Loading...
Logo TinLit
Read Story - Nemeea Finch dan Misteri Hutan Annora
MENU
About Us  

Pafeta memanjat tanah kering di ladang terbengkalai dekat desa huma penyembuh.
Sebenarnya apa sih yang dia lakukan? Liana punya Kaelion dan mungkin sedang terbang di langit. Memanjat daerah tertinggi di ladang terbengkalai, tidak memberinya penglihatan yang lebih baik mengenai apapun. Pafeta mulai kelelahan, dia mungkin tidak akan menemukan Liana. Bagaimana sekarang?Apakah ia harus kembali menuju desa huma penyembuh?
Tapi persoalan ini, persoalan Kakaknya, Pafeta tidak ingin menyerah sebelum berusaha maksimal. 
Dia menjejakkan kakinya yang mungil pada bagian tertinggi yang bisa didakinya dan berteriak dengan suara lantang. “Liana! Dimana kau!”
Pafeta mengulanginya sampai tiga kali, dia memegang lehernya, kerongkongan nya kering. Mungkin inilah saat nya, inilah saat ia musti menyerah kepada kondisi yang ada. Pafeta merengkuh wajahnya, kesal karena tidak bisa mendapatkan keinginannya. Dia sekarang harus turun perlahan dan mulai berjalan menuju desa huma penyembuh sebelum gelap. 
Tanah kering dan tandus tidak membantunya turun dengan lebih mudah. Kakinya berkali-kali berselancar dalam tanah yang runtuh. Pafeta berusaha, sayang usahanya menyebabkan genggamannya juga menjadi lemah. Ia tergelincir di bukit kecil itu. Pafeta kecil memejamkan matanya, ketakutan akan apa yang akan terjadi.
Anehnya, Pafeta mendarat, bukan pada duri-duri tanaman yang kasar, namun pada bulu lembut dan menawan. Pat membuka matanya perlahan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Dia terhampar pada bulu lembut milik burung raksasa. Kaelion. 
“Hei kau harus lebih berhati-hati,” suara tenang dan berwibawa menyambut terbukanya mata Pafeta.
“Liana!”pekiknya terkejut. Pafeta begitu senang melihat Liana. “Astaga, bagaimana kau bisa menemukan aku?!”
“Aku mengikutimu sejak tapal batas desa. Bocah, bisa-bisanya kau kabur dari Kakakmu. Karena kau, aku jadi terlambat nih kembali ke Lembah.” ucap Liana.
“Tunggu, tunggu, kau tidak akan terlambat sama sekali Liana. Karena aku akan ikut denganmu.” Pat berkata tegas.
Liana memicingkan mata, lalu berkata, “kurasa kau mengigau.”
“Tidak aku bersungguh-sungguh.” Mata emerald Pat menatap tajam mata Liana “Tolong bawa aku kepada Idris Velarion Liana.”

***

Liana turun  dengan anggun dari Kaelion.
“Kaelion lelah terbang, dia tidak akan sanggup membawa kita berdua lama-lama.”
Burung elang itu mengudara lagi ke angkasa. “Sekarang dia kemana Liana?”
“Cari makan,” jawab Liana acuh. “Jadi mumpung dia lagi cari makan, bisa kau jelaskan kata-kata mu tadi Pafeta?” tanya Liana dengan nada lebih serius.
Pat menghela napas.
Tadi pagi ia bangun dalam kondisi segar. Matahari menyinari wajahnya dengan lembut. Akan tetapi, Pat khawatir ketika dia menemukan rumah itu dalam keadaan kosong. Kakaknya tidak ada di rumah. Selembar pesan turun jatuh di meja makan mengatakan Kakaknya sedang pergi memancing. Tetapi, Pat tidak ingin kejadian seperti ini terjadi lagi. Dia tidak ingin terbangun dan mendapati kakaknya tidak di rumah. Saat itu Pat membulatkan tekadnya, dia akan menemukan cara untuk membuat Kakaknya batal menjadi jaminan Eryndel.  Pat menceritakan itu semua kepada Liana.
