Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sweet Seventeen
MENU
About Us  

Setelah syuting di Bali selesai, seminggu ini syuting dilanjutkan di Jakarta. Sudah tiga hari terakhir, lokasi syuting berada di sekolahku, sehingga aku berada di sekolah sampai malam karena jadwal syuting baru dimulai begitu jam sekolah berakhir.

Itu artinya, sudah seminggu ini pula aku enggak berangkat ke sekolah bareng Ansel, juga enggak mampir ke Heart Scent. Untungnya Ansel sudah kembali seperti biasa, tetap rajin mengirim chat untuk menyemangati dan enggak lagi menyinggung soal Dafa.

Omong-omong soal Dafa, aku juga bersyukur selama seminggu ini enggak mendengar kabar tentang dia. Enggak sepenuhnya hilang kabar, karena Dafa masih rajin update di Instagram Story, sampai jadi titik-titik saking banyaknya. Namun setidaknya, dia enggak lagi menggangguku dengan dramanya yang menggelikan itu.

Jadi, aku enggak perlu cari masalah lagi. Malah, barusan saja Mas Sapta memujiku.

“Kalau dilihat-lihat, kamu, tuh, bagus, lho. Cuma masih harus diasah aja, sih, Key, tapi Mas yakin sih kalau kamu mau belajar. Keep up the good work, ya.”

Mas Sapta memang demanding, tapi dia punya alasan yang jelas. He always push me to the limit, dan aku bisa merasakan hasilnya sekarang. Meskipun waktu di Bali aku sempat bikin kacau, itu enggak membuat Mas Sapta jadi skeptis.

Dapat pujian dari Mas Sapta jelas sebuah mood booster bagiku.

“Ketemu lagi, ya, di proyek selanjutnya.”

“Aku, sih, mau banget, Mas,” sahutku. Siapa juga yang enggak mau diarahin Mas Sapta lagi? “Kalau ada proyek, Mas Sapta kontak aku, ya.”

Mas Sapta tertawa sambil menganggukkan kepala. “Kamu, tuh, di luar ekspektasiku. Soalnya image kamu enggak gitu bagus. Ya apa juga yang bisa dilihat dari clip lima menit yang viral itu?”

“Ya aku juga enggak punya portofolio, sih, Mas, kecuali clip lima menit itu.” Aku tertawa, enggak nyangka sekarang bisa menertawakan video berisi salah satu momen paling memalukan dalam hidupku itu.

Mas Sapta mengulurkan tangannya. Saat membalasnya, dia menjabat erat. Dia mungkin orang baru, sebelumnya baru menghasilkan satu web series, tapi tetap saja Mas Sapta bukan orang sembarangan. Terlibat dalam proyek yang ditanganinya jelas suatu kehormatan bagiku.

“Habis ini udah ada plan?”

“Mama, sih, lagi dealing sama series baru gitu. Tapi aku juga mau ikut casting teater sekolah.”

“Act 8, ya?”

Aku mengangguk. “Mas Sapta tahu?”

“Siapa yang enggak tahu? Peran utama?”

“Supporting, sih, Mas, tapi aku suka perannya. More challenging, sih, buatku, meski karakternya enggak jauh beda sama keseharianku,” sahutku dengan semangat berapi-api.

“Good luck, ya.”

Sepeninggal Mas Sapta, aku membereskan barang bawaanku dibantu oleh Mama. Ini adegan terakhirku, jadi tugasku sudah selesai. Ini juga jadi adegan terakhir yang syuting di sekolahku. Setelah ini, aku bisa bersiap untuk mengikuti audisi Act 8 sambil menunggu masa promo web series ini dimulai.

Suasana lokasi yang sejak tadi sudah ramai jadi mendadak riuh dengan sorakan. Diikuti rasa penasaran, aku mencari tahu sumber keributan.

Saat itulah aku melihat Dafa tengah menghampiriku dengan sebuket besar bunga di tangannya. Dia enggak sendirian, di belakangnya ada teman-temannya yang juga membawa bunga dan papan berisi huruf-huruf yang jika dibaca menjadi ‘I’m Sorry’.

