Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love Rain
MENU
About Us  

Malam itu, awan kelabu menggantung di langit, menutupi usaha bulan yang masih ingin menyinari bumi dengan cahayanya. Saat aku dan teman sekerjaku, Minju, baru saja meninggalkan toko StarSing untuk pulang ke rumah masing-masing, rintik hujan mulai berjatuhan. Spontan Minju berlari, tak terkecuali aku. Sebelum berlari, ia juga sempat berseru padaku bahwa aku harus secepatnya berlari menuju halte sebelum aku basah kuyup.

Tatkala aku sedang berlari dengan terhambat-hambat di trotoar karena orang-orang yang juga terburu-buru berlalu-lalang di sekitarku, seseorang menarik lenganku tepat di depan gang kecil, memaksaku masuk ke dalam sana. Jantungku hampir copot karena kupikir seseorang sedang menculikku dan ingin melakukan kejahatan padaku, dan saat kutahu siapa seseorang tersebut, barulah aku merasa lega.

“Ahn Tae Young!” kesalku. Kami berhenti beberapa meter dari mulut gang. “Kau membuatku hampir jantungan!”

Ia cengar-cengir, lalu tertawa. “Maaf.” Sesalnya, meskipun itu tidak terdengar seperti penyesalan. Aku pun mendengus sebal. “Kuingat-ingat, kemarin kau ingin menemuiku.”

Oh, ya, sedari kemarin aku ingin menemuinya, tapi pemuda itu masih disibukkan dengan tugas kuliahnya dan aku pun dengan sabar menunggu hari di mana ia sudah tak lagi sibuk.

“Ya.” Jawabku.

“Agaknya Ye Jin-ah mau mentraktirku makan malam.” Candanya.

Perasaan sebalku kini berganti dengan rasa geli di perut. Aku pun tertawa. “Berhentilah memanggilku ‘Ye Jin-ah’, Namaku ‘Han-Yu-Na’.”

Ia ikut-ikutan tertawa. “Baiklah, Han-Yu-Na.” Ia memperbaiki. “Mengapa kau mencariku, kemarin?”

“Aku harus berterima kasih padamu.” Kataku. “Dengan cara mentraktirmu makan tteokbokki atau eomuk kkochi dan twigim.”

“Mengapa pula mendadak berterima kasih padaku? Oh, karena aku sering mentraktirmu sebelumnya, karena itu kau ingin membalasnya? Ya ampun, Yuna. Aku sudah bilang padamu berkali-kali, kau tak perlu membalasnya.”

“Sebenarnya, itu juga alasanku ingin mentraktirmu. Tapi, ada satu alasan lagi.”

Sebelah alisnya terangkat dari balik rambutnya yang jatuh ke dahi akibat dibasahi oleh air hujan. “Apa?”

“Pokoknya, ayo kita pergi ke Myeongdong 2-gil dulu.”

Tapi, dari mulut gang, tirai hujan masih menggantung. Atap-atap seng yang melindungi kami dari gempuran hujan, berbunyi-bunyi, terdengar seperti sedang dihujani peluru. Saat aku menoleh Ahn Tae Young untuk memintanya menunggu hujan agak reda, ia sedang mengaduk-aduk sesuatu dari dalam tas punggungnya yang berwarna hitam. Dari dalam tas itu pun ia mengeluarkan sebuah payung lipat berwarna merah yang tak asing di mataku.

“Itu payungku, bukan?” tanyaku, memastikan. Ia pun menolehku saat sedang mengembangkan payung.

“Ya, ini payungmu.”

Ah, benar kan. Melihat payung itu mengingatkanku akan awal mulanya aku dan pemuda itu bisa menghabiskan waktu bersama. Aku masih ingat jelas saat pergi menemaninya mencari piringan hitam untuk kakeknya, lalu menemui kakeknya yang ternyata amatlah ramah.

“Kau ingin payung ini kembali?” tanyanya. Belum aku menjawab, pemuda itu langsung berkata, “Maaf ya, aku tak mau mengembalikannya.”

