Loading...
Logo TinLit
Read Story - CINLOV (KARENA CINTA PASTI LOVE)
MENU
About Us  

                                                                                          Cewek itu gak suka dipaksa

 

            Hari kamis semua murid di SMA 69 Bogor memakai batik. Hari ini Mala piket ia datang lebih awal di dalam kelas sudah ada Yani dan Danu yang juga piket dengannya. Mala berdiri di depan mejanya yang masih kosong. Ia menatap sambil berpikir apakah ia bisa satu meja lagi dengan Fara. Sementara ia yakin tidak ada yang mau pindah ke meja paling depan untuk bertukar tempat.

            Pagi-pagi gadis itu sudah menghela napasnya. Sepertinya ia terpaksa harus menghabiskan sisa masa SMAnya dengan satu meja bersama teman yang sudah mengkhianatinya. Namun tiba-tiba dari belakang Malto menarik tas Mala. Pria itu mengambilnya dan meletakannya di kursinya.

            "Mulai hari ini lo duduk sama gue. Biar si cowok tai itu pindah kedepan." Malto lalu duduk di kursi yang biasa di duduki oleh Valdi. Ia mengangkat kedua kakinya ke atas meja. Malto memasang earphone ia mendengarkan musik melalui ponselnya.

            Sebenarnya dalam hati Mala mengucapkan banyak terima kasih. Namun ia tidak mau mengatakannya nanti bisa-bisa Malto besar kepala. Gadis itu lalu mengambil sapu dan mulai membersihkan kelas.

            Satu persatu penghuni kelas mulai berdatangan. Lima menit lagi bel masuk sekolah akan berdering. Namun belum semuanya masuk ke kelas. Biasanya mereka masih ada di kantin untuk jajan. Datra dan Zalmi masuk ke kelas secara bersamaan. Mereka melihat Mala duduk di kursi Valdi.

            "Loh La sekarang lo duduk di situ?" ucap Datra.

            "Mm... iya bosen di depan terus."

            Meja Datra dan Zalmi tepat berada di belakang meja Malto. "Eh kampret kemaren lo kemana? tiba-tiba pergi. Lo tau gak, akhirnya gue makan berdua sama nih orang." Zalmi mengarahkan sikutnya ke Datra. "Sumpah ya orang-orang pada ngeliatin kita berdua. Mungkin mereka pikir gue sama nih buluk, jeruk makan jeruk kali ya."

            "Tenang aja Zal, gue gak suka jeruk gue sukanya terong." Datra menyentuh paha Zalmi sambil tersenyum sok manis.

            Zalmi mendepak tangan Datra dari pahanya. "Gue gak punya terong gue punyanya wortel."

            "Idih! kecil amat kasian istri lo nanti gak puas," timpal Malto.

            Mala menggelengkan kepalanya. "Dasar ya kalian bertiga tuh seharusnya di ruqyah. Otak kalian bertiga tuh angker banyak dedemitnya."

            Ketiga cowok itu bukannya sadar malah tertawa. "La yang angker itu hatinya Malto tuh. Sampe sekarang masih jomblo. To rumah aja kalau kelamaan kosong banyak setannya apalagi hati," kata Zalmi.

            "Iya lo, lo pada setannya," ucap Malto.

            Datra dan Zalmi tertawa mereka saling sikut satu sama lain. Fara masuk kedalam kelas sekilas ia melihat Mala duduk satu meja dengan Malto. Gadis itu cuek saja ia tidak mempedulikan dimana posisi duduk Mala. Tidak lama Valdi datang ia berjalan menuju mejanya. Namun ia lihat Malto sudah duduk di kursinya.

            "Mulai hari ini lo duduk di depan. Gak masalah kan. Atau lo keberatan, gak terima, terus mau berantem sama gue di luar," ucap Malto mimik wajahnya santai namun nada bicaranya yang sedikit menantang.

            Valdi melihat Mala namun gadis itu sama sekali tidak memandangnya. Valdi tahu alasan ia di kudeta dari tempat duduknya sendiri. Mantan pacar Mala itu menarik napasnya ia sama sekali tidak ingin mencari ribut di pagi hari yang cerah itu. Valdi dengan terpaksa duduk di kursi yang pernah di duduki oleh Mala. Datra dan Zalmi saling pandang mereka tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Baru pertama kali ini mereka berdua lihat Malto dan Valdi mengeluarkan aura permusuhan.

