Loading...
Logo TinLit
Read Story - Finding the Star
MENU
About Us  

“Iya, sih,”gumam Nilam pelan disambut tawa Kak Tara.

“Nah, makanya. Jujur, gue males banget ikut LDKS apalah ini. Wasting time banget. Nggak guna juga. Biarin aja anak OSIS ‘yang katanya baik’ itu yang ikut, ngapain ketua ekskul kudu ikut juga? Mana mereka bikin kelompok sendiri yang bikin anak-anak ketua ekskul pada awkward. What the hell!” umpatnya meradang. Sejurus kemudian, dia menoleh pada Nilam. “Eh, sorry to say. Lo anak OSIS juga, ya. Nggak masalah, sih, lo mau ngadu juga. I don’t care at all.

Telinga Nilam terasa panas demi mendengar umpatan yang keluar dari mulut Kak Tara. Namun, isi hati cowok itu kurang lebih sama dengan apa yang ia rasakan. Kecuali fakta kalau ia juga calon pengurus OSIS seperti yang dibilang.“Aku nggak akan ngadu, Kak. Buat apa juga?" sahutnya.

“Tapi yang gue heran, kenapa lo nggak gabung sama mereka?” Kak Tara kini menatap Nilam tepat di sebelahnya.

“Ehm, nggak apa-apa,” desis Nilam menunduk. 

“Eh, jangan curang, dong, Dora! Gue udah cerita, masa lo nggak?” desak Kak Tara berapi-api.

Nilam sebenarnya ingin tertawa mendengar cowok itu memanggilnya ‘Dora’. Awalnya ia sebal, tetapi entah mengapa semakin lama terdengar lucu. Apalagi panggilan itu seperti khusus diberikan padanya, semacam kode rahasia di antara mereka.

“Ah, itu … sebenarnya … aku ikut OSIS ini terpaksa,” ujar Nilam pelan.

“Terpaksa?”sergah Kak Tara.“Siapa yang maksa?”

“Itu …," Nilam menggigit bibir, mempertimbangkan untuk menceritakan masalahnya atau tidak pada Kak Tara. Ia tak yakin cowok ini bisa dipercaya, tetapi sesak di hatinya mendesak untuk dikeluarkan. Menghela napas panjang, ia akhirnya membuka suara.“Sahabatku.”

“Hah? Gimana, sih? Terus sahabat lo nggak keterima? Lo doang yang diterima?”Kak Tara seperti tersulut api yang sudah padam dari puntung rokoknya.

“Nggak, bukan gitu. Dia diterima juga. Itu, sekarang dia di api unggun,”jelas Nilam menyilangkan tangan. Sesaat kemudian, ia terkesiap karena sudah keceplosan.

Kak Tara berdecak.“Terus, kenapa lo nggak sama dia? Malah sendirian nangis di sini? Atau jangan-jangan, lo nangis gara-gara ditinggal dia, ya?”

Tebakan Kak Tara tepat menghujam hati Nilam. Ia mengangguk, menahan isak. Tanpa sadar, mulutnya mengeluarkan semua rasa yang terpendam dalam hatinya. Sejak pertama Naura mendaftarkan, sampai sore tadi saat dia meninggalkan. Semua uneg-uneg yang menghuni kepalanya kini keluar dalam bentuk kata-kata.

“Udahlah. Tinggalin aja temen kayak gitu," komentar Kak Tara di akhir cerita.“Lagian lo mau-mau aja dipaksa dia ikut sesuatu yang lo nggak suka.”

“Habis gimana, Kak?" Nilam membersit ingus yang hendak meluncur keluar sambil mengelap air mata di pipi dengan punggung tangan. “Aku nggak enak banget karena dia marah sama aku. Apalagi dia juga bilang-bilang ke Mama, sampai Mama maksa aku ikut juga. Aku takut Mama marah. Aku takut Naura marah. Aku takut nggak punya teman lagi,” pungkasnya dengan suara parau.

Helaan napas terdengar dari mulut Kak Tara. “Dora, selama ini lo nggak punya teman karena selalu terikat sama dia. Lo nggak bisa bebas kenalan dan ngobrol sama anak-anak lain karena terlalu ngikutin maunya dia. Coba lo hitung, misal di kelas lo ada tiga puluh murid, masa sama sekali nggak ada yang mau temenan sama lo selain dia? Itu mungkin karena mereka sungkan mau nyapa lo karena lo selalu nempel sama temen lo itu!”

Nilam menelan ludah. Kata-kata Kak Tara mungkin sepenuhnya benar, tetapi ia tak punya keberanian untuk mengakui.

“Tapi … mungkin emang aku aja yang nggak bisa bergaul, Kak. Aku terlalu takut buat mulai ngobrol sama orang,” keluhnya.

Nope! Sekarang buktinya, lo lancar-lancar aja ngomong sama gue! Emang sebelumnya lo kenal gue? Kan, nggak. Bahkan sama Onion si Absurd yang hidup di langit aja lo bisa deket. Gue aja heran!” Kak Tara geleng-geleng kepala. “Selama ini mungkin lo selalu hidup di bawah keteknya temen lo itu, Dora! Lo jadi nggak bisa bebas sendiri!”