“Aku jujur kepadamu Liana. Aku membutuhkan waktu untuk bicara dengan Idris bukan demi visimu atau apapun, tapi demi Kakakku.” ucap Pat melihat perubahan pada raut muka Liana, buru-buru ia menambahkan, “tentunya, bukan berarti aku tidak akan membantumu balik. Aku juga bersedia berbicara dengan Idris demi kepentinganmu. Aku tidak seegois itu.”
Liana nampak berpikir. Dia tidak perlu membawa Pat. Tidak perlu jika tidak ada urgensi. Masalahnya visinya sangat jelas, dan datang berulang. Berkata dengan tegas untuk membawa anak keluarga Finch ke Lembah Gunung Erba. Pat adalah salah satu anak keluarga Finch. Kenyataan itu membuat pikirannya jernih.

***

Kaelion terbang mendahului mereka.
Liana berkata pada Pat bahwa perjalanan ini akan sulit karena tidak bersama Kaelion. Tetapi Pat tetap pada pendiriannya, hal sesulit apapun, bisa ditanggung olehnya. Mereka sudah berjalan kurang lebih setengah hari, Marigold, gajah kecil kawan Liana, membantu mereka membukakan jalan.
“Marigold amat menyukai semangka ya?” tanya Pat dengan rasa ingin tahu.
“Ya, dia amat menyukai semangka,” jawab Liana sambil tersenyum. “Malah kita harus berhenti sekarang untuk mencari semangka lagi dan memotong-motongnya untuk Marigold,” tambah Liana. Liana kemudian menggunakan sulurnya untuk mencari semangka dalam rerimbunan pohon.
“Wah, jarang-jarang aku menganggap orang selain Kakakku keren. Tapi sulur mu benar-benar hebat Liana."
Liana mengumpulkan beberapa semangka dan meletakkannya di depan Marigold. Kaki kecil Marigold menandak-nandak.
"Mengapa Marigold tidak bisa memotong-motong semangkanya sendiri?" Pat membantu Liana memegang semangka itu, agar sulurnya dengan mudah membagi semangka menjadi beberapa bagian.
"Dia belum sekuat itu Pat. Giana, ibunya jelas mampu.” Liana memandang jauh pada vegetasi hutan yang dibukakan oleh Giana. Serpihan kayu dan batang terpotong, menandakan Giana tadi melewati jalan itu. 
"Liana, bagaimana kalau Giana tersesat? Dia berjalan terlalu cepat mendahului kita," tanya Pat cemas.
"Gajah punya ingatan yang kuat Pat." Liana memberikan semangka kepada Marigold. Gajah kecil itu menaikkan belalainya dengan senang, dengan belalai itu dia mengambil semangka dari tangan Liana. Marigold menikmati semangkanya. Liana tersenyum senang lalu memanfaatkan sulur-sulurnya yang panjang dan fleksibel untuk memotong semangka lainnya menjadi bagian yang lebih kecil lagi dari sebelumnya.
"Kecil sekali potongannya? Untuk siapa?" tanya Pat. "Kulihat Marigold lebih suka potongan semangkanya lebih besar, dia suka sekali semangka itu berbunyi saat dikunyah." Pat senang saat melihat Marigold makan.
"Untuk kita, masa kau tak lapar?" Liana menyerahkan potongan itu kepada Pat. Pat menerimanya dengan senang hati.
“Tentu saja aku lapar!” Pat menerima potongan semangka itu. Semangka itu terasa segar dan manis, Pat amat menyukainya. “Kakakku suka membawakan ku semangka juga. Dia sering berkelana ke ladang terbengkalai dan membawakanku potongan semangka yang nikmat.”
“Pantas kau berjuang sekeras ini agar terus bersama kakakmu.”
