Pat ingin segera sampai ke rumah.
Kaki-kaki Pat tidak seringan kaki kakaknya, tetapi Pat dengan usahanya, mencoba dengan cepat melintasi berbagai batu dan sulur di jalan setapak belakang rumah keluarga Williams. Dengan mudah ia dapat melintasi jalan setapak itu, kecuali satu sulur magis yang tiba-tiba muncul.
Akibatnya, dagu Pat mendarat renyah pada selasar hutan, “aduh!”
Pat mengaduh kesakitan, dan memutuskan untuk tidak langsung berdiri, melainkan dia membalikkan badannya perlahan dan memandang langit yang penuh bintang. “Enak rasanya begini, lelah bertengkar dengan Kakak!”
Sayang, suara berdesik di belakang rumput mengusiknya, memaksanya untuk tidak berlama-lama memandang bintang. Pat menumpu badannya dengan telapak tangan, bersiap untuk berdiri. Saat itulah dia melihat sulur yang terbentang menghalangi jalannya. Mata emerald Pat membesar. Sulur itu tebal, ungu dan menggantung! Benda itu tidak berada di tanah, namun tergantung di udara setinggi mata kaki.
Pekerjaan penyihir! apakah Eryndel Mournshade kembali? Pat baru saja hendak berlari menuju rumah keluarga Williams, saat makhluk yang menyerupai bunga anggrek muncul di depannya membuatnya terkejut sampai tidak bisa bersuara. Makhluk yang muncul tiba-tiba dari balik pohon itu seluruh badannya berwarna putih, tapi memiliki semburat ungu yang cantik berbentuk ulir di beberapa bagian wajahnya, juga lengannya. Gaun berendanya tampak indah dikenakan.
“Siapa kau?!” tanya Pat dengan seru yang teredam.
“Aku Liana Orchelia.” jawab Liana penuh Wibawa. Makhluk itu menjawab dengan memegang kedua ujung gaun renda, tidak lupa dia juga menyilangkan lututnya ke belakang kakinya yang lain.
Pat terheran-heran dengan tingkahnya. Dia memandang Liana sekali lagi, penampilan Liana cukup menawan dengan segala renda berwarna lembayung yang mengembang indah di atas tumitnya. Sepatu flat berwarna putih yang dikenakan Liana juga memiliki kerlip ungu yang cantik. Kuku-kukunya cantik dan panjang, wajahnya mungil dan manis. “Aku tidak pernah mendengar namamu”
“Ya, kau pasti asing dengan namaku, aku memang bukan warga desa sini.” jawab Liana. “Oh ya, maafkan aku, untuk sulurku.” Liana menunjuk dagu Pat yang mulai memerah.
“Itu tadi sulur mu? Lain kali kau harus hati-hati, sulur itu bisa mencelakakan orang lho.” Pat menyentuh dagunya.
“Habisnya kau lari cepat sekali, aku baru sampai di desa ini dan hari sudah gelap, bingung mau tanya siapa. Aku sungguh minta maaf,” ucap Liana sekali lagi menyilangkan kakinya ke belakang.
Mau tak mau, Pat menganggap hal itu lucu.
“Luka ini sebenarnya tidak masalah, Kakakku bisa menyembuhkannya dengan cepat!”
“Oh ya?” tanya Liana dengan pandangan menyelidik
Pat mengalihkan pandangan dari Liana. “Dengan eliksir. Kakakku pembuat eliksir yang terkenal. Ramuannya manjur sekali mengobati luka-luka kecil seperti ini.”
Liana mengangguk kecil.
“Oh iya aku mau bertanya kepadamu, itu tadi sulur mu, kok bisa menggantung seperti itu? Setahuku sulur menggantung seperti itu hanya bisa dilakukan oleh penyihir. Bagaimana cara kau melakukannya, kau mengaitkannya di pohon ya?” tanya Pat.
“Aku bukan penyihir, aku makhluk magis,” jawab Liana.
