Loading...
Logo TinLit
Read Story - Pulang Selalu Punya Cerita
MENU
About Us  

Setiap perjalanan selalu dimulai dengan sesuatu yang dikemas. Entah itu baju, kenangan, atau perasaan-perasaan yang belum sempat dibereskan. Dan pagi itu, Aluna duduk di lantai kamarnya, di depan koper terbuka, dengan ekspresi yang tak bisa dipastikan—antara siap dan enggan. Tiket kereta pagi ke Jakarta sudah dipesan sejak seminggu lalu. Tapi tiket untuk meninggalkan rasa bersalah, belum tersedia.

“Baju udah semua, Nak?” tanya Ibu dari balik pintu.

“Udah, Bu… kayaknya.”

“Jangan lupa bawa sweater. Jakarta AC-nya bisa lebih dingin dari desa kita,” ujar Ibu dengan tawa pelan.

Aluna tersenyum. “Iya, Bu. Aku bawa.”

Tapi bukan dingin AC yang sedang ia pikirkan. Ada hawa sepi yang pelan-pelan menyelusup ke dalam dadanya, dan tidak ada sweater mana pun yang bisa menahannya. Tiap kali Aluna menutup ritsleting koper, ia merasa sedang menutup satu bab yang belum benar-benar selesai. Meninggalkan rumah selalu punya dua sisi—lega karena akan kembali ke rutinitas, tapi juga sesak karena belum tentu ada kesempatan berikutnya untuk menikmati hal-hal kecil di rumah: teh hangat buatan Ibu, suara ayam berkokok dari belakang rumah, atau bahkan piring keramik yang retak tapi tetap dipakai karena "masih bisa, kok".

Ia duduk di pinggir tempat tidur, menatap koper itu.

Koper besar berwarna biru tua yang sudah menemaninya sejak kuliah. Ada stiker lucu di sisi kanan yang sudah mulai mengelupas. Di dalamnya ada baju kerja, oleh-oleh dari pasar, dan sebuah surat dari Ibu yang baru ia temukan tadi malam di meja makan, tanpa nama, hanya tulisan tangan kecil: Untuk perjalanan yang panjang, jangan lupa pulang.

Surat itu seperti peluk yang ditulis. Dan peluk yang ditulis tidak pernah gagal membuat matanya panas.

Di stasiun, suasananya sibuk seperti biasa. Orang-orang datang dan pergi, membawa koper dan rindu masing-masing. Aluna berdiri di dekat pintu masuk, menggenggam tiket di satu tangan, dan ponsel di tangan lain. Notifikasi grup kerja berdenting beberapa kali. Ia abaikan.

Kepalanya sibuk sendiri.

“Kalau kamu udah masuk kerja, jangan terlalu sering begadang,” pesan Ibu tadi pagi sambil menyelipkan bekal kecil di tas Aluna.

“Iya, Bu. Aku usahain.”

“Dan jangan lupa, sesekali telepon. Rumah ini kadang terlalu sepi.”

Aluna hanya mengangguk waktu itu. Sekarang, di tengah kerumunan orang, suara Ibu itu justru paling jelas terdengar di kepalanya. Ia memejamkan mata sebentar. Mencoba menata ulang pikirannya. Pulang selama dua minggu ini telah mengaduk banyak hal dalam dirinya. Hal-hal yang selama ini disembunyikan di balik kerja keras, deadline, dan kafein. Bahwa ia bukan hanya rindu rumah, tapi juga rindu menjadi dirinya sendiri—yang tidak harus kuat setiap hari, yang bisa menangis tanpa merasa lemah, yang bisa diam tanpa dituntut untuk menjelaskan semuanya. Kereta datang, perlahan dan panjang. Suaranya memecah pagi yang mulai hangat. Orang-orang mulai bergerak. Aluna menarik koper, berjalan mengikuti arus penumpang, dan sesekali menoleh ke belakang, seperti berharap melihat seseorang berdiri di sana dan berkata, “Jangan pergi dulu.”

Tapi tidak ada siapa-siapa.