Pat memandang sekitar, pada pepohonan dan rumput yang tidak ia kenal, pada Liana yang berjalan dengan anggun, pada Marigold yang dengan riang mengikuti mereka. Kondisi ini tadi membuat hatinya gundah, namun semakin ia melangkah, ia merasakan keputusan ini adalah keputusan yang terbaik baginya. “Kakakku adalah alasan yang pantas membuatku mengambil keputusan besar seperti ini.”
“Itu semangat yang amat bagus. Aku seringkali mengamati negeri ini. Cinta seperti yang kau miliki kepada Kakakmu, itu patut dipertahankan. Kurasa kau sangat menyukai Kakakmu ya?”
“Tentu saja, dia orang yang amat hebat. Dia membuat ini.” Pafeta menunjuk pada sabuk yang melingkar di pinggangnya. “Sabuk berkantong ini sungguh luar biasa, bisa digunakan untuk menyimpan berbagai benda.”
“Sabuk berkantong?”
Liana memberikan pandangan yang menyepelekan.
“Jangan buat aku menyebutkan benda-benda lain yang dapat dibuat oleh Kakakku ya.”
Liana mengangkat tangan. “Aku punya kantong magis yang bisa memuat banyak perlengkapan ku. Bukan berarti aku tidak menghargai buatan Kakakmu.”
“Oh masih ada bantal Nemara yang enak dipakai untuk tidur.”
“Kau tau aku lebih suka tidur berlapiskan sulur ku, aku makhluk magis.”
“Dan eliksir yang sempurna.”
“Iya aku mendengar hal itu. Eliksir ya.”
“Eliksir Kakakku amat sempurna, banyak orang sembuh karena dirinya.”
“Kalau kau bisa juga membuat eliksir?”
“Aku tidak bisa, aku membantu Kakakku. Dia yang tahu racikannya.”
“Kurasa Kakakmu orang yang detail, aku suka orang yang detail.”
Mereka memasuki bagian hutan dengan vegetasi yang rapat. Pafeta memandang kebingungan pada vegetasi di sekitarnya. Dia tidak menyangkan, saat matahari belum turun pun, keadaan sudah menjadi gelap jika vegetasi yang ada menutupi serasah hutan. Beberapa kali ia terantuk akar pepohonan.
“Kaki-kaki mu kurang lincah ya.” ucap Liana. Dia beberapa kali menangkap Pafeta yang tersandung.
“Iya, sekarang aku memang masih kecil. Nanti, aku akan tumbuh besar dan menjadi lebih kuat.”
Marigold tiba-tiba mendahului mereka, dia melihat Ibunya, Giana. Liana berjalan mantap mengikuti jalan yang dibukakan oleh Giana, Pat mengekor di belakangnya. 
“Nampaknya inilah saat kita musti berpisah dengan Giana dan Marigold.” ucap Liana. “Mereka hanya membantu mengantar sampai kesini.”
“Hah, aku bahagia dengan Marigold karena dia sudah bertemu kembali dengan Giana.” ucap Pat. “Tapi aku tidak suka, kita masih harus meneruskan perjalanan dalam hutan yang gelap ini berdua saja.”
“Ternyata kau takut gelap ya! Tadi kubilang kau pemberani, kurasa harus kutarik ucapanku itu.”
“Aku tidak bilang takut gelap, hanya saja The Things muncul pada saat kabut dan gelap. Yah, kuakui aku takut The Things, dan jadinya sama saja sih ketakutanku itu.” kata Pat.
“The Things suka kabut dan gelap. Tapi mereka berada di kedalaman Hutan Annora. Mereka tidak akan keluar dari sana. Jadi tidak perlu khawatir,” ucap Liana.
“The Things tidak selalu berada disana.”
“Apa maksudmu?” Liana mengangkat alis.
“Makhluk itu pernah datang ke desaku.”