Jawaban Liana membuat Pafeta tertegun, “Makhluk magis… dari hutan Annora?” tanya Pafeta.
Liana mengangguk, dan detik itu juga Pafeta lari ke arah rumah keluarga Williams.
“Hei kenapa kau lari?” Liana mencoba mengejar Pat dengan gaun berendanya.
“Jauhi aku! Jauhi!”
“Kenapa?!”
“Kata kakakku kau berbahaya!” seru Pat. Dia sudah sampai di pintu belakang rumah keluarga William. Dia mengetuk pintunya dengan kencang.
Pat mengangkat telapak tangannya, melarang Liana mendekatinya, “jangan melangkah mendekati aku! Di dalam ada Kakakku.”
Liana terengah-engah karena berlari. Kostumnya hari ini jelas bukan untuk berlari. Hanya saja gadis cilik di depannya berlari. Dia jadi ikut berlari. Tidak sampai tiga detik pintu belakang itu dibuka, wajah teduh Nemeea muncul dari balik pintu kayu tebal, dan menatap mereka berdua dengan heran.
“Apa-apaan ini Pat?” tanya Nemeea kepada Pat.
“Kaak, diaa, diaa..” Napas Pat tersengal, kemudian bersembunyi di belakang Nemeea.
“Kau ini kenapa sih?” tanya Nemeea bingung. “Maafkan adikku, sepertinya dia kelelahan. Ada yang bisa kami bantu? Apakah Anda ingin membeli eliksir?” tanya Nemeea dengan sopan kepada Liana. Ia mengajukan pertanyaan yang paling umum ia tanyakan kepada makhluk yang datang entah dari mana ke desa huma penyembuh.
***
Priscilla mengambil daun teh yang sudah dikeringkan dan siap diseduh dari sebuah wadah tertutup. Lalu, ia mengambil satu sekop racikan teh dari wadah dan menuangkannya ke dalam dandang yang kosong. Setelah air dari kuali dirasa cukup panas, Priscilla menuangkannya ke dandang, lalu mengaduk dandang itu dengan sepenuh hati. Wangi teh menguar memenuhi ruangan. Kemudian, ia menggunakan sendok yang tangkainya panjang untuk mengalirkan teh hangat ke cangkir tamunya. Kiko dengan sigap membantu Priscilla mengantarkan teh hangat itu ke tamu. Cangkir teh sudah diedarkan ketika Priscilla memasuki ruangan.
“Coba gunakan ini,” Priscilla meletakkan mangkuk berulir yang berisi kubus - kubus kecil, “rasa tehnya nanti jadi manis.”
Priscilla kemudian duduk di sebelah Nemeea, berseberangan dengan tamu yang baru datang. Di kursi lain, Pat duduk bersama Gladys. Sedang, Master Boni dan Russel berdiri di dekat kursi panjang di ruang duduk. Saat itu hanya mereka berenam yang masih berada di ruang duduk, penduduk desa yang lain sudah pulang ke rumahnya masing-masing.
“Kau kesini naik apa tadi kau bilang?” tanya Russell. Sifatnya memang penuh rasa tahu dan seringkali bertanya seenaknya.
“Kaelion, burung elang milik Idris.” Liana menatap ke luar jendela. “Sekarang dia sedang terbang mencari mangsa.”
Russel mengangguk, “lalu kau mau bertemu kakak beradik ini?” tanya Russel.
“Ya, aku mau bertemu Nemeea dan Pafeta Finch, sungguh kebetulan kita bertemu terlebih dahulu.” Liana mengangguk ke arah Pat. Pat tersenyum sopan.
“Kau menakuti dia lebih tepatnya,” ucap Russell. “Jantung anak ini kurasa sudah mau copot, melihat sulur yang bisa melayang begitu di malam hari. Lagipula, baju yang kau pakai ini baju apa sih?” Russell bertanya heran. Pada saat itu, penduduk negeri Stredelon pada umumnya mengenakan baju dengan bahan linen yang kuat untuk bekerja kasar, gaun berenda milik Liana memang jarang sekali digunakan, mencari bahan itu juga merupakan kesulitan tersendiri.
