Loading...
Logo TinLit
Read Story - Manusia Air Mata
MENU
About Us  

Bab 4. Pagi Tak Lagi Ramah

Kata orang, skripsi bisa menghabisi nyawa dan Mawar meyakininya. Ia tersentak saat merasakan cahaya matahari yang menerobos dari sela ventilasi. Ketika ia menyibak kelambu, sinar cerah menyerang hingga membuatnya mengerjap-ngerjap. Hari benar-benar sudah pagi dan ia belum terlelap sama sekali. Fokusnya sudah disetir penuh oleh skripsi hingga membuatnya lupa waktu. 

“Masa udah pagi,” gumamnya sambil mengucek mata yang memberat. 

Kepalanya sudah pusing, tapi ia tak mungkin tidur karena masih ingin menyelesaikan revisi dari Bu Endang. Saat ia ingin kembali menghadap laptop, matanya menangkap sosok Arjun yang baru membuka jendela. Sontak ia segera menutup kelambu kamarnya sebelum mata Arjun yang masih berkedip-kedip benar-benar terbuka. 

Mawar sudah mendekam di kamar seminggu penuh di kamarnya. Selain fokus pada skripsi, ia memang ingin meminimalisir segala kemungkinan bertemu lagi dengan Arjun sebagai tetangga baru. 

“Aduh.” Mawar mengeluh saat merasakan otot-ototnya yang kaku sewaktu ia kembali duduk. 

Ia segera meraih Kamus Baoesastra Djawa yang tertimbun oleh berkas-berkas skripsi yang sebelumnya dipenuhi coretan merah. Karena menariknya dengan cepat, lembaran di atasnya jatuh tercecer di lantai. 

“Ish,” desisnya, menahan kesal. 

Keadaan meja belajarnya memang berantakan, tapi tak lebih parah daripada dirinya sendiri. Ia bahkan tak ingat kapan terakhir kali keramas. Ia juga lupa kapan terakhir makan. Ia sedang berada di fase bertapa demi menyelesaikan skripsinya. Ia tak mau segala usahanya sia-sia jika sampai semester depan ia tak bisa lulus. 

“Yen mawarna lwir ndadari.” Mawar membaca hasil suntingan teks dari naskah kunonya dengan terbata-bata. Sedang tangannya sibuk membolak-balik halaman kamus untuk mencari terjemahannya. 

Sejujurnya Mawar sudah muak harus berkutat dengan kamus, tetapi ia harus memaksa diri demi tak di DO. Sebagai anak sastra Indonesia, ia mulai menyesali keputusannya memilih keilmuan filologi sebagai tugas akhir. Penelitian tentang naskah kuno tak semudah yang dibayangkan. Dulu, ia terpukau karena ingin tahu bagaimana membaca karya-karya orang zaman dulu. Kini, ia ingin menangis saja karena membaca aksara dan mencari terjemahannya bisa membuat gila. 

“Mbak! Kaos kaki!”

Mawar berjengit saat pintu kamarnya didobrak oleh Lea. Kamus di tangannya bahkan hampir jatuh.

“Di lemari paling bawah, Dek.”

Lea pergi dari kamar, Mawar pun kembali membuka kamusnya. Ia kira ketenangannya tak akan terganggu, tapi pekikan Lea dari kamar sebelah membuatnya hampir loncat dari kursi.

“KAOS KAKINYA NGGAK ADA! KAOS KAKIIII!!!”

Mawar mengacak-acak rambutnya hingga makin kusut. Ia menyerah dengan kamus di tangannya dan segera menghampiri Lea sebelum terjadi perang di pagi hari. Tapi … terlambat. Ibunya sudah menghampiri Lea lebih dulu dengan spatula di tangannya. 

“Kamu tuh mbok ya dibantuin adeknya!” bentak Tri, sang ibu. 

“Ini mau dibantuin, Bu.” Mawar membela diri. Ia sudah menundukkan badannya untuk mencari kaos kaki Lea.

“Telat! Kenapa nggak ada inisiatif!” Tri masih memarahi Mawar meski Mawar sudah menemukan sepasang kaos kaki Lea dan membantu mengenakannya.

“Kamu itu bisanya ngurung di kamar ae! Tiduran ae! Harusnya cari kerja sana!”

Mawar menahan diri untuk tak menghela napas panjang. Ia juga berusaha tak kembali marah. Ia bahkan belum tidur, tapi di mata ibunya memang ia selalu jadi anak yang pemalas.

“Aku lagi nyelesaiin skripsi, Bu,” ucapnya kemudian.