Meskipun memang aku tak pernah meminta benda itu untuk kembali padaku, ucapannya barusan sukses membuat sebelah alisku terangkat.

Seakan baru saja membaca isi kepalaku, ia pun membuka suara. “Agar aku bisa menjadikan payung ini sebagai alasan bila nantinya kita tak punya alasan lagi untuk bertemu.”

Karena perkatannya itu, aku lagi-lagi tak bisa menahan pipiku yang bersemu, serta detak jantungku yang bisa kudengar sendiri. Sesaat aku tersenyum. “Keahlianmu selain bermain piano, pasti menggoda banyak perempuan, kan?”

Aku pun turut berlindung di bawah payung berwarna merah itu, yang mana tangkainya dipegang oleh pemuda itu. Ia berada di sampingku sembari tersenyum. “Tergantung, jika perempuannya itu bernama Han Yuna.”

Aku tertawa. “Ada banyak nama perempuan ‘Han Yuna’ di Korea Selatan, omong-omong.”

Kami pun mulai keluar dari gang kecil tersebut, hujan yang tak mau ampun menggempur bumi tak bisa membasahi kami karena payung yang mekar di atas kepala kami.

“Pokoknya, Han Yuna yang aku kenal.” Ujarnya, yang kini terdengar sebal.

Ia pun memindahkan tangkai payung di tangan kirinya, sementara tangan kanannya merangkul bahuku dan menariknya hingga tubuh kami tak berjarak. Aku kaget atas perlakuannya. Aku pun menengadah, mencoba menatap wajahnya. Ternyata ia menunduk, ikut menatapku. Perasaanku semakin tak tertahankan saat aroma parfume-nya begitu jelas memenuhi rongga hidungku. Pipiku pun pasti sedang bersemu untuk kesekian kalinya saat melihatnya tersenyum.

“Aku hanya tak ingin kau terkena hujan, kok.”

***

“Alasan yang satunya lagi itu apa?”

Aku dan Ahn Tae Young sekarang sedang berteduh di kedai yang menjual eomuk kkochi. Pemuda di sampingku ini masih menatapku penasaran dengan setusuk eomuk kkochi di tangan kanannya.

“Alasan kau ingin berterima kasih padaku itu.” Jelasnya.

Oh, ya, hampir lupa soal itu. Aku menurunkan gimbap goreng dari depan bibirku, lalu tersenyum padanya. “Karena kau telah menyuruhku untuk terbuka pada ibuku.” Ungkapku. Aku pun kembali memakan gimbap gorengku.

Ia menyunggingkan senyum. “Bukankah sudah seharusnya ada keterbukaan antara hubungan ibu dan anak.”

“Ya. Tapi, berkat ucapanmu waktu itu, kau menyadarkanku akan aku yang hampir-hampir tak pernah mengungkapkan isi hatiku kepada ibuku. Jika waktu itu aku tak bercerita padamu, Ibu pasti tak akan pernah tahu bahwa aku terbebani dengan semua ucapannya, yang mana terus-terusan menyuruhku mencari pekerjaan yang lebih layak.”

“Jadi, kau akan tetap bekerja di toko CD itu?”

Aku mengangguk. “Ya, untuk saat ini. Tapi, aku tak tahu ke depannya. Perkataan ibu pun ada benarnya saat ia memberitahuku sisi baik dari permintaannya itu. Lagi pula, saat orangtuaku ada di masa kesusahan, hanya akulah yang bisa membantu. Jadi, mungkin, aku akan mencari pekerjaan yang lebih bagus lagi daripada bekerja menjadi karyawati toko CD.”

Di sampingku, Ahn Tae Young mengambil setusuk eomuk kkochi. Lalu, disodorkannya benda itu di depan wajahku.

“Ambillah.” Pintanya. “Ini hadiah dari ibumu, karena kau selalu menjadi anak yang baik dan penurut.”

