Loading...
Logo TinLit
Read Story - Pulang Selalu Punya Cerita
MENU
About Us  

Ada satu hal yang tidak diajarkan oleh buku pelajaran, seminar motivasi, atau bahkan dosen favorit di kampus: bahwa saat kamu terlalu lama pergi, rumahmu bisa tetap berdiri, tapi tidak semua di dalamnya akan tetap sama.

Aluna menyadari hal itu pagi ini.

Pagi yang seharusnya biasa—sarapan, suara radio yang masih setia dengan lagu-lagu lawas, dan Ibu yang duduk di meja makan sambil memegang cangkir teh—ternyata terasa berbeda. Bukan karena tidak ada suara, justru sebaliknya. Terlalu banyak suara... di dalam kepalanya.

“Luna, tolong ambilin sendok kecil di rak atas, ya?” suara Ibu pelan, tapi masih hangat.

Aluna berdiri refleks. Tapi saat ia membuka rak, ia tertegun.

Sendok kecil? Rak atas?

Rak itu... sekarang diisi gelas plastik, bukan sendok. Ia keliru.

“Eh, yang itu rak tempat gelas, Bu,” katanya sambil senyum malu. “Aku kira masih kayak dulu.”

Ibu hanya tersenyum lembut. “Sudah tiga tahun kamu nggak tinggal di sini, Luna. Banyak yang udah berubah.”

Tiga tahun. Ternyata waktu sebegitu bisa menggeser banyak hal—letak sendok, warna taplak meja, bahkan posisi pot tanaman di teras. Aluna kembali duduk, canggung dengan dirinya sendiri. Di sekelilingnya tampak familiar, tapi sedikit asing. Ia seperti tamu yang datang ke rumah masa kecilnya, tapi lupa di mana letak kenangan. Setelah sarapan, Ibu masuk ke kamar untuk istirahat. Aluna berjalan ke ruang tengah, membuka lemari tua tempat keluarga mereka menyimpan album foto. Debu tipis menyelimuti permukaan kayu. Ia menyeka pelan, lalu membuka lembaran demi lembaran album. Di sana ada foto kecil dirinya yang masih SD, gigi ompong, rambut pendek, dan senyum terlalu lebar. Di halaman berikutnya, ada foto keluarga saat mereka liburan ke Puncak—wajah bahagia tanpa beban. Dan... di sudut halaman terakhir, ada foto hitam-putih dari Bapak dan Ibu muda, yang berdiri di depan rumah pertama mereka, rumah yang sekarang Aluna duduki kembali. Ia menatap lama foto itu.

Berapa banyak momen yang sudah ia lewatkan? Berapa banyak malam Ibu tidur sendiri saat Bapak lembur? Berapa banyak ulang tahun keluarga yang cuma diwakili dengan ucapan “maaf nggak bisa pulang”?

Waktu itu ia pikir, semua itu bisa ditebus nanti. Tapi “nanti” sering kali berubah menjadi “terlalu lama”.

Sore hari, Aluna duduk di depan rumah sambil menyeduh teh dan melihat jalan kecil yang dulu sering ia lewati naik sepeda. Seorang anak kecil lewat, bersepeda sambil menyanyi. Persis seperti dirinya dulu. Tiba-tiba, tetangga sebelah, Bu Rini, keluar sambil membawa cucian dan melihat ke arah Aluna.

“Luna? Ya ampun, kamu pulang juga akhirnya!” serunya sambil tertawa kecil.

Aluna berdiri, tersenyum. “Iya, Bu. Akhirnya bisa juga pulang.”

“Kamu tuh, ya, lama banget nggak kelihatan. Sampai-sampai Ibu kamu cerita terus, ‘Luna sibuk di kota, kerjaannya numpuk, pulang nanti-nanti.’”

Aluna hanya bisa tertawa lemah. “Hehe, iya, Bu. Maaf ya, saya emang terlalu lama pergi.”

“Tapi nggak apa-apa, yang penting sekarang kamu di sini. Ibu kamu butuh ditemani. Kadang bukan obat yang bikin orang cepet sembuh, tapi kehadiran anaknya.”

Kata-kata itu menempel di kepala Aluna seperti stiker yang susah dicopot. Ia tahu, Bu Rini benar. Setelah mengobrol sebentar, Aluna masuk kembali ke dalam. Ia membuka pintu kamar Ibu dan melihat Ibunya sedang duduk di tepi ranjang, memandangi album foto yang tadi ia tinggalkan.