Nyaris saja Nilam menyemburkan tawa di tengah tangisannya mendengar kalimat blak-blakan Kak Tara. “Te–terus, aku harus gimana?”

“Lah, lo tanya sama diri lo sendiri, Dora! Lo penginnya apa? Nanti baru lo pikirin gimana caranya.”

Keinginan adalah satu hal yang jarang sekali dimiliki Nilam. Ia baru sadar kalau selama ini hidup di bawah kehendak orang lain sampai ia sendiri tidak punya sesuatu yang diinginkan. Namun, satu hal yang pasti saat ini adalah, “Aku pengin berhenti ikut OSIS.”

“Nah, ya udah berhenti aja!” cetus Kak Tara.

“Nggak bisa, Kak! Aku udah terlanjur ikut. Aku nggak enak juga sama Kak Daniel yang udah kasih kesempatan aku bisa masuk. Udah gitu, aku udah sampai sini masa ngundurin diri? Dan lagi Naura—”

“Naura itu temen lo?” tukas Kak Tara yang dijawab Nilam dengan anggukan. “Astaga, Dora! Udah lo nggak usah pikirin dia. Sekarang waktunya lo pikirin diri lo sendiri dulu!”

“Mikirin … a–aku? Bukannya itu … egois?”

“Justru yang egois itu temen lo, Dora! Lo berhak mikirin diri lo sendiri! Itu namanya … ehm, self love!” pekik Kak Tara gemas. “Ahelah gue udah kayak om-om motivator ngomongnya!”

Tangis Nilam benar-benar berhenti dan ia tak tahan untuk tertawa. “Kakak emang pantas jadi motivator. Tapi lebih keren lagi kalau Kakak nggak ngerokok.”

Sesaat Nilam melihat perubahan rona di wajah putih Kak Tara. Bahkan di tengah kegelapan, pipinya yang kemerahan tampak mencolok. “Jangan alihin pembicaraan, deh, Dora!” ucapnya melotot. “Kalo lo mau berhenti, ya, berhenti. Apa mau gue yang bilangin?” tawar cowok itu seraya bangkit berdiri.

“Jangan!” tahan Nilam cepat menyambar kedua tangan cowok itu. “Jangan, Kak! Jangan sekarang! Aku masih belum berani.”

Kak Tara kembali membanting tubuh di atas batang kayu sambil membuang napas kasar. “Ya udah, kalau lo maunya gitu. Lo bisa coba dulu ikut OSIS, sekalian lo uji batas kemampuan lo sampai mana,” tuturnya bijak. “Tapi … jangan sampai lo lupain apa yang bikin lo bahagia.”

Kata-kata Kak Tara merasuk ke dalam sanubari Nilam. Gadis itu mengangguk, meresapi kebimbangan yang masih menyelisik dasar hatinya. Namun entah mengapa, setelah berbincang dengan Kak Tara, hatinya menjadi sedikit lebih tenang.

“Makasih, ya, Kak Tara. Mungkin—seperti kata Kak Daniel, juga kata Kakak barusan—aku memang harus coba dulu ada di sini,” ujarnya sungguh-sungguh. Sesaat ia menyadari tangannya masih menggenggam cowok itu, membuatnya tersentak dan mundur menjauh. “Ah, ma–maaf!”

“Santai aja!” pekik Kak Tara dengan suara melengking. Cowok itu mengusap tengkuk dan membuang muka. “Kalau butuh bantuan, bilang aja sama gue. Lagian, gue juga bakal sering rapat juga sama OSIS. Ehm, yang dulu-dulu, sih, gitu. Walaupun gue malas setengah mati sebenarnya. Tapi mungkin kalo ada lo, gue jadi semangat.”

Kehangatan menelusup hati Nilam, membuatnya tak kuasa menahan senyum. “Ma–makasih, Kak Tara,” bisiknya tulus. 

Wajah Kak Tara tiba-tiba makin merah, terlebih telinganya. Dia memutar tubuh ke belakang sambil menutup mulut. “Bisa nggak, sih, nggak usah imut gitu?” pekiknya dengan suara teredam.

Nilam ternganga. Ia tak paham maksud Kak Tara. Namun, belum sempat bertanya, sorotan lampu senter seketika menembus ke dalam retinanya. 