Aku tertawa. Kuambil setusuk eomuk kkochi dari tangannya. “Meskipun aku tahu ini bukan hadiah dari ibuku. Tapi, gomawo, Ahn Tae Young. Kau memang pemuda yang paling baik sedunia.” Pujiku.

Kini giliran ia yang tertawa. “Kata siapa kalau aku ini pemuda yang paling baik sedunia? Tak tahukah kau kalau aku ini bisa menjadi jahat sewaktu-waktu?”

Aku menggigit eomuk kkochi, kemudian mengangkat bahu. “Memang, kan? Sejak awal melihatmu pun aku tahu bahwa kau pemuda yang paling baik sedunia. Terlebih saat kau mati-matian mencari piringan hitam Chick Corea untuk kakekmu.”

“Tidak. Aku bisa saja bersikap jahat. Apalagi padamu.” Akunya.

“Sikap jahat macam apa yang bisa kau lakukan padaku?” Aku menantang. Kini eomuk kkochi sudah habis kumakan. Kubuang tusuk makanan itu di tempat sampah di dekat panci makanan tersebut.

Dia menatapku serius, seakan sedang mencari-cari kelakuan jahat macam apa yang cocok dipersembahkan kepadaku. Aku menahan diri untuk tidak tertawa, yang sialnya aku malah tertawa.

“Sudahlah, Ahn Tae Young.” Kataku, sembari membayar makanan pada seorang wanita dari balik panci emouk kkochi. “Kau tak bisa—“

Sekonyong-konyongnya ucapanku berhenti saat kurasa pinggangku ditarik seseorang, membuat tubuhku seketika sudah menghadap pemuda yang ternyata dialah pelakunya. Belum juga aku bertanya “Mau apa kau?”, senyum jahilnya secepatnya menggerogoti wajahnya. Begitu, sesuatu yang tak pernah kurasakan, dan mungkin terakhir kali pernah kualami saat masih kanak-kanak, tak mampu membuatku berbicara karena perutku mendadak merinding.

Ia menggelitik perutku.

Aku tak sanggup digelitik. Jadi, dengan tawa yang terdengar seperti menangis bersama rasa bahagia, aku mencoba menjauhi tangannya dari perutku. Namun, ia tak mau menyerah. Sembari mengusap sudut mata karena terlalu banyak tertawa, aku menahan tangannya.

“Kau tak bisa melakukan itu.” Tegasku.

“Oh, aku tahu sekarang. Kau tak tahan digelitik.”

Sebelum tangannya kembali menangkap pinggangku, cepat-cepat aku keluar dari kedai. Selain takut karena gelitikan maut dari Ahn Tae Young, aku juga takut Bibi Pemilik Kedai akan merasa terganggu. Tapi, di luar masih hujan. Deras pula. Aku sempat berhenti. Sialnya Ahn Tae Young masih ingin menerkamku, itu terlihat dari wajahnya.

“Aku tahu, kau takut hujan.”

“Kata siapa?”

Secepatnya aku berlari, menerobos tirai-tirai hujan, mencoba membuktikan bahwa aku memang tak takut hujan, juga mencoba menghindar dari gelitikannya untuk kesekian kalinya. Seakan tak mau kalah, Ahn Tae Young turut mengejarku, membuat laju pada langkah kakiku bertambah. Namun, aku tak sanggup lagi berlari. Mata dan wajahku sudah terlalu sakit karena diserang hujan.

Kini, Ahn Tae Young sudah menangkap pinggangku. Kudengar ia tertawa-tawa sebelum akhirnya berdiri di hadapanku. Rambut dan wajahnya telah basah, berikut dengan tubuhnya. Hujan seakan tiada ampun untuk menyerang permukaan bumi.

“Sudahku bilang, kan. Aku bisa saja menjadi jahat sewaktu-waktu.” Katanya.

Aku menjauhkan tangannya dari pinggangku, antisipasi agar ia tidak menggelitikku lagi. “Menggelitik orang… Ahahaha!”