“Luna, kamu masih simpan foto ini?” tanya Ibu sambil menunjuk satu halaman.

“Iya, Bu. Nggak pernah aku buang.”

Ibu menatap foto itu sejenak. “Itu waktu kamu juara lomba menggambar di TK, kan? Hadiahnya cuma kotak pensil, tapi kamu bangga banget.”

Aluna tersenyum. “Soalnya Ibu datang nonton. Jadi terasa spesial.”

Ibu memegang tangan Aluna. “Kadang kita terlalu sibuk tumbuh, sampai lupa pulang. Tapi rumah ini... selalu ada. Walaupun kamu telat, kami tetap tungguin kamu.”

Air mata Aluna hampir jatuh. Tapi ia tahan. Ia ingin kuat. Untuk Ibu. Malamnya, Bapak duduk di ruang tamu sambil merapikan dokumen-dokumen rumah. Aluna ikut duduk di sampingnya.

“Pak...”

“Hm?”

“Maaf ya, aku terlalu lama pergi.”

Bapak tidak langsung menjawab. Ia menutup map, lalu menatap Aluna.

“Kamu nggak pergi, kamu belajar hidup. Dan itu penting juga. Tapi sekarang kamu pulang, dan itu yang lebih penting.” Aluna menggigit bibirnya. Hatinya seperti diusap perlahan—hangat dan perih sekaligus. “Mungkin aku selama ini takut pulang, Pak. Takut lihat kenyataan di rumah, takut merasa asing, takut merasa bersalah.”

Bapak mengangguk pelan. “Pulang itu bukan soal kembali ke tempat, tapi soal berani hadapi yang pernah kamu tinggalkan.” Malam itu mereka berbincang panjang. Tentang kerjaan, tentang kuliah, tentang cerita-cerita lama yang dulu tidak sempat dibicarakan. Dan di tengah obrolan itu, Aluna menyadari: pulang memang tidak selalu nyaman. Kadang harus canggung dulu, harus diam-diam menangis dulu, harus menyesal dulu.

Tapi setelah itu, pelan-pelan, semuanya mulai terasa utuh kembali.

Keesokan harinya, Aluna memberanikan diri menyapu halaman. Pekerjaan kecil, tapi terasa besar bagi dirinya yang sudah lama tidak menyentuh sapu. Ia mengangkat pot, memotong daun kering, dan mengepel teras sambil memutar playlist lagu-lagu favorit Ibu. Saat ia sedang membersihkan sudut halaman, seorang anak remaja lewat sambil melirik dan berkata, “Eh, Kak Luna, ya?”

Aluna tersenyum. “Iya, kamu anaknya Mbak Tari, ya?”

“Iya! Ibu sering cerita tentang Kakak. Katanya dulu suka ngumpulin anak-anak buat bikin drama-dramaan tiap malam takbiran.”

Aluna tertawa. “Iya, dan kamu pasti masih kecil waktu itu.”

Anak itu mengangguk. “Tapi aku suka denger cerita-ceritanya. Seru banget kayaknya.”

“Dulu seru. Tapi sekarang udah beda. Udah gede, semua sibuk sendiri.”

Anak itu tertawa. “Tapi kalo Kakak mau, bisa bikin lagi. Kami pasti mau ikut.”

Aluna mengangguk pelan. Mungkin, terlalu lama pergi bukan berarti harus terlalu lama menghilang. Masih ada kesempatan untuk kembali... dan membangun ulang yang dulu pernah indah. Sore itu, Aluna duduk di kamar, menulis di jurnal kecil yang selalu ia bawa. Bukan untuk tugas kuliah atau kerjaan, tapi hanya catatan untuk dirinya sendiri:

“Terlalu lama pergi bukanlah kesalahan. Tapi terlalu lama lupa pulang... itu yang bisa menyesakkan. Aku tak bisa memutar waktu, tapi aku bisa memeluk hari ini. Dan mungkin itu cukup.”

