Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Final Promise
MENU
About Us  

Hari itu terasa seperti hari-hari lainnya bagi Ardan. Pagi dimulai dengan rutinitas kerja yang membosankan, rapat-rapat panjang, dan email yang tak kunjung habis. Namun, ada satu hal yang membuatnya sedikit berbeda. Raya. Seminggu terakhir, Ardan merasa seakan-akan dunia kerjanya yang penuh dengan angka dan target tiba-tiba diberi warna, hanya dengan adanya Raya dalam hidupnya.

Setelah kejadian lucu di rapat kemarin, Ardan merasa lebih ringan. Dia tidak lagi terjebak dalam rutinitas kaku yang biasa dia jalani. Bahkan, hari itu, Ardan merasa sedikit berani mencoba sesuatu yang baru. Pikirannya melayang ke arah Raya yang sekarang sudah menjadi bagian dari kesehariannya.

Tengah hari, saat ia sedang menikmati makan siangnya di kantin kantor, ponselnya berdering. Itu pesan dari Raya.

"Ardan, mau nggak makan malam di luar setelah kerja? Gue mau ngajak lo ke tempat makan yang cukup unik, deh. Lo pasti suka!"

Ardan menatap layar ponselnya, lalu tersenyum. Sejak pertemuan pertama mereka di workshop kerajinan tangan, setiap kali mereka menghabiskan waktu bersama, selalu ada kejutan-kejutan kecil yang membuat hari-hari Ardan terasa lebih hidup. Kali ini, dia merasa tertantang untuk ikut, meski dengan sedikit rasa cemas.

"Tentu, gue ikut! Tapi, lo harus janji, nggak ada kejutan lain yang bikin gue malu lagi, ya?" jawab Ardan, sambil tertawa ringan.

Tak lama kemudian, Raya membalas dengan emoji tertawa dan sebuah pesan singkat. "Tenang, kali ini nggak ada rapat dadakan kok. Cuma makan malam santai."

Setelah bekerja sepanjang hari, akhirnya Ardan keluar dari kantor. Dia sudah merasa cukup nyaman dengan ide makan malam bersama Raya, meskipun dia tahu suasananya pasti akan sedikit canggung—seperti kebanyakan pertemuan mereka. Tapi ada sesuatu dalam diri Raya yang membuat Ardan merasa lebih santai.

Mereka bertemu di luar restoran kecil yang terletak di pinggiran kota. Tempat itu sederhana, namun cukup unik dengan interior yang penuh dengan dekorasi vintage. Ketika Ardan masuk, dia langsung disambut dengan aroma makanan yang mengundang selera.

"Lo datang lebih cepat dari yang gue kira," kata Raya yang sudah duduk di meja, dengan senyum lebar. “Lo sudah lapar, ya?”

Ardan tersenyum malu. “Gue memang agak kelaparan. Tapi, gue nggak sabar lihat apa yang lo rekomendasiin kali ini.”

Raya tertawa. "Pasti enak deh. Tapi gue nggak janji lo bakal suka semuanya."

Mereka mulai berbincang ringan. Raya yang begitu santai dan terbuka, sementara Ardan merasa sedikit kikuk, mencoba menyesuaikan diri. Setelah beberapa saat, makanan mereka datang. Ardan mencoba berbagai hidangan aneh yang Raya pilihkan, mulai dari hidangan laut dengan bumbu pedas hingga makanan yang benar-benar baru baginya.

“Wah, ini enak banget,” kata Ardan setelah mencicipi satu hidangan, meskipun terasa asing di lidahnya. "Tapi, nggak nyangka lo bawa gue ke tempat yang kayak gini."

Raya tersenyum. “Nggak usah terlalu serius. Kita cuma makan, kok. Nikmatin aja.”

Namun, saat mereka berbicara lebih dalam, Ardan mulai merasa lebih nyaman. Makan malam yang awalnya terasa agak canggung menjadi lebih santai. Ada percakapan yang lebih pribadi dan dalam yang mulai terbuka di antara mereka.

“Tapi, lo tahu nggak sih, Ardan?” Raya tiba-tiba bertanya, dengan tatapan serius yang membuat Ardan sedikit terkejut. “Kadang-kadang, gue mikir, hidup itu nggak harus selalu teratur dan rapi. Lo kan selalu terorganisir banget, gue pikir lo bakal terbiasa banget sama hidup yang penuh perencanaan.”

Ardan mengangkat bahu, mencoba untuk tidak terlalu kaku. “Gue nggak pernah nyangka bisa keluar dari zona nyaman gue. Tapi, belakangan ini, lo mulai bikin gue lebih… terbuka.”

Raya menatapnya dengan tatapan lembut. “Kadang, kita perlu seseorang yang bisa ngebuka mata kita tentang dunia di luar rutinitas itu. Gue cuma pengen lo lihat lebih banyak sisi hidup yang seru dan nggak selalu harus berencana.”

Ardan diam sejenak, merasa ada sesuatu yang berbeda dalam cara Raya melihat dunia. Dia merasa sedikit lebih terhubung dengan perasaan itu—perasaan bahwa hidup nggak harus selalu teratur dan bisa lebih berwarna jika kita memberi sedikit kebebasan.

“Lo bikin gue mikir lebih dalam tentang hal-hal yang selama ini gue anggap remeh,” kata Ardan, tersenyum kecil. “Kadang, gue merasa hidup gue tuh kayak buku yang isinya penuh dengan bab yang sama, dan lo baru aja ngebuka bab baru buat gue.”

