Loading...
Logo TinLit
Read Story - Maju Terus Pantang Kurus
MENU
About Us  

"Nggak usah dipaksa kalau nggak niat. Lagian sejak kapan lo peduli sama omongan orang, sih?"
Ini Minggu pagi, bahkan masih terlalu pagi untuk memulai perdebatan, tapi Griss dan Frissi melakukannya. Kakak beradik itu sudah ribut sejak subuh, sejak Frissi melihat Griss memakai hoodie dan celana training-nya setelah sholat subuh. 
Tentu saja itu pemandangan yang aneh di hari libur yang seharusnya damai ini. Biasanya, setelah solat subuh, Griss akan tidur lagi, kadang juga menemani Indira ke pasar. Namun, hari ini stok dapur Indira masih lengkap, tidak ada jadwal pergi ke pasar.
Frissi sudah akan mengabaikan Griss, jika saja dia tidak mengingat kejadian kemarin siang. Pasti karena Bu RT, Kak Griss jadi mau repot-repot olahraga dari pagi!
"Kak, nggak usah aja, deh." Frissi kembali meminta Griss untuk tetap di rumah. Bukan apa-apa, kalau benar Griss melakukan itu karena ucapan julid Bu RT, Frissi yang merasa bersalah. 
Kemarin, Bu RT jelas membandingkan fisik Griss dengan Frissi yang berbeda. Semua orang juga tahu kalau Frissi jauh lebih kurus dari kakaknya, tapi bukan berarti mereka berhak membanding-bandingkan keduanya.
Frissi menahan tangan Griss kuat-kuat, membuat Griss berdecak sebal dan memelotot ke arahnya.
"Kenapa, sih? Gue emang udah niat mau ke car free day, kok," ucap Griss, sedikit lebih keras dari biasanya. Cewek itu segera melepaskan cekalan Frissi dari lengannya. 
Mata Frissi mengerjap-ngerjap. "Yakin? Bukan karena omongan Bu RT kemarin? Sepagi ini, pula?" tanyanya. Mimiknya berubah jadi menyedihkan. "Gue nggak enak sama lo, Kak, sumpah! Lain kali gue nggak usah keluar rumah sekalian deh, biar orang-orang nggak jahat lagi sama lo."
Dari kecil, Frissi selalu begitu, menyalahkan dirinya sendiri setiap kali ada yang mengatai Griss gendutan. Dan Griss tidak pernah menyukai cara Frissi melindunginya. Bagi Griss, ucapan-ucapan jahat orang-orang itulah yang salah, bukan Frissi yang memang ditakdirkan memiliki tubuh tinggi dan ramping.
Griss memaksakan senyumnya saat mendorong pelan bahu Frissi. "Kayak sama siapa aja lo." Dia menatap wajah sendu adiknya yang sebentar lagi akan masuk SMA. Meski Griss dan Frissi jarang akur, bukan berarti mereka tidak saling menyayangi. Griss menyayangi Frissi, dia tidak suka jika adiknya itu memasang wajah murung seperti saat ini. "Jangan pernah berpikiran begitu, Si. Gue udah dewasa kali buat menyikapi hal-hal seperti itu." Griss mendorong bahu Frissi sekali lagi. "Gue emang mau olahraga karena kemarin bolos latihan sama Juna. Gue duluan," pamitnya, menyembunyikan getir yang lekat di ujung lidahnya.
Ucapan Bu RT benar, badan gue makin ke sini emang makin melebar. Dan, tebakan Frissi juga benar, gue memaksakan diri olahraga pagi-pagi karena omongan-omongan itu.
^^^
Jika biasanya matahari yang menyapa Griss, kali ini Griss yang menyapanya lebih dulu. Bersama udara pagi yang terasa sejuk, Griss menghela napasnya panjang. Seolah, hal itu bisa mengurangi beban-beban yang bersarang di pundaknya. Sudah lama dia tidak menyengaja olahraga pagi, rasanya tidak terlalu buruk.
Griss memakai tudung hoodie-nya hingga separuh wajahnya tidak terlihat. Kedua telinganya disumpal earphone yang sudah disambungkan dengan ponselnya. Griss suka mendengarkan musik, apalagi setelah mengenal Juna dan Chill Zone. Kadang, musik menjadi satu-satunya teman yang dia punya. Meskipun, Griss tidak bisa memainkan alat musik atau bernyanyi seperti Juna dan kawan-kawannya.
