa temannya ke rumah, terlebih perempuan.” Pria tua itu membuka suara saat menuntun kami menuju ke ruangan yang ia sebut sebagai ruang bersantai.

Sesaat ia menoleh kami, senyum ramahnya masih terpatri di wajahnya. Aku hanya tersenyum canggung, sementara Ahn Tae Young mendengus sebal.

“Ini tak seperti yang Kakek pikirkan.”

Kakeknya pun terkekeh. “Memangnya apa yang aku pikirkan?”

Lalu, kakeknya pun berbicara padaku.

“Biasanya, seseorang yang dibawa Ahn Tae Young-ah ke rumah, merupakan orang yang istimewa baginya.”

“Nah, itu dia maksudku! Kakek pasti akan berpikiran seperti itu!” Kesal Ahn Tae Young.

“Tapi aku benar, kan?” ujar kakeknya. Ahn Tae Young pun tak berkata-kata lagi, membuat kakeknya kembali terkekeh. “Ayo, Yuna-ssi, duduk di sini.”

Di ruang bersantai itu terdapat televisi yang menyala—agaknya kakeknya Ahn Tae Young sedang menonton acara memasak sebelum kami datang—yang menempel di dinding. Ada meja pendek berwarna krem di tengah-tengah ruangan, berikut sofa panjang berwarna oranye. Di belakang sofa terdapat sepasang pintu kaca yang dapat kulihat secara jelas pekarangan belakang rumahnya yang sederhana namun sejuk dipandang; selain karena hamparan rumput pendek berwarna hijau di tanahnya, pohon-pohon yang pendek nan lebat menghiasi sisi-sisi pagar pekarangan tersebut. Lalu, ada kursi goyang yang menghadap ke pekarangan, begitu pula dengan phonograph kuno dengan pengeras suaranya yang berbentuk seperti bunga terompet berada di atas nakas di samping kursi tersebut. Tak lupa juga sebuah rak panjang menempel di dinding yang berisikan buku-buku dan piringan hitam yang ditata secara rapi, kemudian piano yang tutsnya tak memiliki pelindung.

Mengikuti Ahn Tae Young, aku pun duduk di lantai di dekat meja pendek. Kuletakkan kantong plastik berisi sekotak ayam goreng di atas meja tersebut. Begitu, Ahn Tae Young pun berucap kepada kakeknya.

“Yuna membawakan ini untuk Kakek.”

Kakeknya duduk di hadapan kami, lalu membongkar isi kantong plastik. Tak lama ia mengangkat kepala dan tersenyum padaku. “Bagaimana Yuna-ssi tahu bahwa aku sangat menyukai ayam goreng? Terlebih ayam goreng yang dijual di Haengun-dong.”

“Ah… kalau itu, Tae Young-ssi yang memberitahu.” Ujarku sembari melirik Ahn Tae Young. Ia mengangkat bahu, sudut bibirnya tertarik.

Jinjja? Aku pikir Yuna-ssi pandai meramal.” Canda pria tua itu. Aku pun tertawa dibuatnya. “Kalau begitu, sebagai teman makan ayam goreng, kita harus mempersiapkan jus jeruk.”

Baru saja pria tua itu mengangkat pinggang, Ahn Tae Young menghentikannya. Kakeknya pun menatapnya.

“Aku membelikan ini untuk Kakek.” Katanya.

Ia pun bangkit dari duduknya, lalu menyerahkan sebuah piringan hitam berbungkuskan kantong plastik berwarna putih gading dengan logo milik toko yang terpampang di tengah-tengahnya. Kakeknya menyambut benda itu, lalu mengeluarkan piringan hitam dari kantong tersebut.

Omo…” gumam kakeknya setelah lama menatap benda tersebut. Kini ia berganti menatap Ahn Tae Young dengan raut wajah gembira sekaligus terharu. “Aku pernah bilang padamu, kau tak perlu mencari piringan hitam ini. Tapi, gomawo, cucuku.”

Kakeknya pun memberikannya pelukan, tak lupa menepuk-nepuk punggung pemuda itu. Dari apa yang kusaksikan, Ahn Tae Young mengulas senyum dari bahu kakeknya. Tampak sekali bahwa ia sangat menyayangi kakeknya. Aku pun tersenyum.