Dia memang harus pergi. Tapi hatinya belum sepenuhnya ikut. Di dalam gerbong, ia duduk di dekat jendela. Pemandangan luar mulai bergeser—sawah, rumah-rumah, jalan kecil tempat anak-anak bermain, semua perlahan hilang dari pandangan. Ia bersandar, membuka bekal dari Ibu—nasi goreng sederhana, dengan telur dadar dan kerupuk.

Di bawah tutup kotaknya, ada catatan kecil:

Makan ya. Jangan cuma kerja, hidup juga harus dinikmati. - Ibu

Aluna menahan napas. Bukan karena nasi goreng itu pedas. Tapi karena hidup kadang terlalu manis untuk ditinggal tergesa-gesa. Beberapa jam perjalanan, Aluna melihat keluar jendela. Langit mulai mendung, dan hujan turun pelan-pelan. Seperti mendukung perasaannya yang sendu. Seperti semesta ingin bilang, "Nggak apa-apa, kalau kamu belum sepenuhnya siap kembali ke rutinitas." Ia membuka buku catatan kecil yang selalu dibawanya—tempat ia menuliskan hal-hal acak. Ia menulis:

Pulang tidak selalu menyelesaikan semuanya, tapi ia memberi jeda. Dan kadang yang kita butuhkan bukan jawaban, tapi jeda. Untuk duduk. Menangis. Tersenyum. Lalu melangkah lagi.

Ia berhenti menulis, lalu tersenyum pada dirinya sendiri. Betapa anehnya hidup—kita sibuk mencari arti di tempat jauh, padahal rumah menyimpannya sejak awal.

Saat kereta mulai mendekati kota, suasananya berubah. Gedung-gedung tinggi mulai terlihat, jalan-jalan besar, suara klakson, dan wajah-wajah yang seperti lupa cara tersenyum. Kontras sekali dengan desa kecilnya, yang masih punya waktu untuk menyapa tetangga dan mendengar suara jangkrik malam hari. Aluna menghela napas. Ia tahu, kehidupan ini menantinya kembali. Dan ia tidak akan lari darinya. Tapi ia juga tahu, hatinya telah berubah. Ia akan kembali bekerja, ya. Tapi kali ini, ia akan membawa rumah bersamanya. Dalam bentuk teh hangat tiap malam. Dalam bentuk telepon rutin ke Ibu. Dalam bentuk senyum pada orang asing. Dalam bentuk sabar pada diri sendiri.

Karena rumah bukan sekadar tempat, tapi cara hidup.

Sampai di stasiun akhir, ia turun sambil menarik koper. Berat, ya, tapi bukan cuma karena barang di dalamnya. Tapi karena ada bagian dari hatinya yang ingin tertinggal di stasiun sebelumnya. Seorang anak muda di sebelahnya sedang menelepon, suaranya riang, “Iya, Bu! Aku udah sampai. Nanti aku cerita ya…” Aluna tersenyum. Kadang, panggilan telepon itu cukup untuk membawa pulang sebagian dari rumah. Ia berjalan keluar, menatap langit kota yang mendung. Lalu menarik napas dalam-dalam. Dan melangkah. Malamnya, setelah kembali ke kos, ia menata koper dengan pelan. Satu per satu baju ia keluarkan. Di antara lipatan baju, ia menemukan satu benda kecil: kerajinan tangan dari rotan yang dibelikan Ibu dari pasar. Ada catatan kecil yang tertempel: Biar kosanmu ada sentuhan rumah.

Aluna duduk, memegang benda itu, dan akhirnya menangis. Bukan karena sedih. Tapi karena bersyukur. Bahwa meski hidup kadang melelahkan, kita masih bisa menemukan sudut-sudut hangat seperti ini—dimana pun kita berada.

Sebelum tidur, ia mengirim pesan pada Ibu:

Bu, makasih buat semuanya. Aku udah sampai, dan aku bawa rumah kita di hati aku.

