MALAM DI KONTRAKAN POPI
Kontrakan Popi sederhana tapi hangat. Ada tiga bean bag warna-warni, poster drama Korea menempel di dinding, dan aroma camilan jagung manis merebak dari dapur mungil.
Popi sedang sibuk mengaduk jagung keju. Cindy merebahkan diri di bean bag biru, sementara Sitty asyik scroll-scroll HP.
“Eh, Cin.. kamu penasaran sama Jefta kan?” tanya Sitty tiba-tiba, tanpa melihat.
Cindy menoleh, pura-pura menguap. “Nggak begitu-begitu amat sih. Aku cuma... penasaran kenapa dia sok akrab.”
Popi menyodorkan semangkuk jagung. “Atau kamu penasaran kenapa dia tahu cara bikin kamu kesal dalam 3 detik?”
“He’s annoying. Dan sok banget. Tapi...” Cindy menunduk sambil mengambil sendok. “...kayaknya dia nggak niat jahat.”
Sitty menyeringai. “Awas jatuh cinta lho. Biasanya tuh yang awalnya ribut, ujungnya jadi film romantis.”
“Film horor, maksudmu!” sahut Cindy cepat, membuat Popi dan Sitty tergelak.
“Cin, kamu tuh harus hati-hati. Dia itu cowok populer. Banyak yang suka,” kata Sitty serius.
“Aku nggak peduli,” Cindy mencoba tetap tenang.
Popi menatap Cindy tajam. “Cin, kamu itu terlalu gampang ngebentengin diri. Kadang, yang kamu pikir musuh, justru yang paling peduli.”
Cindy terdiam. Kata-kata Popi seperti tamparan kecil.
---
SENIN PAGI – KH2, RUANG KERJA BARU
Cindy sudah duduk di meja kerjanya, menata ulang sticky note dan figure kecil kucing putih di pojok meja. Ia ingin mulai hari dengan tenang.
“Pagi, rekan baru,” suara Jefta muncul dari belakang.
Cindy mendesah, tidak menoleh. “Mau ngapain lagi?”
“Aku cuma mau balikin... ini,” Jefta mengangkat sebatang cokelat yang dia beli untuk menggantikan cokelat yang sudah dia makan kemarin
“Kamu... nyimpan itu?” tanya Cindy heran, akhirnya menoleh.
“Aku makan kok. Aku tahu kamu marah waktu itu. Nih aku beliin yang baru"
Cindy jadi salah tingkah.
“Dan satu lagi,” lanjut Jefta, kini lebih serius. “Aku tahu kamu bukan tipe yang gampang deket sama orang. Tapi aku nggak berniat ganggu.”
Cindy melihat sisi Jefta yang tidak iseng. Ada ketulusan dalam caranya bicara, bahkan senyumnya lebih tenang, tidak mengejek.
“Kalau begitu... kita mulai dari awal?” Cindy menyodorkan tangan.
Jefta tersenyum. “Dengan senang hati.”
---
DI LORONG KANTOR
Popi dan Sitty mengintip dari balik lemari arsip.
“Kukira mereka bakal saling lempar stapler,” bisik Popi.
“Jangan-jangan bentar lagi malah saling kirim bekal,” balas Sitty sambil menahan tawa.
“Cinta kadang datang lewat sebatang coklat,” ujar Popi dramatis.
“Dan diawali oleh gosip pantri,” sambung Sitty.
Mereka berdua tertawa pelan, lalu kembali ke tempat duduk.
Kontrakan Tiga Rasa
Di teras depan kontrakan Popi yang sederhana, Stella berdiri sambil mengetuk pagar besi kecil.
“Popi… Popii!” teriak Stella ceria.
Dari dalam terdengar suara langkah kaki diseret malas. “Ya, siapa?” sahut Popi sambil membuka pintu.
“Ini aku, Ella!” jawab Stella.
“Oh, Stella! Ayo masuk, lagi ngapain sih teriak-teriak kayak ibu RT?” sahut Popi sambil tersenyum lebar. Ia mengenakan daster bermotif bunga dan rambutnya dicepol asal-asalan.
Stella masuk dengan seorang cowok di belakangnya.
“Hai, Pi,” sapa Dandy sambil melambaikan tangan. Senyumnya agak canggung.
Popi memicingkan mata. “Ada apa nih, rombongan inspeksi mendadak?”
“ahahah gak lah, kita kemari biar lebih akrab,” jelas Stella.
Begitu mendengar suara Dandy, dua gadis yang sedang duduk di dalam langsung melongok ke luar.
“Eh, ada apa nih rame-rame?” tanya Sitty sambil membawa keripik singkong.
“Dandy?” tanya Cindy, penasaran.
“Wah, kebetulan banget. Kalian sudah kenalan belum?” tanya Stella.
“Belum, Stel,” kata Cindy.
“Kenalin, ini Dandy. Dia anak baru di kantor, dan sempat bikin ulah kecil hari ini,” kata Stella sambil melirik Popi penuh arti.
“Maaf ya, Popi. Tadi pagi aku panggil kamu tante. Aku kira kamu udah… ya, gitu deh.” Dandy menggaruk kepala.
Popi tertawa lepas. “Ya ampun! Enggak papa. Aku udah biasa dibilang dewasa banget kok.”
“Dewasa atau ketus?” celetuk Sitty, disambut tawa.
“Dandy, kenalin, ini teman-temanku. Sitty, Cindy.” kata Popi memperkenalkan.