Jarang sekali aku melihat seorang pemuda sesayang ini pada kakeknya.[]

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
Similar Tags
Adelia's Memory
512      329     1     
Short Story
mengingat sesuatu tentunya ada yang buruk dan ada yang indah, sama, keduanya sulit untuk dilupakan tentunya mudah untuk diingat, jangankan diingat, terkadang ingatan-ingatan itu datang sendiri, bermain di kepala, di sela-sela pikirian. itulah yang Adel rasakan... apa yang ada di ingatan Adel?
Tokoh Dalam Diary (Diary Jompi)
599      442     3     
Short Story
You have a Daily Note called Diary. This is my story of that thing
Mata Senja
702      472     0     
Romance
"Hanya Dengan Melihat Senja Bersamamu, Membuat Pemandangan Yang Terlihat Biasa Menjadi Berbeda" Fajar dialah namaku, setelah lulus smp Fajar diperintahkan orangtua kebandung untuk pendidikan nya, hingga suatu hari Fajar menemukan pemandangan yang luarbiasa hingga dia takjub dan terpaku melihatnya yaitu senja. Setiap hari Fajar naik ke bukit yang biasa ia melihat senja hingga dia merasa...
Alicia
1423      684     1     
Romance
Alicia Fernita, gadis yang memiliki tiga kakak laki-laki yang sangat protektif terhadapnya. Gadis yang selalu menjadi pusat perhatian sekolahnya karena memiliki banyak kelebihan. Tanpa mereka semua ketahui, gadis itu sedang mencoba mengubur luka pada masa lalunya sedalam mungkin. Gadis itu masih hidup terbayang-bayang dengan masa lalunya. Luka yang berhasil dia kubur kini terbuka sempurna beg...
Kasih yang Tak Sampai
688      454     0     
Short Story
Terkadang cinta itu tak harus memiliki. Karena cinta sejati adalah ketika kita melihat orang kita cintai bahagia. Walaupun dia bahagia bukan bersama kita.
CHERRY & BAKERY (PART 1)
4342      1174     2     
Romance
Vella Amerta—pindah ke Jakarta sebagai siswi SMA 45. Tanpa ia duga kehidupannya menjadi rumit sejak awal semester di tahun keduanya. Setiap hari dia harus bertemu dengan Yoshinaga Febriyan alias Aga. Tidak disangka, cowok cuek yang juga saingan abadinya sejak jaman SMP itu justru menjadi tetangga barunya. Kehidupan Vella semakin kompleks saat Indra mengajaknya untuk mengikuti les membuat cu...
Dunia Gemerlap
21288      3161     3     
Action
Hanif, baru saja keluar dari kehidupan lamanya sebagai mahasiswa biasa dan terpaksa menjalani kehidupannya yang baru sebagai seorang pengedar narkoba. Hal-hal seperti perjudian, narkoba, minuman keras, dan pergaulan bebas merupakan makanan sehari-harinya. Ia melakukan semua ini demi mengendus jejak keberadaan kakaknya. Akankah Hanif berhasil bertahan dengan kehidupan barunya?
Alvira ; Kaligrafi untuk Sabrina
14514      2624     1     
Romance
Sabrina Rinjani, perempuan priyayi yang keturunan dari trah Kyai di hadapkan pada dilema ketika biduk rumah tangga buatan orangtuanya di terjang tsunami poligami. Rumah tangga yang bak kapal Nuh oleng sedemikian rupa. Sabrina harus memilih. Sabrina mempertaruhkan dirinya sebagai perempuan shalehah yang harus ikhlas sebagai perempuan yang rela di madu atau sebaliknya melakukan pemberontakan ata...
Trip
962      484     1     
Fantasy
Sebuah liburan idealnya dengan bersantai, bersenang-senang. Lalu apa yang sedang aku lakukan sekarang? Berlari dan ketakutan. Apa itu juga bagian dari liburan?
Yang Terlupa
458      261     4     
Short Story
Saat terbangun dari lelap, yang aku tahu selanjutnya adalah aku telah mati.