“Apa-apaan, nih?” Aku bertanya sendiri.

Sepertinya cuma aku aja yang enggak excited karena semua orang yang ada di sini malah heboh dengan tingkah Dafa. Atau mungkin mereka sudah tahu, karena enggak mungkin Dafa sendirian menciptakan kejutan ini.

Aku melirik Mama yang sedang senyum-senyum. Pasti ada andil Mama di dalamnya.

Dafa berdiri tepat di depanku, dengan wajah yang sangat memelas. Kalau aja dia mau, Dafa bisa memanfaatkan kemampuan aktingnya untuk hal yang lebih produktif selain bikin konten enggak jelas begini.

Oke, ini pasti salah satu konten vlog yang disiapkan Dafa. Aku melirik ke sekelilingnya, termasuk deretan teman-teman di belakangnya. Aku memang enggak mengenal mereka secara dekat, tapi aku tahu siapa mereka. Golongan orang yang ingin kecipratan momentum demi keuntungan pribadi. Aku yakin, mereka enggak peduli denganku, kehadirannya di sini juga bukan untuk mendukung Dafa, tapi demi ajang pansos. Siapa tahu dapat tambahan follower, kan?

“Babe, aku salah sama kamu. Nuduh kamu macam-macam, tapi itu karena aku cemburu. Makanya aku jadi nyebelin kayak kemarin. Maafin aku, ya, Babe.” Dafa berkata pelan, dengan nada lembut, yang—menurut penggemarnya—bisa membuat hati siapa pun meleleh. Apalagi jika dia sudah menatap dengan puppy eyes kayak gini, aku jamin penggemarnya akan jumpalitan kegirangan meski cuma melihat dari layar handphone.

Kini, sorakan di sekitarku juga ditambah dengan suitan dan tawa yang meledek. Aku jadi enggak enak dengan kru yang harus menyaksikan drama enggak bermutu kayak gini.

“Ya enggak gini juga, Daf. Masa di lokasi syuting kayak gini, sih?”

“Biar kamu enggak kelamaan ngambeknya. Enggak mau, ah, diem-dieman kayak gini. Makanya aku sengaja bikin surprise ini buat kamu, biar kamu maafin aku.” Dafa terus melancarkan aksinya.

Aku menatap ke sekeliling, berusaha menyampaikan permintaan maafku kepada kru yang terganggu dengan aksi Dafa. Namun, sepertinya mereka tengah menikmati drama ini. Mungkin mereka berpikir, kapan lagi bisa melihat adegan sinetron secara langsung?

“Kamu tenang aja, aku udah minta izin Mas Sapta kok.” Dafa menoleh ke arah Mas Sapta, yang ikut bergerombol di dekat kami sambil tertawa geli. “Thanks ya, Mas.”

Mas Sapta mengacungkan ibu jarinya. Tentu saja Dafa dapat izin, hitung-hitung ini juga jadi promo colongan serial ini.

Apa, sih, yang aku harapkan? Bukankah semua hal dalam hidupku sudah melalui perhitungan untung rugi? Termasuk aksi Dafa ini. Dia pasti sudah menghitung berapa banyak keuntungan yang didapatnya.

Mama pun pasti sudah melakukan perhitungan yang sama.

“Key, jawab dong. Ditungguin, nih.”

Aku mendongak menatap seseorang yang berteriak lantang. Aku enggak tahu siapa namanya, tapi dia salah satu pengikut Dafa yang membawa papan dengan huruf S.

“Ini live?” tanyaku.

Dafa mengangguk dengan wajah puas. “Instagram dan Tiktok. Enggak aku aja, tapi yang lain pada live juga, tuh. Makanya pada nungguin jawaban kamu.”

Rasanya ingin mengumpat mendengar jawaban itu. Sekarang aku malah merasa sangat malu.

“Babe, kamu maafin aku, kan?”

