Loading...
Logo TinLit
Read Story - Depaysement (Sudah Terbit / Open PO)
MENU
About Us  

Aniara telah duduk di tempat tidurnya dalam diam selama sepuluh menit. Sinar matahari dari luar tidak mengganggunya karena tirai yang tertutup, sehingga ia bisa berlama-lama menatap dinding tanpa perlu teringat tentang hari yang perlu ia jalani. 

Setidaknya, sampai kucing berbulu oren peliharannya mengeong nyaring dan meloncat ke arah tirai, menarik kain panjang itu dengan bunyi berisik. Sinar mentari membanjir masuk dan Aniara mengerang, menyaingi meongan si kucing. 

"Kenapa sih, pagi-pagi begini kau harus seribut ini?" protes pemuda itu. Kucingnya mengeong lebih keras lagi. Aniara melempar selimut dari kakinya dan berdiri sambil menggerutu. Bersamaan dengan itu, ponselnya yang diletakkan di atas bantal berdering, nomor kontak bernama 'Dirgarama' tertera di sana. 

"Apa?" sergah Aniara setelah mengangkat telepon. Ia berjalan menuju dapur dan hampir jatuh ketika disandung oleh kucingnya. "Jauh-jauh dari kakiku!" 

"Kau bicara padaku atau pada Buron?" tanya Dirga dari seberang sambungan.

"Kalau aku sampai perlu meneriakimu supaya jauh-jauh dari kakiku, mukamu bakal sudah kutendang duluan." Aniara menjepit ponselnya di antara pipi dan bahu selagi menuangkan makanan di mangkuk makan Buron. "Kenapa menelepon pagi-pagi?" 

"Pagi? Ini sudah siang!" 

"Tomato, tometo. Ada apa? Kalau mau ngutang, uangku juga sedang tipis."

"Anya, aku lebih kaya darimu. Nenek buyutku lebih kaya darimu." 

Aniara memutar mata, tapi sudut-sudut bibirnya terangkat. Semasa ia dan Dirga masih berumur di bawah delapan belas tahun, selalu dirinyalah yang bertugas membuat kesal sahabatnya itu. Semenjak keduanya masuk kuliah, justru sebaliknya yang terjadi. 

Aniara tidak keberatan. Kadang, ketika ia tidak punya keinginan untuk bangun, ejekan dan gurauan Dirga-lah yang mampu memberinya sedikit semangat. 

"Jadi?" 

"Jadi apa?" 

Namun lebih seringnya mereka ingin melemparkan kursi ke kepala satu sama lain. Seperti sekarang, misalnya. 

"Kenapa kau menelepon, Dirga?" ulang Aniara. Ia tetap menjepit ponselnya di antara pipi dan bahu selagi mengeluarkan sebungkus bubur instan dari lemari dan meletakkan panci di atas kompor untuk menjerang air. 

"Ada pameran lukisan di museum kota lusa," jawab Dirga. Aniara mendehum, menunggu kelanjutannya, tetapi sahabatnya tidak mengatakan apa-apa lagi. 

"Lalu?" desaknya dengan kening berkerut. Air di dalam panci mulai beriak, uapnya menghangatkan dapur. 

"Aku ingin kau ikut denganku melihat-lihat," kata Dirga dan Aniara sadar bahwa di dalam perkataan sahabatnya itu tidak ada permintaan, hanya fakta, seakan ia tahu pasti Aniara akan menemaninya. 

Dengan ngeri, Aniara menyahut, "Dan apa yang membuatmu berhalusinasi kalau aku mau melihat-lihat pameran seni? Cuma karena aku membuka komisi gambar, bukan berarti aku fanboy Van Gogh." 

"Kau pikir aku mengajakmu karena kupikir kau bakal tertarik?" Dirga mendengus. "Lawak. Aku mengajakmu karena aku dan Harisa baru putus. Kalau aku datang sendiri, nanti aku kayak orang galau." 

"Sialan," maki Aniara. Ia menuang air panas ke dalam mangkuk berisi bubur instan dan mengaduknya dengan sendok. "Ya, terserahlah, aku ikut." 

"Yey," Dirga bersorak tanpa nada. "Makasih banyak, Yang Mulia–"

"Hmm."

"–Yang Mulia kantong tipis." 

"Hoi!" serunya pada ponselnya, tetapi Dirga sudah lebih dulu memutuskan sambungan. Aniara lagi-lagi memutar mata sebelum duduk di atas meja dapur dan menyuap buburnya, menonton Buron yang sedang membersihkan wajah setelah mengosongkan wadah makannya. 