Di luar, suara adzan Maghrib berkumandang. Angin sore menyentuh pelan jendela kamar. Dan di dalam hatinya, ada sesuatu yang seperti pintu kecil yang terbuka—sebuah ruang nyaman bernama "rumah", yang selama ini tetap menunggu meski ia tak selalu hadir.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Flyover
473      337     0     
Short Story
Aku berlimpah kasih sayang, tapi mengapa aku tetap merasa kesepian?
Love is Possible
174      161     0     
Romance
Pancaroka Divyan Atmajaya, cowok angkuh, tak taat aturan, suka membangkang. Hobinya membuat Alisya kesal. Cukup untuk menggambarkan sosok yang satu ini. Rayleight Daryan Atmajaya, sosok tampan yang merupakan anak tengah yang paling penurut, pintar, dan sosok kakak yang baik untuk adik kembarnya. Ryansa Alisya Atmajaya, tuan putri satu ini hidupnya sangat sempurna melebihi hidup dua kakaknya. Su...
Blue Rose
306      254     1     
Romance
Selly Anandita mengambil resiko terlalu besar dengan mencintai Rey Atmaja. Faktanya jalinan kasih tidak bisa bertahan di atas pondasi kebohongan. "Mungkin selamanya kamu akan menganggapku buruk. Menjadi orang yang tak pantas kamu kenang. Tapi rasaku tak pernah berbohong." -Selly Anandita "Kamu seperti mawar biru, terlalu banyak menyimpan misteri. Nyatanya mendapatkan membuat ...
Ikhlas Berbuah Cinta
2059      1108     0     
Inspirational
Nadhira As-Syifah, dengan segala kekurangan membuatnya diberlakukan berbeda di keluarganya sendiri, ayah dan ibunya yang tidak pernah ada di pihaknya, sering 'dipaksa' mengalah demi adiknya Mawar Rainy dalam hal apa saja, hal itu membuat Mawar seolah punya jalan pintas untuk merebut semuanya dari Nadhira. Nadhira sudah senantiasa bersabar, positif thinking dan selalu yakin akan ada hikmah dibal...
SEPATU BUTUT KERAMAT: Antara Kebenaran & Kebetulan
7343      2240     13     
Romance
Hidup Yoga berubah total setelah membeli sepatu butut dari seorang pengemis. Sepatu yang tak bisa dibuang dan selalu membawa sial. Bersama Hendi, teman sekosnya, Yoga terjebak dalam kekacauan: jadi intel, menyusup ke jaringan narkoba, hingga menghadapi gembong kelas kakap. Di tengah dunia gelap dan penuh tipu daya, sepatu misterius itu justru jadi kunci penyelamatan. Tapi apakah semua ini nyata,...
Peran Pengganti; Lintang Bumi
1818      800     10     
Romance
Sudah banyak cerita perjodohan di dunia ini. Ada sebagian yang akhirnya saling jatuh cinta, sebagian lagi berpisah dengan alasan tidak adanya cinta yang tumbuh di antara mereka. Begitu juga dengan Achala Annandhita, dijodohkan dengan Jibran Lintang Darmawan, seorang pria yang hanya menganggap pernikahannya sebagai peran pengganti. Dikhianati secara terang-terangan, dipaksa menandatangani su...
The Past or The Future
477      380     1     
Romance
Semuanya karena takdir. Begitu juga dengan Tia. Takdirnya untuk bertemu seorang laki-laki yang akan merubah semua kehidupannya. Dan siapa tahu kalau ternyata takdir benang merahnya bukan hanya sampai di situ. Ia harus dipertemukan oleh seseorang yang membuatnya bimbang. Yang manakah takdir yang telah Tuhan tuliskan untuknya?
Matchmaker's Scenario
1456      778     0     
Romance
Bagi Naraya, sekarang sudah bukan zamannya menjodohkan idola lewat cerita fiksi penggemar. Gadis itu ingin sepasang idolanya benar-benar jatuh cinta dan pacaran di dunia nyata. Ia berniat mewujudkan keinginan itu dengan cara ... menjadi penulis skenario drama. Tatkala ia terpilih menjadi penulis skenario drama musim panas, ia bekerja dengan membawa misi terselubungnya. Selanjutnya, berhasilkah...
Bittersweet Memories
104      99     1     
Mystery
Sejak kecil, Aksa selalu berbagi segalanya dengan Arka. Tawa, rahasia, bahkan bisikan di benaknya. Hanya Aksa yang bisa melihat dan merasakan kehadirannya yang begitu nyata. Arka adalah kembarannya yang tak kasatmata, sahabat sekaligus bayangan yang selalu mengikuti. Namun, realitas Aksa mulai retak. Ingatan-ingatan kabur, tindakan-tindakan di luar kendali, dan mimpi-mimpi aneh yang terasa lebih...
Me vs Skripsi
3086      1296     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...