Aku kembali terdesak, sama seperti ketika Dafa menembakku beberapa bulan lalu. Saat itu, dia juga melancarkan aksi live kayak gini. Sama seperti saat itu, sekarang pun aku bisa menebak keinginan apa yang disampaikan oleh mereka yang sedang menonton.

Mereka ingin aku memaafkan Dafa dan balikan. Padahal mereka enggak tahu apa permasalahanku dengan Dafa.

They just love the idea of me and him. Entah apa gunanya, aku enggak tahu, karena mereka juga enggak kenal aku atau Dafa, tapi mereka beranggapan seolah-olah pendapat mereka punya peranan sangat penting dalam hidupku.

“Ayo dong, Key. Balikan sama Dafa.” Teriakan teman Dafa yang lain, yang diikuti oleh sorakan tanda setuju.

“Kamu minta maaf buat apaan emang?”

Selama sedetik, aku melihat Dafa kesulitan menahan emoi, tapi dia bisa segera menguasai diri. Dia kembali berubah menjadi Prince Dafa idaman penggemarnya, dengan wajah lembut dan senyum manis yang membuat hati meleleh.

Juga permintaan maaf super romantis yang bagi orang-orang terlihat manis, tapi menurutku ini sangat norak.

“Aku udah bikin kamu marah waktu di Bali karena cemburu terus nuduh kamu yang enggak-enggak. Iya aku cemburu, tapi itu karena aku sayang banget sama kamu. Makanya, maafin aku ya, Key.” Dafa kembali menatapku dengan puppy eyes yang membuatnya tampak memelas.

“Oh ya? Cuma itu? Enggak karena kesalahan lain yang jauh lebih matters?”

“Key, jangan macam-macam. Ini lagi live,” geram Dafa dalam nada pelan, sehingga cuma aku yang bisa mendengarnya.

Aku menatapnya dengan mata menyipit. “Padahal kesalahan kamu malam itu jauh lebih besar ya, Daf, ketimbang drama yang kamu bikin.”

Dafa bergerak mendekatiku, sehingga dia bisa berbisik kepadaku. “Enggak usah macam-macam, deh. Kamu pikir kalau orang lain tahu, mereka akan ngebela kamu? Enggak usah naif, Key. Why don’t you just play the game?”

Dengan berat hati, aku mengakui kalau ucapannya ada benarnya juga. Aku cuma bisa menggertak dalam hati buat melampiaskan kekesalan.

Melihatku yang enggak memberikan reaksi apa-apa, Dafa menyerahkan bunga itu kepadaku. Sedikit memaksa agar aku menerimanya. Setelahnya, dia memelukku pelan.

“Thanks, ya, Babe, udah maafin aku. Aku janji enggak akan bikin kamu marah lagi. Sayang kamu, Babe.”

