Minggu itu dimulai dengan cuaca yang cerah. Ardan yang biasanya lebih suka menghabiskan waktu di kantor atau di rumah, kali ini merasa aneh. Ada perasaan tidak biasa yang menggelayuti hatinya. Sejak dia mulai menghabiskan lebih banyak waktu dengan Raya, banyak hal dalam hidupnya yang mulai terasa berbeda—lebih ringan, lebih cerah, dan yang paling penting, lebih hidup.
Pagi itu, saat dia sedang duduk di kantornya, ponselnya berdering. Itu pesan dari Raya.
"Ardan, lo lagi ngapain? Mau nggak pergi ke tempat yang agak jauh dari kota? Gue butuh teman buat jalan-jalan, nih!"
Ardan yang sedang sibuk mengerjakan laporan langsung tersenyum kecil saat membaca pesan itu. Meskipun dia merasa agak canggung dengan ide spontan, ada rasa penasaran yang muncul. Sudah lama dia tidak merasa tertarik untuk berlibur, apalagi dengan orang lain.
"Lo yakin gue harus ikut? Gue nggak tahu kalau gue bisa lepas dari pekerjaan, Raya."
"Lo cuma perlu satu hari buat nikmatin hal baru, kok. Gue janji nggak bakal ada pekerjaan di sana, cuma kita berdua dan tempat yang seru!"
Ardan menatap layar ponselnya, ragu-ragu. Namun, setelah beberapa detik, ia memutuskan untuk menerima ajakan itu. Mungkin ini saatnya untuk keluar dari rutinitas yang selama ini dia jalani.
"Oke, gue ikut. Tapi, lo harus pastiin nggak ada agenda dadakan yang bakal bikin gue bingung!"
Pesan balasan dari Raya datang dengan cepat. "Tenang aja, yang lo butuhkan cuma tawa dan santai. Gue bawa lo ke tempat yang pasti bikin lo nggak nyesel!"
Setelah beberapa jam bekerja, Ardan akhirnya selesai dengan tugas-tugas kantor yang menumpuk. Dia mengemas barang-barangnya dan pergi menuju tempat yang dijanjikan. Raya menunggunya di sebuah halte bus, dengan tas punggung besar yang terlihat lebih banyak daripada yang diperlukan untuk perjalanan singkat.
"Lo bawa semua peralatan camping, ya?" Ardan berkata sambil tersenyum kecil, melihat Raya yang begitu siap.
Raya tertawa. "Enggak, kok. Cuma beberapa barang aja. Gue pikir, kita akan menghabiskan waktu santai di tempat yang beda dari biasanya."
Perjalanan mereka dimulai dengan santai, menyusuri jalanan yang semakin jauh dari pusat kota. Seiring dengan berjalannya waktu, mereka memasuki daerah pedesaan yang dikelilingi oleh pemandangan alam yang asri dan udara segar. Ardan merasa sedikit terkejut dengan betapa menyenangkannya perjalanan ini, meskipun dia tahu bahwa dia belum sepenuhnya siap dengan segala kebebasan yang datang.
"Lo tahu, gue nggak pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya," kata Ardan, melihat pemandangan yang hijau di sekitar mereka. "Biasanya gue cuma menikmati akhir pekan di rumah atau di kantor."
Raya tersenyum mendengarnya. "Itulah kenapa gue ngajak lo kemari. Lo harus keluar dari rutinitas itu, Ardan. Dunia ini jauh lebih besar dari sekedar angka-angka di layar komputer."
Ardan mengangguk perlahan. “Mungkin lo benar. Gue selalu terjebak dalam pekerjaan dan kalender yang padat. Gue bahkan nggak ingat kapan terakhir kali gue benar-benar menikmati waktu santai.”
Setelah beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya tiba di tujuan mereka: sebuah villa kecil yang terletak di tepi danau. Tempat itu terasa sangat jauh dari keramaian, dengan suasana tenang dan damai yang seolah mengundang mereka untuk melupakan dunia luar.
Raya langsung membimbing Ardan menuju teras villa yang menghadap ke danau. Mereka duduk di kursi santai, menikmati pemandangan alam yang luar biasa. Ardan merasa sedikit terkejut dengan ketenangan yang dia rasakan. Ternyata, jauh dari kota dan rutinitasnya, dunia terasa lebih lapang.
“Gimana? Gue jamin lo nggak bakal menyesal datang ke sini, kan?” Raya berkata dengan senyum penuh kemenangan.
Ardan mengangguk, mata masih tertuju pada danau yang tenang. "Lo benar. Ini jauh lebih baik daripada yang gue bayangkan."
Malam itu, mereka berbicara banyak hal. Dari kehidupan pribadi mereka, tentang impian dan ketakutan mereka, hingga hal-hal sederhana yang kadang terlupakan. Raya ternyata memiliki banyak hal menarik untuk dibicarakan, dan Ardan mulai merasa sangat nyaman berbicara dengannya. Bagi Ardan, ini adalah pertama kalinya dia merasa benar-benar bebas—tanpa tekanan pekerjaan, tanpa jadwal ketat.
Ketika malam semakin larut, mereka duduk di depan api unggun yang menyala. Raya membawakan dua cangkir kopi hangat dan menyerahkannya kepada Ardan.
"Terima kasih udah ikut gue ke sini," kata Raya dengan serius. “Gue tahu lo nggak terlalu suka keluar dari rutinitas, tapi gue senang akhirnya lo bisa merasain hal ini.”
Ardan memandangnya sejenak, menyadari bahwa mungkin inilah yang dia butuhkan—sesuatu yang lebih dari sekedar pekerjaan, sesuatu yang bisa memberinya perspektif baru.
"Lo bikin gue merasa lebih hidup, Raya," jawab Ardan dengan tulus. “Lo ngajarin gue kalau ada banyak hal yang bisa gue nikmati, selain cuma angka dan deadline.”
Raya tersenyum lebar. "Gue cuma pengen lo tahu, ada banyak cara buat nikmatin hidup tanpa harus terjebak dalam rutinitas."
Mereka duduk bersama di bawah langit malam yang dipenuhi bintang. Walaupun ada kesunyian yang melingkupi mereka, Ardan merasa sangat terhubung dengan Raya. Ada perasaan yang sulit dijelaskan, tapi ia tahu bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang lebih dalam.