“Kalian ngapain di sini?” teriak suara berat yang muncul dari arah villa, terselubung kegelapan malam.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • edfasal

    Makin lama makin seru, Kak. Semangat đź’Ş

    Comment on chapter Chapter 10
  • edfasal

    Aku hadir Kak, semangat đź’Ş

    Comment on chapter Chapter 6
Similar Tags
Taruhan
101      96     0     
Humor
Sasha tahu dia malas. Tapi siapa sangka, sebuah taruhan konyol membuatnya ingin menembus PTN impian—sesuatu yang bahkan tak pernah masuk daftar mimpinya. Riko terbiasa hidup dalam kekacauan. Label “bad boy madesu” melekat padanya. Tapi saat cewek malas penuh tekad itu menantangnya, Riko justru tergoda untuk berubah—bukan demi siapa-siapa, tapi demi membuktikan bahwa hidupnya belum tama...
My World
912      619     1     
Fantasy
Yang Luna ketahui adalah dirinya merupakan manusia biasa, tidak memiliki keistimewaan yang sangat woah. Hidup normal menyelimutinya hingga dirinya berusia 20 tahun. Sepucuk surat tergeletak di meja belajarnya, ia menemukannya setelah menyadari bahwa langit menampilkan matahari dan bulan berdiri berdampingan, pula langit yang setengah siang dan setengah malam. Tentu saja hal ini aneh baginya. I...
Koude
3756      1362     3     
Romance
Menjadi sahabat dekat dari seorang laki-laki dingin nan tampan seperti Dyvan, membuat Karlee dijauhi oleh teman-teman perempuan di sekolahnya. Tak hanya itu, ia bahkan seringkali mendapat hujatan karena sangat dekat dengan Dyvan, dan juga tinggal satu rumah dengan laki-laki itu. Hingga Clyrissa datang kepada mereka, dan menjadi teman perempuan satu-satunya yang Karlee punya. Tetapi kedatanga...
Segitiga Sama Kaki
2127      971     2     
Inspirational
Menurut Phiko, dua kakak kembarnya itu bodoh. Maka Phiko yang harus pintar. Namun, kedatangan guru baru membuat nilainya anjlok, sampai merembet ke semua mata pelajaran. Ditambah kecelakaan yang menimpa dua kakaknya, menjadikan Phiko terpuruk dan nelangsa. Selayaknya segitiga sama kaki, sisi Phiko tak pernah bisa sama seperti sisi kedua kakaknya. Phiko ingin seperti kedua kakaknya yang mendahu...
For Cello
3253      1129     3     
Romance
Adiba jatuh cinta pada seseorang yang hanya mampu ia gapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang ia sanggup menikmati bayangan dan tidak pernah bisa ia miliki. Seseorang yang hadir bagai bintang jatuh, sekelebat kemudian menghilang, sebelum tangannya sanggup untuk menggapainya. "Cello, nggak usah bimbang. Cukup kamu terus bersama dia, dan biarkan aku tetap seperti ini. Di sampingmu!&qu...
Sang Pencari Ketenangan 1 (Pencarian Jati Diri)
1033      682     1     
True Story
Pertemuan tokoh pelajar yang menyimpan teka-teki kehidupan. Sekolah futuristik, tempat pendidikan favorit di generasi Superiormempertemukan sejumlah para pelajar jenius dari berbagai tempat, saling bersaing, juga mempelajari berbagai hal dalam sebuah sistem. Bercerita tentang "Pengenalan Diri Sendiri & Lingkungan"
Interaksi
784      589     1     
Romance
Aku adalah paradoks. Tak kumengerti dengan benar. Tak dapat kujelaskan dengan singkat. Tak dapat kujabarkan perasaan benci dalam diri sendiri. Tak dapat kukatakan bahwa aku sungguh menyukai diri sendiri dengan perasaan jujur didalamnya. Kesepian tak memiliki seorang teman menggerogoti hatiku hingga menciptakan lubang menganga di dada. Sekalipun ada seorang yang bersedia menyebutnya sebagai ...
Photobox
7038      1846     3     
Romance
"Bulan sama Langit itu emang bersama, tapi inget masih ada bintang yang selalu ada." Sebuah jaket berwarna biru laut ditemukan oleh Langit di perpustakaan saat dia hendak belajar, dengan terpaksa karena penjaga perpustakaan yang entah hilang ke mana dan Langit takut jaket itu malah hilang, akhirnya dia mempostingnya di media sosialnya menanyakan siapa pemilik jaket itu. Jaket itu milik Bul...
Lantunan Ayat Cinta Azra
1681      991     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang hafidzah yang dilema dalam menentukan pilihan hatinya. Lamaran dari dua insan terbaik dari Allah membuatnya begitu bingung. Antara Azmi Seorang hafidz yang sukses dalam berbisnis dan Zakky sepupunya yang juga merupakan seorang hafidz pemilik pesantren yang terkenal. Siapakah diantara mereka yang akan Azra pilih? Azmi atau Zakky? Mungkinkah Azra menerima Zakky sepupunya s...
Bunga Hortensia
1997      343     0     
Mystery
Nathaniel adalah laki-laki penyendiri. Ia lebih suka aroma buku di perpustakaan ketimbang teman perempuan di sekolahnya. Tapi suatu waktu, ada gadis aneh masuk ke dalam lingkarannya yang tenang itu. Gadis yang sulit dikendalikan, memaksanya ini dan itu, maniak misteri dan teka-teki, yang menurut Nate itu tidak penting. Namun kemudian, ketika mereka sudah bisa menerima satu sama lain dan mulai m...