“Skripsi terus skripsi terus! Dikerjain setiap hari kok bisa nggak lulus-lulus?!" 

Tri berbalik pergi dari kamar sembari menendang pintu. Mulutnya tak berhenti mendumel saat menuruni peranakan tangga. Lea pun ikut turun setelah diteriaki harus sarapan. 

Mawar sendiri memilih kembali masuk ke kamar. Meski perutnya sudah meronta-ronta dan mual luar biasa karena asam lambung yang naik, ia cukup tahu diri untuk tak menyodorkan muka di meja makan setelah membuat ibunya murka. 

Sekarang, Mawar bahkan tak berani untuk tidur karena takut dimarahi lagi. Akhirnya ia kembali ke meja belajar untuk melanjutkan skripsinya. Baru beberapa menit kembali fokus, ia menangkap suara pecahan dari lantai bawah.

Telapak kaki Mawar tak sengaja tertusuk serpihan kaca ketika ia baru turun dari anak tangga terakhir dengan terburu-buru. Darah segar langsung keluar dari balik lapisan kulit yang robek. Tetapi Mawar mencoba abaikan rasa nyeri ketika melihat ayahnya sudah jatuh dengan tubuh yang separuh basah. 

“Kalau nggak kuat angkat gelas itu nggak usah! Lihat! Bikin nambah kerjaan aja!” 

Amarah Tri kembali memenuhi rumah. Ditambah suara cegukan dari Lea yang berusaha menghabiskan sepiring nasi gorengnya. Mawar bergerak cepat membantu ayahnya yang masih tak bisa bangkit. Ia memapah tubuhnya yang rentan karena stroke yang menyerang tubuh kirinya. 

“Ya! Urus aja itu ayahmu! Bawa pergi sana!” Tri masih berteriak sampai Mawar tiba di kamar ayahnya. 

“Ma—maaf, Nak.” Maja berusaha berkata dengan terbata. Gerak bibir yang tak seimbang membuatnya selalu sulit merangkai kata. Hanya bisa sepotong-potong. 

“Ayah ganti baju dulu. Habis itu aku bawain makan ya.”

Mawar tak berani membalas tatapan ayahnya. Ia berusaha fokus untuk membantu mengganti pakaian ayahnya yang basah dengan yang baru diambil dari lemari. Kemudian, ia buru-buru keluar kamar untuk mengambil sarapan. Hubungan ia dan ayahnya memang tak jauh berbeda dengan ibunya. Mereka tidak memiliki ikatan yang kuat. Sejak kecil, ayahnya sudah jarang di rumah karena harus bekerja di luar kota. Belum lagi rasa sakit hati dan trauma ketika ayahnya mengatakan punya istri kedua saat ia baru jadi anak SMA. 

“Mau ngapain kamu?” 

Mawar kaget mendengar serangan ibunya. Ia baru menyentong nasi goreng ke piring saat ibunya datang dengan mata melotot dan mengambil paksa piringnya.

“Buat Ayah, Bu!” seru Mawar.

“Suruh dia minta ke istri mudanya aja sana!” balas Tri sambil mengembalikan nasi goreng di piring ke dalam wajan. 

“Bu, kasian Ayah.” Mawar berusaha merayu, tapi ibunya tetap memberikan tatapan tajam. 

“Kalau kasian ya udah sana kamu kasih makan sendiri! Jangan masakan ibu!”

Rasa nyeri di telapak kakinya belum reda, tapi ngilu di kepalanya malah ikut memperparah. Perdebatan dengan ibunya selalu menghasilkan sakit kepala yang luar biasa. 

“Ya sudah.” 

Mawar mengalah. Ia membuka pintu kulkas untuk mengambil telur. Memasak telur dadar jadi opsi paling mudah saat ini. Namun, telur yang baru digenggam pun kembali dirampas oleh ibunya.

“Telur ini juga Ibu yang beli!”

“Terus aku masak apa, Bu?”

“Nggak tahu! Pikir aja sendiri! Ayo berangkat sekolah, Lea.”

Tri menarik Lea yang baru menghabiskan segelas air minum. Meninggalkan Mawar yang kebingungan di dapur. 

“Oh ya, jangan sesekali pakai gas di rumah. Itu juga Ibu yang bayar!” 

Mawar sempurna gondok saat ibunya kembali masuk hanya untuk memperingatkannya. Rasa kesal membuatnya menendang udara kuat-kuat, meski detik berikutnya menyesal karena kakinya yang terluka jadi makin linu. 