“Russell.” Gladys memperingatkan keponakannya itu, Russell mengalihkan pandangan memilih mengambil kue kering buatan Priscilla.
Gladys mengangkat cangkir tehnya. “Nak, silahkan dinikmati dulu teh nya, kau pasti lelah setelah perjalanan jauh dengan Kaelion.”
Liana meraih gula batu yang terletak di atas meja, menjepitnya dengan dua buah kayu pendek yang sudah dihaluskan lalu meletakkan pemanis itu ke dalam cangkir tehnya. Panas dengan mudah membuat gula larut. Setelah dirasa tehnya sudah dalam temperatur yang pas, Liana meneguk tehnya. Rasanya manis dan hangat. Dia tersenyum sopan kepada Gladys. “Saya rasa memang gaun saya terlalu berlebihan, karena tadi saya langsung menuju kesini ketika mendapatkan visi. Justru, saya minta maaf karena tiba-tiba datang di malam hari seperti ini,” ucap Liana.
“Tidak masalah, kau bisa beristirahat di atas dulu jika mau. Kiko akan menyiapkan kamar.” Gladys mengangkat tangannya, Kiko berjalan menghampiri.
“Oh terima kasih tawarannya. Anda baik hati sekali. Tapi jika boleh aku lebih suka tidur di hutan.” ucap Liana.
Suasana ruangan menjadi hening. Liana menyadari dirinya membuat suasana menjadi kikuk buru-buru menjelaskan. “Aku bisa membangun tenda dengan cepat menggunakan kekuatanku. Jika boleh, dapatkah saya mencoba membangun tenda di pekarangan rumah Anda?” tanya Liana kepada Gladys.
“Oh tentu.” Gladys menyetujui dan bergerak berdiri mengantarkan tamunya menuju pekarangan belakang rumahnya. Liana mengikuti.
“Sebagai makhluk magis, aku memiliki dasar kekuatan pada diriku. Untuk kasus ku, aku memiliki sulur anggrek yang bisa dipanjangkan dan dipendekkan semauku. Lalu, sulur ini bisa aku alirkan energi… Energi ini bisa membuatku melakukan hal-hal magis seperti mendirikan tenda ku sendiri.”
Liana mengarahkan tangannya ke arah pekarangan yang kosong, sulurnya tumbuh memanjang dari tangannya, membentuk rangkaian ulir yang rumit sehingga pada akhirnya membentuk tenda setengah bulat yang sempurna.
“Wah, keren sekali! Kusangka tadi sulur itu buatan Eryndel Mournshade, makanya aku terkejut, jadi aku berlari ke rumah keluarga William.”
Liana merasa heran mendengar pernyataan dari Pat. “Apa maksudmu? Kau pernah bertemu Eryndel Mournshade?”
“Kami semua,” jawab Nemeea. “Kami semua tadi bertemu dengannya, dia membawa pengumuman dari Pusat Kota Stredelon.”
***
Liana mendengarkan cerita Master Boni dengan seksama di ruang duduk.
“Maka dari itu, kedatangan mu mengejutkan sekali, baru tadi kami membahas Idris Velarion.” Master Boni menutup penjelasannya. Dia sebenarnya ingin mengatakan mengenai totem intan milik pemimpin terdahulu. Namun, Nemeea sudah mewanti-wanti agar tidak menceritakan hal itu. Hati Nemeea tidak terasa tega mengatakannya di depan Liana, makhluk magis pembimbing Idris. Master Boni mau tak mau setuju dengan Nemeea, tadi ide itu dirasanya begitu pintar dan cerdas. Akan tetapi, mendengarkan perjuangan Idris di Lembah Gunung Erba untuk menghadapi pasukan negeri Obedient, membuatnya berhati-hati dalam berkata.