Sementara itu, aku hanya diam. Aku enggak memberikan jawaban apa-apa, tapi Dafa—dan yang lainnya—mengartikan keterdiaman itu sebagai tanda bahwa aku memaafkannya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sendiri diantara kita
3610      1403     3     
Inspirational
Sendiri di Antara Kita Arien tak pernah benar-benar pergi. Tapi suatu hari, ia bangun dan tak lagi mengingat siapa yang pernah memanggilnya sahabat. Sebelum itu, mereka berlima adalah lingkaran kecil yang sempurna atau setidaknya terlihat begitu dari luar. Di antara canda, luka kecil disimpan. Di balik tawa, ada satu yang mulai merasa sendiri. Lalu satu kejadian mengubah segalanya. Seke...
Kisah Cinta Gadis-Gadis Biasa
4018      1754     2     
Inspirational
Raina, si Gadis Lesung Pipi, bertahan dengan pacarnya yang manipulatif karena sang mama. Mama bilang, bersama Bagas, masa depannya akan terjamin. Belum bisa lepas dari 'belenggu' Mama, gadis itu menelan sakit hatinya bulat-bulat. Sofi, si Gadis Rambut Ombak, berparas sangat menawan. Terjerat lingkaran sandwich generation mengharuskannya menerima lamaran Ifan, pemuda kaya yang sejak awal sudah me...
Warna Untuk Pelangi
9129      2090     4     
Romance
Sebut saja Rain, cowok pecinta novel yang dinginnya beda dari yang lain. Ia merupakan penggemar berat Pelangi Putih, penulis best seller yang misterius. Kenyataan bahwa tidak seorang pun tahu identitas penulis tersebut, membuat Rain bahagia bukan main ketika ia bisa dekat dengan idolanya. Namun, semua ini bukan tentang cowok itu dan sang penulis, melainkan tentang Rain dan Revi. Revi tidak ...
Deep End
101      92     0     
Inspirational
"Kamu bukan teka-teki yang harus dipecahkan, tapi cerita yang terus ditulis."
Photobox
7040      1847     3     
Romance
"Bulan sama Langit itu emang bersama, tapi inget masih ada bintang yang selalu ada." Sebuah jaket berwarna biru laut ditemukan oleh Langit di perpustakaan saat dia hendak belajar, dengan terpaksa karena penjaga perpustakaan yang entah hilang ke mana dan Langit takut jaket itu malah hilang, akhirnya dia mempostingnya di media sosialnya menanyakan siapa pemilik jaket itu. Jaket itu milik Bul...
Segitiga Sama Kaki
2163      983     2     
Inspirational
Menurut Phiko, dua kakak kembarnya itu bodoh. Maka Phiko yang harus pintar. Namun, kedatangan guru baru membuat nilainya anjlok, sampai merembet ke semua mata pelajaran. Ditambah kecelakaan yang menimpa dua kakaknya, menjadikan Phiko terpuruk dan nelangsa. Selayaknya segitiga sama kaki, sisi Phiko tak pernah bisa sama seperti sisi kedua kakaknya. Phiko ingin seperti kedua kakaknya yang mendahu...
High Quality Jomblo
47182      7165     53     
Romance
"Karena jomblo adalah cara gue untuk mencintai Lo." --- Masih tentang Ayunda yang mengagumi Laut. Gadis SMK yang diam-diam jatuh cinta pada guru killernya sendiri. Diam, namun dituliskan dalam ceritanya? Apakah itu masih bisa disebut cinta dalam diam? Nyatanya Ayunda terang-terangan menyatakan pada dunia. Bahwa dia menyukai Laut. "Hallo, Pak Laut. Aku tahu, mungki...
Taruhan
102      96     0     
Humor
Sasha tahu dia malas. Tapi siapa sangka, sebuah taruhan konyol membuatnya ingin menembus PTN impian—sesuatu yang bahkan tak pernah masuk daftar mimpinya. Riko terbiasa hidup dalam kekacauan. Label “bad boy madesu” melekat padanya. Tapi saat cewek malas penuh tekad itu menantangnya, Riko justru tergoda untuk berubah—bukan demi siapa-siapa, tapi demi membuktikan bahwa hidupnya belum tama...
Fidelia
2723      1330     0     
Fantasy
Bukan meditasi, bukan pula puasa tujuh hari tujuh malam. Diperlukan sesuatu yang sederhana tapi langka untuk bisa melihat mereka, yaitu: sebentuk kecil kejujuran. Mereka bertiga adalah seorang bocah botak tanpa mata, sesosok peri yang memegang buku bersampul bulu di tangannya, dan seorang pria dengan terompet. Awalnya Ashira tak tahu mengapa dia harus bertemu dengan mereka. Banyak kesialan menimp...
Trying Other People's World
334      270     0     
Romance
Lara punya dendam kesumat sama kakak kelas yang melarangnya gabung OSIS. Ia iri dan ingin merasakan serunya pakai ID card, dapat dispensasi, dan sibuk di luar kelas. Demi membalas semuanya, ia mencoba berbagai hidup milik orang lain—pura-pura ikut ekskul jurnalistik, latihan teater, bahkan sampai gabung jam tambahan olimpiade MIPA. Kebiasan mencoba hidup-hidup orang lain mempertemukannya Ric...