***

“Pafeta, The Things itu makhluk malam yang memiliki kekuatan hanya jika digerakkan oleh Gustava. Tidak mungkin dia berjalan keluar dari Hutan Annora.” Liana menganggap jawaban Pat angin lalu. 
“Tapi sungguh mereka pernah ada di desaku Liana, memang sih cuma satu.” Pafeta mengingat-ingat cerita mengenai The Things yang menyerang Kakaknya. “Ya, kurasa memang cuma satu. Dan dia menyerang Kakakku juga Janu.”
Liana menatap Pafeta heran, Gustava Mordain tidak akan membiarkan The Things berkeliaran begitu saja, kekuatan mengontrol milik Gustava begitu kuat. Satu, dua The Things tidak akan lepas dari cengkramannya, kecuali…
Liana berpikir keras, helaan napasnya berat.
Gustava memiliki perjanjian abadi dengan The Things, perjanjian itu tidak mungkin runtuh.
“Pafeta apakah kau pernah melihat hal aneh dari Kakakmu?”
“Apa maksudmu bertanya seperti itu? Kakakku berusaha hidup dengan baik selama ini. Dia tidak melakukan yang aneh-aneh kok.” Pafeta menjawab dengan ketus.
Gadis cilik itu mempercepat langkahnya di depan. Liana mengikuti, sepertinya Pafeta amat menyukai Kakaknya, dia tidak akan mendapatkan informasi apapun dari Pafeta. 
“Aku bukannya berniat menggali informasi yang enggak-enggak.” Liana berseru kencang, “cuma buka obrolan saja.”
Pafeta menoleh, raut mukanya meneduh.
“Ya kukira aku terlalu keras menjawab mu. Hanya saja aku memang benar-benar menyukai Kakakku.” ucap Pafeta. “Kau tahu Liana? Dia seorang pekerja keras, ditinggal orangtua kami di usia muda, dia membesarkanku seorang diri. Belum lagi pekerjaannya di ladang.” Ekspresi Pat berubah sedih. Matanya membesar dan genangan air mata menghiasi sudut matanya. “Aku sungguh berharap dengan pertemuanku dengan Idris Velarion bisa membantu meringankan sedikit beban yang selama ini ditanggung oleh Kakakku.”
Liana tidak membalas dengan kata-kata, dia berjalan menyusul Pafeta, menepuk bahunya hangat. Dia menunjuk muka daun yang lebar, dan menggesernya. Dihadapan mereka terbentang lanskap vegetasi hutan yang lebat, bermandikan padang penuh cahaya. Cahaya itu berasal dari kunang-kunang yang terbang rendah menyusuri rerumputan yang bergoyang.
“Wah, indah sekali! Tempat ini penuh magis!” seru Pafeta.
“Bersiaplah Pafeta kita sebentar lagi sampai di Lembah Gunung Erba.” ucap Liana.
“Aku tidak sabar untuk segera sampai!”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
No Life, No Love
2171      1338     2     
True Story
Erilya memiliki cita-cita sebagai editor buku. Dia ingin membantu mengembangkan karya-karya penulis hebat di masa depan. Alhasil dia mengambil juruan Sastra Indonesia untuk melancarkan mimpinya. Sayangnya, zaman semakin berubah. Overpopulasi membuat Erilya mulai goyah dengan mimpi-mimpi yang pernah dia harapkan. Banyak saingan untuk masuk di dunia tersebut. Gelar sarjana pun menjadi tidak berguna...
Trying Other People's World
255      206     0     
Romance
Lara punya dendam kesumat sama kakak kelas yang melarangnya gabung OSIS. Ia iri dan ingin merasakan serunya pakai ID card, dapat dispensasi, dan sibuk di luar kelas. Demi membalas semuanya, ia mencoba berbagai hidup milik orang lain—pura-pura ikut ekskul jurnalistik, latihan teater, bahkan sampai gabung jam tambahan olimpiade MIPA. Kebiasan mencoba hidup-hidup orang lain mempertemukannya Ric...