Ah, mengingat soal Juna, Griss sedikit merasa bersalah karena kemarin tidak menemani cowok itu makan, Griss juga sengaja mengabaikan chat cowok itu. Namun, di sisi lain, Griss juga kesal karena kebiasaan makan Juna masih terus bergantung kepadanya. 
Sambil berjalan menyusuri jalanan kompleks yang sebentar lagi akan terhubung dengan jalan raya, Griss mengeluarkan ponsel dari saku hoodie-nya, membuka beberapa pesan yang Juna kirimkan kemarin.

Prince Arjuna:
Gue makan di tempat makan biasa sama temen-temen
Kita mau ngajakin lo, tapi lo lagi gak mau diganggu :(

Satu sudut bibir Griss tertarik, tapi hanya sesaat sebelum ganti mencebik. Griss baru sadar nama kontak Juna sudah diganti. Pasti Juna yang menggantinya sendiri saat meminjam ponsel Griss. Alasannya, sih, "Buat chat Mami, duit gue habis." Nyatanya Juna juga mengganti nama kontaknya menjadi semenggelikan itu. Prince? Yang benar saja.
Griss tidak berniat menjawab, malah beralih ke Spotify untuk mengganti lagu. Tak lama kemudian, Griss sampai di jalan raya, tempat car free day. Meski masih tergolong pagi, sudah banyak orang yang datang dan memadati jalanan. Ada ibu-ibu, bapak-bapak, mas-mas, mbak-mbak, hingga bujang-bujang tanggung yang wajahnya sedap dipandang mata. Griss juga menjumpai anak-anak berseragam olahraga yang terlihat senang berlarian di jalanan. Mereka tampak menggemaskan, berbeda dengan Griss yang terlihat menyedihkan.
Tidak seperti orang lain yang datang bersama teman, pacar, mantan, gebetan, atau keluarga, cewek itu datang sendiri, hanya bersama ponselnya yang sepi notifikasi. 
Sambil mencoba mengabaikan kemalangannya, Griss langsung berlari-lari kecil di tepi jalan. Lemak di perut, pipi, lengan, dan pahanya bergetar. Napasnya mulai ngos-ngosan meski belum ada setengah jalan. Ya, beginilah susahnya jadi orang gendut.
Griss menepi ketika napasnya mulai tidak beraturan. Dia duduk di tepian jalan yang dinaungi pepohonan. Griss mengambil ponselnya dan memfoto langit yang sedang cerah, tapi sinar mataharinya tidak terlalu terik. Griss lalu mengunggahnya di Instagram story setelah memberi beberapa baris caption.

Adalah aku, si gajah bengkak
Adalah aku, si badak penuh lemak
Adalah aku, si sapi di balik semak yang tak pernah mendamba jadi bakso beranak

Griss tidak pandai merangkai kata-kata menjadi bait-bait puisi cinta, tapi untuk sekadar caption ngaco, dia bisa menuliskan apa-apa yang ada di kepalanya. Toh, Instagramnya dikunci, tidak akan ada yang membaca kecuali kurang dari sepuluh orang yang diizinkan mem-follow akunnya.
Tak jauh dari tempat Griss duduk, seseorang menyipitkan matanya. Alisnya yang dipertegas dengan pensil menukik tajam. Setelahnya, bibirnya yang kemerahan mencebik. Adalah Nindi, yang sedang memandangi Griss dari tengah kerumunan. Saat melihat Griss yang tampak kelelahan berteduh di bawah pohon, sebuah ide jahat hinggap di kepalanya. Cewek itu menoleh ke arah dua teman yang ada di belakangnya. Dagunya mengedik, memberi kode.
"Mumpung dia sendirian," katanya.
^^^
Griss tersentak di tempatnya ketika tiga orang cewek mendekat ke arahnya. Wajah-wajah antagonis—senyum miring, mata memicing—terlihat begitu dia mendongak. Mata Griss sontak membulat. Dia tidak pernah mengira akan bertemu dengan Nindi dan antek-anteknya di tempat yang tidak dekat dengan sekolah. Kota ini sangat luas, kenapa Griss bisa bertemu dengan Nindi di mana-mana?
"Hai, Ndut," sapa Nindi, tangannya terlipat di depan perut. "Sendirian aja nih? Mana pangerannya?" Cewek itu berjongkok, menyamakan tingginya dengan Griss yang duduk. Matanya yang berlapis softlens berkilat-kilat, begitu juga dengan kuku-kuku cantik dengan lapisan nail art-nya yang berkilau ditimpa sinar matahari.