“Apa kau bisa melakukan sesuatu Liana?” tanya Pat penuh harap. Pat di lain sisi, hanya ingin Kakaknya bisa selamat dan bersamanya. Ketika tahu Liana mengenal Idris dan berencana untuk mengenalkan Nemeea dan Pafeta kepada Idris, desir hatinya berkata untuk terus berjuang demi Kakaknya.
“Sejujurnya aku tidak tahu apa yang bisa ku lakukan. Tetapi, aku memang berniat untuk membawa kalian berdua menuju Idris.” jawab Liana.
“Karena visi mu?” tanya Nemeea
“Ya. Aku sudah ceritakan aku mendapat visi. Aku meninggalkan kemah dengan tiba-tiba karena mendengar visi itu.” ucap Liana.
“Bisa kau ceritakan visimu?” Nemeea bertanya kembali.
Liana menggeleng lemah. “Aku melihat kalian berdua. Kalian berdua adalah takdir Stredelon.”
Semua makhluk dalam ruangan membisu, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Liana melanjutkan, “Aku belum bisa menceritakan dengan gamblang karena visi ini begitu buyar. Tapi aku berharap dengan membawa kalian kepada Idris, visi ini menjadi lebih jelas.”
“Maafkan aku Liana, tapi bagaimana kami bisa mempercayaimu?” tanya Nemeea.
“Kau memang tidak seharusnya mempercayaiku. Tetapi, ada yang unik mengenai visi ini. Jika perkembangannya tepat sesuai dugaan. Kau akan mendapatkan hal yang berharga Nemeea Finch.”
“Kau tahu kondisi ku disini cukup rumit Liana. Aku adalah orang yang memegang janji. Aku akan memenuhi janjiku kepada Eryndel Mournshade. Perjalanan ke Lembah Gunung Erba untuk menemui Idris dan waktu kembalinya tidak bisa ditempuh dalam waktu yang singkat. Aku khawatir jika harus mengabaikan janjiku.”
“Kau mempunyai integritas yang baik Nemeea Finch. Orang dengan budi baik seperti mu akan menemukan hal-hal yang baik di depan sana.” Liana menganggapi.
Pat tidak terlalu suka dengan percakapan itu. Mengapa ya Kakaknya menyerah begitu saja? Mengapa Kakaknya ingin meninggalkannya seorang diri di desa huma penyembuh? Bagaimana dia bisa tinggal sendiri di desa ini? Memang dia memiliki Gladys, dia juga memiliki Master Boni. Tapi dia butuh kakaknya. Dia butuh Nemeea Finch! Kekecewaan terukir jelas di wajah Pat, dia meredakannya dengan mengambil kue manis buatan Priscilla.
“Wah kurasa Kaelion sudah kembali dari berburu.” Liana menoleh ke arah jendela. Nemeea memandang ke luar jendela, takjub memandang elang yang memiliki tinggi hampir sama dengan dirinya sendiri.
“Lokasi Idris Velarion juga adalah sebuah rahasia. Tapi aku memberitahu kalian disini, kalian berenam, bahwa lokasinya berada di Lembah Gunung Erba. Informasi ini tidak bisa kuberikan begitu saja. Aku amat mempercayai kalian, dan kuharap kalian memahami betapa pentingnya tujuan ku disini.” Liana menatap kepada Nemeea dan Pafeta, menutup percakapan malam itu.
Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
3889
1909
0
Inspirational
Judul ini bukan hanya sekadar kalimat, tapi pelukan hangat yang kamu butuhkan di hari-hari paling berat.
"Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari" adalah pengingat lembut bahwa menjadi manusia tidak berarti harus selalu tersenyum, selalu tegar, atau selalu punya jawaban atas segalanya. Ada hari-hari ketika kamu ingin diam saja di sudut kamar, menangis sebentar, atau sekadar mengeluh karena semua teras...