Buron mengeong nyaring dan meloncat ke atas pangkuan Aniara, memijat lututnya sebelum bergelung di sana. Aniara menyipitkan mata, tapi tetap mengelus kepala Buron sampai kucing itu tertidur. 

Sepertinya, pagi ini dia tidak bisa ke mana-mana. 

*
Aniara bangun dengan helaan napas tajam dan pakaian basah kuyup kena keringat. Sinar matahari menerangi kamarnya karena ia lupa menutup tirai sebelum tidur. Ada bunyi barang jatuh dari luar. 

"Buron!" serunya refleks. "Apa yang jatuh?!" 

Tentu saja tidak ada yang menjawab. 

Aniara mengerang, mengusap wajahnya yang sedingin es dengan tangan yang juga sedingin es. Masih sedikit terdisorientasi, ia bangun dan duduk bersila di atas tempat tidur. 

Dia … bermimpi. Tentang sesuatu. Perang? Atau mungkin wajahnya sendiri di dalam cermin. Atau sesuatu. Memori tentang mimpi itu lenyap dari pikirannya secepat ombak menarik diri dari pantai. 

Ponselnya mengeluarkan bunyi dering pendek lima kali, bunyi yang dipakai Aniara untuk mengingatkan dirinya sendiri jika ada komisi yang perlu diselesaikan hari ini. 

Dengan helaan napas panjang, ia melawan keinginan untuk kembali berbaring dan memaksa diri untuk berjalan ke kamar mandi. 

Komisinya kali ini dipesan oleh sebuah akun kosong yang meminta ilustrasi dua orang berwajah serupa dengan kebebasan penuh pada Aniara dalam memilih pose dan komposisinya.  

Tentu saja Aniara agak curiga, tetapi orang itu memesan komisi ilustrasi lengkap dengan latar belakang dan pewarnaan penuh. Kalau ternyata orang itu penipu, Aniara hanya akan rugi satu ilustrasi, tapi seandainya orang itu benar-benar akan membayar, dompet Aniara bisa terisi lebih dari setengahnya. 

Setelah empat jam membungkuk di depan tablet, hasil akhirnya adalah sebuah ilustrasi seorang laki-laki berambut hitam pendek yang duduk di pinggir sungai, pantulannya balik menatap dari dalam air dengan ekspresi yang berbeda. 

Lama-lama memandang ilustrasi itu mengingatkan Aniara pada sisa memori dari mimpinya tadi malam. 

Wajah yang serupa dengannya, menatap balik dari dalam cermin. 

Mata kirinya berkedut selagi ia menyimpan ilustrasi itu dan mematikan tabletnya. Batas waktu yang diberikan orang itu adalah tengah malam, jadi ia bisa mengirimkannya nanti. 

Sekarang, perutnya berkeruyuk ketika bayangan mi instan lewat di pikirannya. 

Lagi-lagi, ia nyaris jatuh tersandung tubuh Buron dalam perjalanan ke dapur. Lagi-lagi, ia menjerang air sambil mengisi ulang wadah makan kucing itu. 

Hari itu berjalan seperti biasanya. Jadi kenapa…?

*
Aniara terlonjak sambil menyumpah ketika bunyi dering ponsel mengejutkannya dari tidur seperti tali gantungan yang disentakkan. Tanpa tedeng aling-aling, ia menyambar ponselnya dan mengangkat telepon. 

"Kusumpahi orang tuamu jadi cacing!" semburnya. 

Sejenak, orang di seberang sambungan tidak mengatakan apa-apa. Lalu, ia tertawa terbahak-bahak. 

"Orang tuaku jangan dibawa-bawa, woi!" seru Dirga di antara tawa. 

Aniara merengut, mengucek mata dengan kesal. "Salah sendiri menelepon pagi-pagi. Jam delapan juga belum." 

"Justru itu, pamerannya buka jam sembilan," kata Dirga kalem. Nadanya justru memicu kedutan di mata kiri Aniara. 

"Bukan berarti kita harus berangkat jam sembilan pas," protesnya. "Aku belum makan, belum mandi, belum mengecek komisi. Buron saja belum bangun!"

"Bangunkan, kalau begitu." 

"Dirga–! Brengsek, diputus," omel Aniara. Ia melemparkan ponselnya kembali ke atas bantal dan meregangkan kedua lengan. Mengingat kelakuan Dirga di masa lalu, dia pasti akan tetap ngotot membawa Aniara ke pameran meski Aniara belum mandi sekali pun. Jadi, dengan setengah keikhlasan, pemuda itu beranjak bangun dan pergi ke kamar mandi. 