Griss tidak menjawab, kepalanya sendikit ditundukkan. Griss bukan takut kepada Nindi, dia hanya tidak ingin terjadi keributan. Di sekolah saja, Nindi bisa menekannya, apalagi di luar? Bersama anteknya pula. Sementara, Griss hanya sendirian. Dia tidak mengenal siapa-siapa di tempat itu kecuali dirinya sendiri.
"Kenapa nunduk? Takut sama gue?"
Griss menahan diri untuk tidak berkata apa-apa. Dia berani bertaruh, satu kata yang keluar dari mulutnya bisa membuat Nindi melayangkan setidaknya satu makiannya.
Nindi kemudian kembali berdiri. Mood-nya sedang terlalu baik untuk berbuat macam-macam. Jadi, setelah mengolok Griss beberapa kali, dia memutuskan untuk mengajak teman-temannya meninggalkan Griss yang terus terdiam.
Tidak ada yang tahu, di balik diamnya Griss, dia sedang berusaha menahan tangis. Olokan Nindi tadi begitu menyakitinya, mengoyak kembali perasaannya yang sudah terluka berulang kali.
"Lo mau olahraga kayak apa juga, kalau dasarnya emang gajah, ya bakal jadi gajah aja. Jangan mimpi jadi bidadari, apalagi sampai halu jadi ibu perinya Juna. Daripada olahraga, mending lo banyakin sadarnya."
Sungguh, Griss ingin menangis karena sadar apa yang dikatakan Nindi adalah kebenaran.
^^^
"Eh, Jun, @grissiandhika akun instagram Griss, bukan?" tanya Kayra. 
Perempuan yang tahun ini memasuki usia dua puluh enam itu menaikkan satu kakinya ke kursi. Wajahnya serius saat menatap layar ponsel Juna yang dia pinjam untuk membuka sosial media karena ponselnya kehabisan daya. Niat awal Kayra hanya untuk membuka Instagram story aktor hollywood kesukaannya, tapi kemudian Kayra tergoda untuk membuka-buka sosmed adiknya.
Juna, yang sedang bermalas-malasan di sofa ruang keluarga—karena ini hari libur—menoleh ke arah Kayra. Kedua matanya menyipit, sementara mulutnya sibuk mengunyah permen karet.
"Akun siapa?" tanya Juna. Dia tidak mendengar dengan jelas saat Kayra bertanya karena sedang fokus menonton animasi di televisi.
“@grissiandhika, punya Griss bukan? Yang temen lo itu," ulang Kayra.
Lalu, Juna mengangguk. Cowok itu baru ingat kalau dirinya mengikuti akun instagram Griss. Tentu saja, dia juga yang menerima permintaan mengikutinya saat meminjam ponsel Griss karena cewek itu mengunci akunnya.
"Emang kenapa, Mbak? Dia DM gue?"
"Nggak. Cuma bikin story." Kayra mencomot keripik tempe yang disajikan di dalam stoples. "Anaknya pinter bikin kata-kata apa, Jun?"
Sebelah alis Juna terangkat. "Emang dia upload apaan?"
"Nih."
Juna menerima ponselnya, lalu membaca tulisan yang ada di layarnya.
"Adalah aku, si gajah bengkak
Adalah aku, si badak penuh lemak
Adalah aku, si sapi di balik semak yang tak pernah mendamba jadi bakso beranak."
Kening Juna berkerut. Diamatinya background yang digunakan di belakang tulisan itu. Juna merasa familier dengan tempatnya, meski hanya terfoto sedikit, selebihnya hanya gambar langit. Cowok itu lantas menegakkan punggungnya.
"Kenapa?" Mata Kayra memicing curiga.
"Kayaknya gue mau beli soda. Di kulkas stoknya udah habis. Lo nitip, nggak, Mbak?" tanya Juna. 
Saat Kayra termakan tipuan itu dan langsung memberinya uang seratus ribu untuk membeli pembalut, Juna langsung menyambar jaket di balik pintu kamarnya dan bergegas pergi.
Sebenarnya, tujuan utama bukan minimarket, tapi jalanan di dekat kompleks perumahan Griss. Dan, Juna tidak benar-benar berniat pergi ke sana untuk membeli soda atau pembalut, dia hanya ingin menemui cewek yang sejak kemarin sulit dihubungi.
"Kapan, sih, dia bakal sadar kalau dia itu bukan gajah, sapi, atau badak, apalagi bakso beranak?"
Karena buat Juna, Griss adalah Grizzly
 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
God, why me?