“Hah!” Mawar mendengus kasar. 

Hari memang baru dimulai, tapi ia sudah muak dengan pagi ini. 

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
7°49′S 112°0′E: Titik Nol dari Sebuah Awal yang Besar
767      503     1     
Inspirational
Di masa depan ketika umat manusia menjelajah waktu dan ruang, seorang pemuda terbangun di dalam sebuah kapsul ruang-waktu yang terdampar di koordinat 7°49′S 112°0′E, sebuah titik di Bumi yang tampaknya berasal dari Kota Kediri, Indonesia. Tanpa ingatan tentang siapa dirinya, tapi dengan suara dalam sistem kapal bernama "ORIGIN" yang terus membisikkan satu misi: "Temukan alasan kamu dikirim ...
Perihal Waktu
436      308     4     
Short Story
"Semesta tidak pernah salah mengatur sebuah pertemuan antara Kau dan Aku"
Rindu Yang Tak Berujung
586      414     7     
Short Story
Ketika rindu ini tak bisa dibendung lagi, aku hanya mampu memandang wajah teduh milikmu melalui selembar foto yang diabadikan sesaat sebelum engkau pergi. Selamanya, rindu ini hanya untukmu, Suamiku.
My Big Bos : Mr. Han Joe
650      399     2     
Romance
Siapa sih yang tidak mau memiliki seorang Bos tampan? Apalagi jika wajahnya mirip artis Korea. Itu pula yang dirasakan Fraya ketika diterima di sebuah perusahaan franchise masakan Korea. Dia begitu antusias ingin segera bekerja di perusahaan itu. Membayangkannya saja sudah membuat pipi Fraya memerah. Namun, apa yang terjadi berbeda jauh dengan bayangannya selama ini. Bekerja dengan Mr. Ha...
Well The Glass Slippers Don't Fit
1477      673     1     
Fantasy
Born to the lower class of the society, Alya wants to try her luck to marry Prince Ashton, the descendant of Cinderella and her prince charming. Everything clicks perfectly. But there is one problem. The glass slippers don't fit!
Noterratus
420      292     2     
Short Story
Azalea menemukan seluruh warga sekolahnya membeku di acara pesta. Semua orang tidak bergerak di tempatnya, kecuali satu sosok berwarna hitam di tengah-tengah pesta. Azalea menyimpulkan bahwa sosok itu adalah penyebabnya. Sebelum Azalea terlihat oleh sosok itu, dia lebih dulu ditarik oleh temannya. Krissan adalah orang yang sama seperti Azalea. Mereka sama-sama tidak berada pada pesta itu. Berbeka...
Say Your Love
531      400     2     
Short Story
Dien tak pernah suka lelaki kutu buku sebelumnya. Mereka aneh, introvert, dan menyebalkan. Akan tetapi ada satu pengecualian untuk Arial, si kutu buku ketua klub membaca yang tampan.
Gino The Magic Box
4666      1410     1     
Fantasy
Ayu Extreme, seorang mahasiswi tingkat akhir di Kampus Extreme, yang mendapat predikat sebagai penyihir terendah. Karena setiap kali menggunakan sihir ia tidak bisa mengontrolnya. Hingga ia hampir lulus, ia juga tidak bisa menggunakan senjata sihir. Suatu ketika, pulang dari kampus, ia bertemu sosok pemuda tampan misterius yang memberikan sesuatu padanya berupa kotak kusam. Tidak disangka, bahwa ...
Naskah Novelku
7      4     1     
Inspirational
Ini cerita kita, penulis kecil yang nulis tanpa suara. Naskah dikirim, tanpa balasan. Postingan sepi, tanpa perhatian. Kadang bertanya, “Apakah aku cukup baik?” Aku juga pernah di sana. Hingga suatu malam, bermimpi berada di perpustakaan raksasa, dan menemukan buku berjudul: “Naskah Novelku.” Saat bangun, aku sadar: Menulis bukan soal dibaca banyak orang, Tapi soal terus berka...
Nina and The Rivanos
10574      2536     12     
Romance
"Apa yang lebih indah dari cinta? Jawabannya cuma satu: persaudaraan." Di tahun kedua SMA-nya, Nina harus mencari kerja untuk membayar biaya sekolah. Ia sempat kesulitan. Tapi kemudian Raka -cowok yang menyukainya sejak masuk SMA- menyarankannya bekerja di Starlit, start-up yang bergerak di bidang penulisan. Mengikuti saran Raka, Nina pun melamar posisi sebagai penulis part-time. ...