Loveless
10744      4875     613     
Inspirational
Menjadi anak pertama bukanlah pilihan. Namun, menjadi tulang punggung keluarga merupakan sebuah keharusan. Itulah yang terjadi pada Reinanda Wisnu Dhananjaya. Dia harus bertanggung jawab atas ibu dan adiknya setelah sang ayah tiada. Wisnu tidak hanya dituntut untuk menjadi laki-laki dewasa, tetapi anak yang selalu mengalah, dan kakak yang wajib mengikuti semua keinginan adiknya. Pada awalnya, ...
Fragmen Tanpa Titik
69      63     0     
Inspirational
"Kita tidak perlu menjadi masterpiece cukup menjadi fragmen yang bermakna" Shia menganggap dirinya seperti fragmen - tidak utuh dan penuh kekurangan, meski ia berusaha tampak sempurna di mata orang lain. Sebagai anak pertama, perempuan, ia selalu ingin menonjolkan diri bahwa ia baik-baik saja dalam segala kondisi, bahwa ia bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahwa ia bis...
7°49′S 112°0′E: Titik Nol dari Sebuah Awal yang Besar
768      503     1     
Inspirational
Di masa depan ketika umat manusia menjelajah waktu dan ruang, seorang pemuda terbangun di dalam sebuah kapsul ruang-waktu yang terdampar di koordinat 7°49′S 112°0′E, sebuah titik di Bumi yang tampaknya berasal dari Kota Kediri, Indonesia. Tanpa ingatan tentang siapa dirinya, tapi dengan suara dalam sistem kapal bernama "ORIGIN" yang terus membisikkan satu misi: "Temukan alasan kamu dikirim ...
Kainga
2085      1082     12     
Romance
Sama-sama menyukai anime dan berada di kelas yang sama yaitu jurusan Animasi di sekolah menengah seni rupa, membuat Ren dan enam remaja lainnya bersahabat dan saling mendukung satu sama lain. Sebelumnya mereka hanya saling berbagi kegiatan menyenangkan saja dan tidak terlalu ikut mencampuri urusan pribadi masing-masing. Semua berubah ketika akhir kelas XI mereka dipertemukan di satu tempat ma...
My Private Driver Is My Ex
757      508     10     
Romance
Neyra Amelia Dirgantara adalah seorang gadis cantik dengan mata Belo dan rambut pendek sebahu, serta paras cantiknya bak boneka jepang. Neyra adalah siswi pintar di kelas 12 IPA 1 dengan julukan si wanita bermulut pedas. Wanita yang seperti singa betina itu dulunya adalah mantan Bagas yaitu ketua geng motor God riders, berandal-berandal yang paling sadis pada geng lawannya. Setelahnya neyra di...
Only One
1714      1009     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...
Kembali ke diri kakak yang dulu
2000      1191     10     
Fantasy
Naln adalah seorang anak laki-laki yang hidup dalam penderitaan dan penolakan. Sejak kecil, ia dijauhi oleh ibunya sendiri dan penduduk desa karena sebuah retakan hitam di keningnya tanda misterius yang dianggap pertanda keburukan. Hanya sang adik, Lenard, dan sang paman yang memperlakukannya dengan kasih dan kehangatan. Ini menceritakan tentang dua saudara yang hidup di dunia penuh misteri. ...
Bunga Hortensia
1829      232     0     
Mystery
Nathaniel adalah laki-laki penyendiri. Ia lebih suka aroma buku di perpustakaan ketimbang teman perempuan di sekolahnya. Tapi suatu waktu, ada gadis aneh masuk ke dalam lingkarannya yang tenang itu. Gadis yang sulit dikendalikan, memaksanya ini dan itu, maniak misteri dan teka-teki, yang menurut Nate itu tidak penting. Namun kemudian, ketika mereka sudah bisa menerima satu sama lain dan mulai m...