Kali ini, kakinya tidak tersandung tubuh si kucing.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
INTERTWINE (Voglio Conoscerti) PART 2
3606      1120     2     
Romance
Vella Amerta—masih terperangkap dengan teka-teki surat tanpa nama yang selalu dikirim padanya. Sementara itu sebuah event antar sekolah membuatnya harus beradu akting dengan Yoshinaga Febriyan. Tanpa diduga, kehadiran sosok Irene seolah menjadi titik terang kesalahpahaman satu tahun lalu. Siapa sangka, sebuah pesta yang diadakan di Cherry&Bakery, justru telah mempertemukan Vella dengan so...
MISUSER
705      446     2     
Short Story
Tujuh belas kilometer dari tempatku saat ini, aku dan Mei dihadapkan pada kejadian yang jika kami mengetahui sebelumnya, kurasa kami mungkin akan menghabiskan waktu di rumah masing-masing.
One-Week Lover
1977      983     0     
Romance
Walter Hoffman, mahasiswa yang kebosanan saat liburan kuliahnya, mendapati dirinya mengasuh seorang gadis yang entah dari mana saja muncul dan menduduki dirinya. Yang ia tak tahu, adalah fakta bahwa gadis itu bukan manusia, melainkan iblis yang terlempar dari dunia lain setelah bertarung sengit melawan pahlawan dunia lain. Morrigan, gadis bertinggi badan anak SD dengan gigi taring yang lucu, meng...
Memento Merapi
21723      2316     1     
Mystery
Siapa bilang kawanan remaja alim itu nggak seru? Jangan salah, Pandu dan gengnya pecinta jejepangan punya agenda asyik buat liburan pasca Ujian Nasional 2013: uji nyali di lereng Merapi, salah satu gunung terangker se-Jawa Tengah! Misteri akan dikuak ala detektif oleh geng remaja alim-rajin-kuper-koplak, AGRIPA: Angga, Gita, Reni, dan Pandu, yang tanpa sadar mengulik sejarah kelam Indonesia denga...
I Hate My Brother
478      324     1     
Short Story
Why my parents only love my brother? Why life is so unfair??
Fallin; At The Same Time
3401      1488     0     
Romance
Diadaptasi dari kisah nyata penulis yang dicampur dengan fantasi romansa yang mendebarkan, kisah cinta tak terduga terjalin antara Gavindra Alexander Maurine dan Valerie Anasthasia Clariene. Gavin adalah sosok lelaki yang populer dan outgoing. Dirinya yang memiliki banyak teman dan hobi menjelah malam, sungguh berbanding terbalik dengan Valerie yang pendiam nan perfeksionis. Perbedaan yang merek...
Chloe & Chelsea
8719      1875     1     
Mystery
30 cerita pendek berbentuk dribble (50 kata) atau drabble (100 kata) atau trabble (300 kata) dengan urutan acak, menceritakan kisah hidup tokoh Chloe dan tokoh Chelsea beserta orang-orang tercinta di sekitar mereka. Menjadi spin off Duo Future Detective Series karena bersinggungan dengan dwilogi Cherlones Mysteries, dan juga sekaligus sebagai prekuel cerita A Perfect Clues.
Cerita Cinta anak magang
630      378     1     
Fan Fiction
Cinta dan persahabatan, terkadang membuat mereka lupa mana kawan dan mana lawan. Kebersamaan yang mereka lalui, harus berakhir saling membenci cuma karena persaingan. antara cinta, persahabatan dan Karir harus pupus cuma karena keegoisan sendiri. akankah, kebersamaan mereka akan kembali? atau hanya menyisakan dendam semata yang membuat mereka saling benci? "Gue enggak bisa terus-terusan mend...
DocDetec
806      447     1     
Mystery
Bagi Arin Tarim, hidup hanya memiliki satu tujuan: menjadi seorang dokter. Identitas dirinya sepenuhnya terpaku pada mimpi itu. Namun, sebuah tragedi menghancurkan harapannya, membuatnya harus menerima kenyataan pahit bahwa cita-citanya tak lagi mungkin terwujud. Dunia Arin terasa runtuh, dan sebagai akibatnya, ia mengundurkan diri dari klub biologi dua minggu sebelum pameran penting penelitian y...
NADI
6284      1735     2     
Mystery
Aqila, wanita berumur yang terjebak ke dalam lingkar pertemanan bersama Edwin, Adam, Wawan, Bimo, Haras, Zero, Rasti dan Rima. mereka ber-sembilan mengalami takdir yang memilukan hingga memilih mengakhiri kehidupan tetapi takut dengan kematian. Demi menyembunyikan diri dari kebenaran, Aqila bersembunyi dibalik rumah sakit jiwa. tibalah waktunya setiap rahasia harus diungkapkan, apa yang sebenarn...