Raya tertawa kecil, lalu mengangkat gelasnya. “Nah, itu dia! Gue cuma pengen lo tahu, bahwa kadang kita perlu keluar dari halaman pertama dan mencoba halaman-halaman baru.”

Mereka berdua tertawa, dan untuk sesaat, segala kekhawatiran Ardan tentang pekerjaan dan rutinitasnya terasa menghilang. Malam itu, bersama Raya, Ardan merasa seperti dia bisa benar-benar menikmati momen ini, tanpa harus berpikir tentang apa yang akan datang berikutnya.

Namun, yang tak diduga Ardan, kejutan kali ini datang bukan hanya dari makanan atau percakapan ringan mereka. Begitu mereka selesai makan, Raya menatapnya dengan serius lagi, tetapi kali ini dengan senyum kecil yang tampak penuh arti.

"Ardan," kata Raya pelan, "gue senang banget bisa menghabiskan waktu sama lo. Lo bukan cuma sekedar teman yang gue kenal di workshop kemarin. Gue rasa... kita punya koneksi yang lebih."

Ardan terdiam sejenak. Ada sesuatu yang hangat di dadanya, sebuah perasaan yang mulai tumbuh setiap kali ia bersama Raya. “Gue juga ngerasain hal yang sama,” jawab Ardan, perlahan. "Kayaknya, gue mulai nggak bisa bayangin hari-hari gue tanpa lo."

Raya tersenyum lembut. “Gue nggak mau buru-buru, Ardan. Tapi, gue senang bisa lebih dekat sama lo.”

Malam itu, mereka berjalan keluar dari restoran dengan langkah yang lebih ringan. Ardan merasa ada sesuatu yang telah berubah dalam dirinya—sesuatu yang lebih menyenangkan dan lebih membuka matanya akan banyak hal baru. Tidak hanya tentang seni, tetapi juga tentang dirinya dan hubungannya dengan Raya.

Dan meskipun mereka belum sepenuhnya mengungkapkan semua perasaan mereka, Ardan tahu satu hal pasti—ini baru permulaan dari sesuatu yang jauh lebih berarti.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Secuil Senyum Gadis Kampung Belakang
472      362     0     
Short Story
Senyumnya begitu indah dan tak terganti. Begitu indahnya hingga tak bisa hilang dalam memoriku. Sayang aku belum bernai menemuinya dan bertanya siapa namanya.
Maju Terus Pantang Kurus
2062      937     3     
Romance
Kalau bukan untuk menyelamatkan nilai mata pelajaran olahraganya yang jeblok, Griss tidak akan mau menjadi Teman Makan Juna, anak guru olahraganya yang kurus dan tidak bisa makan sendirian. Dasar bayi! Padahal Juna satu tahun lebih tua dari Griss. Sejak saat itu, kehidupan sekolah Griss berubah. Cewek pemalu, tidak punya banyak teman, dan minderan itu tiba-tiba jadi incaran penggemar-penggemar...
Cinta Semi
2540      1054     2     
Romance
Ketika sahabat baik Deon menyarankannya berpacaran, Deon menolak mentah-mentah. Ada hal yang lebih penting daripada pacaran. Karena itulah dia belajar terus-menerus tanpa kenal lelah mengejar impiannya untuk menjadi seorang dokter. Sebuah ambisi yang tidak banyak orang tahu. Namun takdir berkata lain. Seorang gadis yang selalu tidur di perpustakaan menarik perhatiannya. Gadis misterius serta peny...
The Arcana : Ace of Wands
176      152     1     
Fantasy
Sejak hilang nya Tobiaz, kota West Montero diserang pasukan berzirah perak yang mengerikan. Zack dan Kay terjebak dalam dunia lain bernama Arcana. Terdiri dari empat Kerajaan, Wands, Swords, Pentacles, dan Cups. Zack harus bertahan dari Nefarion, Ksatria Wands yang ingin merebut pedang api dan membunuhnya. Zack dan Kay berhasil kabur, namun harus berhadapan dengan Pascal, pria aneh yang meminta Z...
Love Warning
1358      631     3     
Romance
Pacar1/pa·car/ n teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih. Meskipun tercantum dalam KBBI, nyatanya kata itu tidak pernah tertulis di Kamus Besar Bahasa Tasha. Dia tidak tahu kenapa hal itu seperti wajib dimiliki oleh para remaja. But, the more she looks at him, the more she's annoyed every time. Untungnya, dia bukan tipe cewek yang mudah baper alias...
Aldi: Suara Hati untuk Aldi
387      281     1     
Short Story
Suara hati Raina untuk pembaca yang lebih ditujukan untuk Aldi, cowok yang telah lama pergi dari kehidupannya
Dibawah Langit Senja
1646      957     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.
Replika
1741      800     17     
Romance
Ada orang pernah berkata bahwa di dunia ini ada 7 manusia yang mirip satu sama lain? Ada juga yang pernah berkata tentang adanya reinkarnasi? Aku hanya berharap salah satu hal itu terjadi padamu
Returned Flawed
288      234     0     
Romance
Discover a world in the perspective of a brokenhearted girl, whose world turned gray and took a turn for the worst, as she battles her heart and her will to end things. Will life prevails, or death wins the match.
Bulan di Musim Kemarau
437      316     0     
Short Story
Luna, gadis yang dua minggu lalu aku temui, tiba-tiba tidak terlihat lagi. Gadis yang sudah dua minggu menjadi teman berbagi cerita di malam hari itu lenyap.