391      293     5     
True Story
Andine seorang gadis polos yang selalu hidup dalam kerajaan kasih sayang yang berlimpah ruah. Sosoknya yang selalu penuh tawa ceria akan kebahagiaan adalah idaman banyak anak. Dimana semua andai akan mereka sematkan untuk diri mereka. Kebahagiaan yang tak bias semua anak miliki ada di andine. Sosoknya yang tak pernah kenal kesulitan dan penderitaan terlambat untuk menyadari badai itu datang. And...
Dimension of desire
470      356     0     
Inspirational
Bianna tidak menyangka dirinya dapat menemukan Diamonds In White Zone, sebuah tempat mistis bin ajaib yang dapat mewujudkan imajinasi siapapun yang masuk ke dalamnya. Dengan keajaiban yang dia temukan di sana, Bianna memutuskan untuk mencari jati dirinya dan mengalami kisah paling menyenangkan dalam hidupnya
The Boy Between the Pages
4350      1741     0     
Romance
Aruna Kanissa, mahasiswi pemalu jurusan pendidikan Bahasa Inggris, tak pernah benar-benar ingin menjadi guru. Mimpinya adalah menulis buku anak-anak. Dunia nyatanya membosankan, kecuali saat ia berada di perpustakaantempat di mana ia pertama kali jatuh cinta, lewat surat-surat rahasia yang ia temukan tersembunyi dalam buku Anne of Green Gables. Tapi sang penulis surat menghilang begitu saja, meni...
Naskah Novelku
7      4     1     
Inspirational
Ini cerita kita, penulis kecil yang nulis tanpa suara. Naskah dikirim, tanpa balasan. Postingan sepi, tanpa perhatian. Kadang bertanya, “Apakah aku cukup baik?” Aku juga pernah di sana. Hingga suatu malam, bermimpi berada di perpustakaan raksasa, dan menemukan buku berjudul: “Naskah Novelku.” Saat bangun, aku sadar: Menulis bukan soal dibaca banyak orang, Tapi soal terus berka...
Taruhan
101      96     0     
Humor
Sasha tahu dia malas. Tapi siapa sangka, sebuah taruhan konyol membuatnya ingin menembus PTN impian—sesuatu yang bahkan tak pernah masuk daftar mimpinya. Riko terbiasa hidup dalam kekacauan. Label “bad boy madesu” melekat padanya. Tapi saat cewek malas penuh tekad itu menantangnya, Riko justru tergoda untuk berubah—bukan demi siapa-siapa, tapi demi membuktikan bahwa hidupnya belum tama...
Atraksi Manusia
942      615     7     
Inspirational
Apakah semua orang mendapatkan peran yang mereka inginkan? atau apakah mereka hanya menjalani peran dengan hati yang hampa?. Kehidupan adalah panggung pertunjukan, tempat narasi yang sudah di tetapkan, menjalani nya suka dan duka. Tak akan ada yang tahu bagaimana cerita ini berlanjut, namun hal yang utama adalah jangan sampai berakhir. Perjalanan Anne menemukan jati diri nya dengan menghidupk...
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
251      204     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.
Ikhlas Berbuah Cinta
3059      1530     0     
Inspirational
Nadhira As-Syifah, dengan segala kekurangan membuatnya diberlakukan berbeda di keluarganya sendiri, ayah dan ibunya yang tidak pernah ada di pihaknya, sering 'dipaksa' mengalah demi adiknya Mawar Rainy dalam hal apa saja, hal itu membuat Mawar seolah punya jalan pintas untuk merebut semuanya dari Nadhira. Nadhira sudah senantiasa bersabar, positif thinking dan selalu yakin akan ada hikmah dibal...
Pasal 17: Tentang Kita
184      97     1     
Mystery
Kadang, yang membuat manusia kehilangan arah bukanlah lingkungan, melainkan pertanyaan yang tidak terjawab sebagai alasan bertindak. Dan fase itu dimulai saat memasuki usia remaja, fase penuh pembangkangan menuju kedewasaan. Sama seperti Lian, dalam perjalanannya ia menyadari bahwa jawaban tak selalu datang dari orang lain. Lalu apa yang membuatnya bertahan? Lian, remaja mantan narapidana....
Broken Home
53      51     0     
True Story
Semuanya kacau sesudah perceraian orang tua. Tak ada cinta, kepedulian dan kasih sayang. Mampukah Fiona, Agnes dan Yohan mejalan hidup tanpa sesosok orang tua?