            Jam pertama hari ini adalah pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Semuanya terdiam ketika seorang guru pria masuk kedalam kelas. Mala menulis apa yang guru itu tulis di papan tulis. Sesekali ia melihat punggung Valdi yang duduk di depannya. Ia harus sadar bahwa hubungannya dengan Valdi kini sudah berakhir. Gadis itu lalu melihat punggung Fara entah kenapa ia menghela napasnya. Mungkin Mala ingin menghilangkan rasa sakit karena telah di khianati.

            "Jadi bener kan mereka tuh pacaran." Arin begitu bernapsu. Ia membuka matanya lebar-lebar. "Tapi bagus deh ketahuan. Yang penting kan sekarang lo udah putus sama si cowok berengsek itu."

            Mereka bicara sambil terduduk di ruang kesenian. Tidak ada orang lain selain mereka di sana. Yang lainnya sibuk berburu makanan di saat jam istirahat.

            "Rasanya sakit sekaligus lega. Tapi gue penasaran sih kenapa dia tega duain gue. Gue pengen tau alasan dia apa." Mala duduk di kursi hitam yang bisa di lipat. Di dekatnya ada jejeran alat musik tradisional.

            "Kalau alasannya karena Fara lebih seksi, bahenol, dan gede gimana?"

            "He, lo pikir dia itu Malto apa. Kalau karena fisik harusnya dari awal kan dia nembak Fara bukannya gue."

            "Iya sih. Tapi biar bagaimana juga Valdi kan tetep cowok. Apalagi dia semeja sama Malto, otaknya pasti udah terkontaminasi sama si Malto." Arin berdiri di dekat gitar.

            "Gak tau ah pusing gue. Mendingan kita ke kantin yuk." Mala menggenggam tangan Arin. Mereka berdua menuju kantin.

            "Gandengan tangan mulu emangnya mau nyebrang." Malto tiba-tiba datang ia langsung berdiri di tengah memisahkan Mala dan Arin. Kedua tangan laki-laki itu ia gantungkan di pundak Mala dan Arin. "Mau ke kantin ya? Ada yang mau nraktir gue gak? Haus nin pengen minum."

            Arin mengangkat pundaknya untuk menyingkirkan tangan Malto. "Lo bukannya orang kaya ya. Perasaan lo minta di traktir terus."

            "Yang kaya itu orang tua gue. Gue mah apa atuh bukan siapa-siapa. Lagian ya gue tuh lagi nabung buat masa depan."

            "Masa depan?" Mala menatap Malto yang merangkul pundaknya.

            "Iya masa depan. Gue tuh pengen cepet nikah. Soalnya udah gak tahan pengen uwawa-an sama istri." Lagi dan lagi Malto mengucapkan kata-kata yang hanya ia sendiri yang tahu apa artinya.

            Mala dan Arin saling bertatapan. Mereka sebenarnya tidak tahu apa arti dari kata uwawa-an. Namun mereka yakin kalau maknanya pasti kotor. Arin mendecakan lidahnya. Sementara Mala menggelengkan kepalanya.

            "Aduh... aduh... sakit... sakit... sakit," Malto meringis kesakitan kedua daun telinganya di jewer oleh Mala dan Arin. Kedua gadis itu menjewer sambil berjalan. "Iya, ampun, ampun. Maksud gue uwawa-an itu artinya, jalan-jalan."

            "Pembohong!" kata Mala.

            Mala berjalan menuju gerbang sekolah. Di sampingnya tadi ada Arin namun gadis itu berjalan terlebih dahulu menuju tempat parkir karena Datra sudah menunggunya di atas sepeda motor. Mala sedikit terkejut ketika ada seseorang yang menyentuh pergelangan tangannya.

            Tanpa meminta persetujuan Valdi menarik Mala. Ia membawa gadis itu menuju tempat parkir. Valdi melepaskan genggamannya dan berdiri menghadap mantan pacarnya itu.

            "Ada apa lagi sih Val? Semuanya tuh udah selesai." Mala menatap Valdi.

            "Belum La. Belum selesai. Kamu belum dengerin penjelasan aku."

            "Penjelasan apa lagi sih? Semuanya udah jelas. Kamu selingkuh sama teman satu meja aku. kurang jelas gimana coba." Mala memelankan intonasi suaranya. Masih ada beberapa orang di sekitar mereka yang sedang menyalakan motornya.

            "Bisa gak sih kamu dengerin aku dulu. Aku punya alasan yang kuat kenapa aku selingkuh sama Fara." Valdi berusaha menjelaskan.