"Senang ketemu kalian. Eh, kamu yang bareng Popi waktu itu, kan? Yang nyapa aku di pos jaga waktu itu, ya?" tanya Dandy ke Cindy. "Kamu yang sering dibicarakan cowok-cowok di kantor. Pantesan, cantik banget ternyata!"
Cindy tersenyum kecil, tapi matanya menyipit. “Mereka ngomong apa tentang aku? Duduk sini, aku pengen tahu.”
“Eh, Sitty, bantuin aku bikin minum yuk,” ajak Popi cepat-cepat.
“Stella yuk gabung” ujar Sitty sambil berdiri.
Mereka bertiga berjalan ke dapur, meninggalkan Dandy dan Cindy berdua.
“Kata mereka kamu cantik, cerewet, tapi lucu,” kata Dandy.
“Cowok-cowok emang gitu semua ya? .
“Kamu tinggal di sini juga?” tanya Dandy.
“Enggak. Cuma mampir aja. Kalau kamu?”
“Lagi nebeng di rumah Stella. Tapi rencananya bulan depan cari kontrakan sendiri.”
Obrolan mereka mulai mengalir santai.
Di dapur, Sitty mengerutkan dahi. “Kok kamu ngajak aku ke sini, Popi?”
“Kita bikin minuman, kan?”
“Tamunya buat kamu, bukan Cindy,” celetuk Stella.
Popi tersenyum samar. “Aku tuan rumah, dan kalian juga tamu. Tapi Dandy lagi ngobrol sama Cindy. Hehehe.”
“Popi, Stella tahu kamu suka Dandy,” goda Stella.
“Apalah arti suka. Takdir aja deh yang bawa,” balas Popi pelan.
“Cie, tapi kayaknya Dandy lebih tertarik sama Cindy, deh,” kata Sitty.
“Tenang. Aku bakal bantu kamu,” janji Stella.
"Ahh... Gak usah repot-repot"
---
Di ruang tamu, Dandy tiba-tiba berdiri dan melongok ke pagar.
“Jefta? Kamu gak mampir?” serunya.
Seorang cowok berkaos putih dan jaket hitam menghampiri. “Dandy? Ngapain kamu di sini?” tanya Jefta, lalu matanya menangkap Cindy. “Eh, hai Cindy.”
“Kalian sudah kenalan?” tanya Dandy, heran.
“Baru aja,” jawab Jefta santai, nadanya menggoda.
Masuk tanpa basa-basi langsung duduk di kursi tamu
“Aku ke dapur dulu, yah” ujar Cindy.
“Enggak usah,” Jefta menahan tangan Cindy. “Kamu kenapa sih? Marah karena kemarin siang? Atau emang sengaja sok jual mahal? Bukannya kita sudah deal mulai dari awal kan?"
“Ya ampun, enak aja. Lepasin dong, aku mau bikin minum.”
Tapi jantung Cindy berdebar aneh. "Kenapa aku gugup begini? Kayak habis sprint keliling lapangan sepuluh kali..." Gumam Cindy dalam hati
Rasanya kayak mau pingsan! Badannya lemas, lututnya hampir gemetar. Ia cuma bisa senyum kikuk, berharap bumi mau menelannya saja.
“Gak usah bikin minum. Aku cuma butuh senyum kamu,” kata Jefta pelan.
“Gila... makin deg-degan aja,” gumam Cindy dalam hati, yang sudah tidak karuan dentumannya.
“Ehem,” Dandy menyela dengan gaya dramatis. “Boleh nggak, romansa kalian pause sebentar? Aku juga masih di sini loh.”
“yang sopan ya,, aku ini atasan kamu loh.” sambil cengar-cengir, matanya berbinar-binar iseng. Jelas banget lagi becanda.
"Di kantor kamu atasan di luar kantor beda cerita" Nyeletuk sambil ketawa lepas. Kebetulan mereka se angkatan di SMA
“Dandy, kamu masuk tim mana?” tanya Jefta.
“kreatif tim 1”
“ketua tim 2 siap menjaga rekan tim yang paling cantik.” dengan nada yang ringan dan disertai senyum ala devil
“Maksud kamu... Cindy?” tanya Dandy geli.
“Iya, siapa lagi yang cantik kalau bukan Cindy” kata Jefta santai ke Cindy.
“Cie cie drama kantor mulai,” celetuk Dandy.
“Berhentilah menggoda” kata Cindy, wajahnya mulai merah.
“Tapi aku mau ada di dekatmu,” ujar Jefta lembut.
Cindy menunduk, bingung sendiri dengan degup jantungnya.
“Bro, cara kamu agak menyeramkan. Ganti strategi, deh,” saran Dandy.
“Harusnya belajar dari Dandy ya?” Jefta tertawa.
“Udah ah, aku ke dapur dulu,” ujar Cindy,
tapi lagi-lagi Jefta menahan tangannya.
“Tangan kamu dingin banget. Gugup, ya?”
Cindy hanya diam. Duduk kembali.
“Hei! Ada apa ini? Ayo makan pisang goreng!” suara Popi menyelamatkan suasana.
---
Sore itu diisi tawa, candaan, dan kehangatan yang anehnya terasa nyaman. Kontrakan kecil Popi berubah jadi panggung cerita baru. Cerita yang belum mereka tahu, akan melibatkan perasaan yang tak terduga.
Dan di antara aroma pisang goreng dan gelas teh manis hangat, tiga hati diam-diam mulai saling mendekat.