Pesan terkirim. Beberapa menit kemudian, balasan masuk:

Ibu juga makasih. Jangan lupa istirahat. Kalau kamu capek, ingat ya… rumah nggak ke mana-mana. Tinggal pulang.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
love is poem
2021      1195     4     
Romance
Di semesta ini yang membuat bahagia itu hanya bunda, dan Artala launa, sama kaki ini bisa memijak di atas gunung. ~ ketika kamu mencintai seseorang dengan perasaan yang sungguh Cintamu akan abadi.
DanuSA
33883      5621     13     
Romance
Sabina, tidak ingin jatuh cinta. Apa itu cinta? Baginya cinta itu hanya omong kosong belaka. Emang sih awalnya manis, tapi ujung-ujungnya nyakitin. Cowok? Mahkluk yang paling dia benci tentu saja. Mereka akar dari semua masalah. Masalalu kelam yang ditinggalkan sang papa kepada mama dan dirinya membuat Sabina enggan membuka diri. Dia memilih menjadi dingin dan tidak pernah bicara. Semua orang ...
Teman Berakhir (Pacar) Musuhan
887      555     0     
Romance
Bencana! Ini benar-benar bencana sebagaimana invasi alien ke bumi. Selvi, ya Selvi, sepupu Meka yang centil dan sok imut itu akan tinggal di rumahnya? OH NO! Nyebelin banget sih! Mendengar berita itu Albi sobat kecil Meka malah senyum-senyum senang. Kacau nih! Pokoknya Selvi tidak boleh tinggal lama di rumahnya. Berbagai upaya buat mengusir Selvi pun dilakukan. Kira-kira sukses nggak ya, usa...
Dialog Tanpa Kata
19069      5286     19     
Romance
Rasi mencintai Sea dalam diam Hingga suatu hari Sea malah dinikahi oleh Nolan kakak dari Rasi Namun pernikahan Sea dan Nolan yang terlihat aneh Membuat Rasi bebas masuk ke kehidupan Sea Bahkan selalu menjadi orang pertama saat Sea membutuhkan bantuan Akankah Sea berpaling pada Rasi atau lagilagi perasaan Rasi hanya sebuah dialog dalam hati yang tak akan pernah terucap lewat kata Sea pada Rasi Ras...
Catatan 19 September
27643      3794     6     
Romance
Apa kamu tahu bagaimana definisi siapa mencintai siapa yang sebenarnya? Aku mencintai kamu dan kamu mencintai dia. Kira-kira seperti itulah singkatnya. Aku ingin bercerita sedikit kepadamu tentang bagaimana kita dulu, baiklah, ku harap kamu tetap mau mendengarkan cerita ini sampai akhir tanpa ada bagian yang tertinggal sedikit pun. Teruntuk kamu sosok 19 September ketahuilah bahwa dir...
Lingkaran Ilusi
10715      2494     7     
Romance
Clarissa tidak pernah menyangka bahwa pertemuannya dengan Firza Juniandar akan membawanya pada jalinan kisah yang cukup rumit. Pemuda bermata gelap tersebut berhasil membuatnya tertarik hanya dalam hitungan detik. Tetapi saat ia mulai jatuh cinta, pemuda bernama Brama Juniandar hadir dan menghancurkan semuanya. Brama hadir dengan sikapnya yang kasar dan menyebalkan. Awalnya Clarissa begitu memben...
Me vs Skripsi
3819      1583     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...
Diary Ingin Cerita
3623      1766     558     
Fantasy
Nilam mengalami amnesia saat menjalani diklat pencinta alam. Begitu kondisi fisiknya pulih, memorinya pun kembali membaik. Namun, saat menemukan buku harian, Nilam menyadari masih ada sebagian ingatannya yang belum kembali. Tentang seorang lelaki spesial yang dia tidak ketahui siapa. Nilam pun mulai menelusuri petunjuk dari dalam buku harian, dan bertanya pada teman-teman terdekat untuk mendap...
Percentage People
72      13     3     
Fantasy
Pernahkah kamu berfikir bagaimana kehidupan asli seorang content creator setiap harinya yang selalu dapat memberikan berita terbaru baik itu tentang dirinya atau sesuatu yang menarik untuk dibahas dan ditonton. Mari kita berkenalan langsung dengan sosok Serana Tika, seorang content creator perempuan muda usia 28 tahun yang cukup aktif dalam memberikan infrormasi mengenai keseharian ia saat be...
Perahu Jumpa
581      440     0     
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting. Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...