Seharusnya Aku Yang Menyerah
202
169
0
Inspirational
"Aku ingin menyerah. Tapi dunia tak membiarkanku pergi dan keluarga tak pernah benar-benar menginginkanku tinggal."
Menjadi anak bungsu katanya menyenangkan dimanja, dicintai, dan selalu dimaafkan. Tapi bagi Mutia, dongeng itu tak pernah berlaku. Sejak kecil, bayang-bayang sang kakak, Asmara, terus menghantuinya: cantik, pintar, hafidzah, dan kebanggaan keluarga. Sementara Mutia? Ia hanya mer...
Langit-Langit Patah
42
36
1
Romance
Linka tidak pernah bisa melupakan hujan yang mengguyur dirinya lima tahun lalu. Hujan itu merenggut Ren, laki-laki ramah yang rupanya memendam depresinya seorang diri.
"Kalau saja dunia ini kiamat, lalu semua orang mati, dan hanya kamu yang tersisa, apa yang akan kamu lakukan?"
"Bunuh diri!"
Ren tersenyum ketika gerimis menebar aroma patrikor sore. Laki-laki itu mengacak rambut Linka, ...
Catatan Takdirku
1945
1034
6
Humor
Seorang pemuda yang menjaladi hidupnya dengan santai, terlalu santai. Mengira semuanya akan baik-baik saja, ia mengambil keputusan sembarangan, tanpa pertimbangan dan rencana. sampai suatu hari dirinya terbangun di masa depan ketika dia sudah dewasa.
Ternyata masa depan yang ia kira akan baik-baik saja hanya dengan menjalaninya berbeda jauh dari dugaannya.
Ia terbangun sebegai pengamen. Dan i...
No Longer the Same
768
549
1
True Story
Sejak ibunya pergi, dunia Hafa terasa runtuh pelan-pelan. Rumah yang dulu hangat dan penuh tawa kini hanya menyisakan gema langkah yang dingin. Ayah tirinya membawa perempuan lain ke dalam rumah, seolah menghapus jejak kenangan yang pernah hidup bersama ibunya yang wafat karena kanker. Kakak dan abang yang dulu ia andalkan kini sibuk dengan urusan mereka sendiri, dan ayah kandungnya terlalu jauh ...
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
595
409
2
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir?
Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh.
Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...
Perahu Jumpa
427
336
0
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting.
Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...
Nuraga Kika
44
40
0
Inspirational
Seorang idola sekolah menembak fangirlnya. Tazkia awalnya tidak ingin melibatkan diri dengan kasus semacam itu. Namun, karena fangirl kali ini adalah Trika—sahabatnya, dan si idola adalah Harsa—orang dari masa lalunya, Tazkia merasa harus menyelamatkan Trika.
Dalam usaha penyelamatan itu, Tazkia menemukan fakta tentang luka-luka yang ditelan Harsa, yang salah satunya adalah karena dia. Taz...
No Life, No Love
2171
1338
2
True Story
Erilya memiliki cita-cita sebagai editor buku. Dia ingin membantu mengembangkan karya-karya penulis hebat di masa depan. Alhasil dia mengambil juruan Sastra Indonesia untuk melancarkan mimpinya. Sayangnya, zaman semakin berubah. Overpopulasi membuat Erilya mulai goyah dengan mimpi-mimpi yang pernah dia harapkan. Banyak saingan untuk masuk di dunia tersebut. Gelar sarjana pun menjadi tidak berguna...
Main Character
3127
1577
0
Romance
Mireya, siswi kelas 2 SMA yang dikenal sebagai ketua OSIS teladanramah, penurut, dan selalu mengutamakan orang lain. Di mata banyak orang, hidupnya tampak sempurna. Tapi di balik senyum tenangnya, ada luka yang tak terlihat.
Tinggal bersama ibu tiri dan kakak tiri yang manis di luar tapi menekan di dalam, Mireya terbiasa disalahkan, diminta mengalah, dan menjalani hari-hari dengan suara hati y...