            "Kamu ngomong kaya gitu seakan-akan kamu bangga ya sama apa yang udah kamu lakuin. Iya aku tau alasannya. Karena Fara lebih cantik, seksi, dan dadanya lebih besar kan!"

            Valdi terkejut ia tidak menyangka Mala bisa mengatakan hal seperti itu. "Apa! Enggak La bukan itu."

            "Udah lah aku males ngomong sama kamu." Mala berjalan pergi namun Valdi menahan lengannya. "Lepas."

            "Sebentar aja La." Terlihat raut wajah Valdi menunjukan mimik yang menyesal. Ia sangat ingin menjelaskan sesuatu pada Mala namun gadis itu sama sekali tidak mau mendengarkannya.

            Malto seperti Power Ranger yang tiba-tiba datang untuk menyelamatkan seseorang. Ia langsung mendepak tangan Valdi dari lengan Mala. Wajah Malto memberengut ia menatap tajam ke arah Valdi.

            "Jangan suka maksa. Cewek itu gak suka di paksa," ucap Malto.

            "Lo lagi. Lo tuh bisa gak sih jangan ganggu. Gue lagi mau ngomong sama cewek gue. Lo gak usah ikut campur." Kini malah wajah Valdi yang memberengut.

            Malto menjentikan jari beberapa kali di depan wajah Valdi. "Mas Bro lo lupa ya, lo sama Mala udah putus jadi dia bukan cewek lo lagi. Dari awal gue juga memang udah gak suka kalau dia jadi cewek lo."

            Mala melirik ke arah Malto. Ia mendengar dengan jelas apa yang baru saja di katakan oleh Malto. Tapi kenapa ia baru bilang sekarang. Selama ini Malto tidak pernah mengatakan kalau ia tidak suka Mala berpacaran dengan Valdi. Malah waktu pertama kali Mala bilang ia sudah resmi menjadi pacar Valdi, Malto tersenyum dan menepuk nepuk pundak Mala dengan lembut.

            "Ayo La kita pergi." Malto menggenggam tangan Mala. Laki-laki itu membawanya menuju halte bus yang letaknya sekitar dua puluh meter dari gerbang sekolah. "Lain kali kalau lo di gangguin dia lagi bilang sama gue."

            Mala sama sekali tidak mendengarkan apa yang baru saja di katakan oleh Malto. Pandangan Mala fokus ke tangannya yang sampai detik ini masih di genggam oleh Malto. Mereka berdua sudah ada di halte bus. Entah sadar atau tidak Malto masih menggenggam tangan lembut Mala. Gadis itu menutup mulutnya, ia masih melihat ke arah tangannya.

            "Mal, tangan lo." Mala mencolek Malto.

            Malto bergidik ia lalu melepaskan tangannya. "Maaf, maaf, kelupaan." Suasana menjadi canggung. Mala mengaitkan rambut di belakang daun telinganya. Sedangkan Malto menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal.

            Bus GoTrans datang dan berhenti tepat di depan mereka. Mala dan Malto melihat bus itu yang terdiri dari dua warna Hijau dan abu-abu. Tapi bukan itu sebenarnya yang sedang mereka pikirkan. Namun kecelakaan ciuman yang terjadi pada mereka. Mala jadi tidak nyaman. Gadis itu menelan ludahnya. Sepertinya untuk beberapa waktu ia harus menghindari bus itu untuk menghilangkan ingatan soal kejadian waktu itu.

            Malto juga berpikir dalam kepalanya. Menghindari bus itu sangatlah tidak mungkin. GoTrans sangat populer di kota hujan itu. Keberadaanya sudah menyingkirkan angkot yang selama ini merajai jalanan. Ada lebih dari dua ribu GoTrans yang tersebar seantero kota. Jadi untuk menghindari bus itu sangatlah tidak mungkin. Malto dan Mala menggelengkan kepalanya secara bersamaan.

            Mala naik terlebih dahulu di susul oleh Malto tidak lupa mereka menempelkan tiket elektronik pada mesin kecil yang berada di dekat pintu masuk. Mala duduk di dekat jendela dan Malto duduk di sampingnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

Tags: twm18 twm18

How do you feel about this chapter?

0 1 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • ajunatara

    jadi inget dulu pernah di jambak sama cewek gue di kelas

    Comment on chapter JAMBAKAN MALA
Similar Tags