Pemuda itu malah menggelitik perutku.

“Bukan… Ahaha…Tindakan kejahatan… Oh, Ahn Tae Young, sudahlah! Ahaha...” Sebisa mungkin aku menampar-nampar lengannya. Tapi, kekuatan laki-laki memang tak terkalahkan.

Begitu berhasil lepas darinya, aku berjalan mundur. Ia masih di tempat, masih tertawa-tawa bersama senyumnya yang amat mencurigakan.

“Kau tahu, saat kau berlari tadi, kau seperti orang gila yang sedang menari-nari di bawah hujan. Orang-orang melihatmu.”

Aku memandang di sekitar, jalanan beraspal yang ukurannya tak sebesar jalan raya, memang tampak sepi. Namun, ada beberapa kedai yang tampak masih memiliki pelanggan, yang diam-diam mungkin sedang memperhatikan kami.

Ya ampun, aku malu sekali… Tapi, aku maupun Ahn Tae Young pun juga sama-sama menanggung rasa malu, bukan?

“Kau pun sama. Kau juga terlihat seperti orang gila yang sedang menari-nari di bawa hujan!” seruku.

“Iya. Aku kan gila karena kau!” ia balik berseru.

Aku tertawa. Tak tahu kenapa, saat di bawah hujan bersamanya, membuat rasa maluku akan ditatap orang-orang karena tingkahku terlalu kekanak-kanakan secepatnya lenyap. Saat ia kembali mengejarku dan ingin menangkapku, pun aku merasa bahwa pemuda itu memang harus melakukannya.[]

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
Similar Tags
Sebuah Jawaban
415      298     2     
Short Story
Aku hanya seorang gadis yang terjebak dalam sebuah luka yang kuciptakan sendiri. Sayangnya perasaan ini terlalu menyenangkan sekaligus menyesakkan. "Jika kau hanya main-main, sebaiknya sudahi saja." Aku perlu jawaban untuk semua perlakuannya padaku.
Be Yourself
537      363     0     
Short Story
be yourself, and your life is feel better
Nadine
5905      1579     4     
Romance
Saat suara tak mampu lagi didengar. Saat kata yang terucap tak lagi bermakna. Dan saat semuanya sudah tak lagi sama. Akankah kisah kita tetap berjalan seperti yang selalu diharapkan? Tentang Fauzan yang pernah kehilangan. Tentang Nadin yang pernah terluka. Tentang Abi yang berusaha menggapai. dan Tentang Kara yang berada di antara mereka. Masih adakah namaku di dalam hatimu? atau Mas...
SATU FRASA
16075      3380     8     
Romance
Ayesha Anugrah bosan dengan kehidupannya yang selalu bergelimang kemewahan. Segala kemudahan baik akademis hingga ia lulus kuliah sampai kerja tak membuatnya bangga diri. Terlebih selentingan kanan kiri yang mengecapnya nepotisme akibat perlakuan khusus di tempat kerja karena ia adalah anak dari Bos Besar Pemilik Yayasan Universitas Rajendra. Ayesha muak, memilih mangkir, keluar zona nyaman dan m...
ENAM MATA, TAPI DELAPAN
619      389     2     
Romance
Ini adalah kisah cinta sekolah, pacar-pacaran, dan cemburu-cemburuan
Letter From Who?
492      343     1     
Short Story
Semua ini berawal dari gadis bernama Aria yang mendapat surat dari orang yang tidak ia ketahui. Semua ini juga menjawab pertanyaan yang selama ini Aria tanyakan.
WEIRD MATE
1611      773     10     
Romance
Syifa dan Rezeqi dipertemukan dalam kejadian konyol yang tak terduga. Sedari awal Rezeqi membenci Syifa, begitupun sebaliknya. Namun suatu waktu, Syifa menarik ikrarnya, karena tingkah konyolnya mulai menunjukkan perasaannya. Ada rahasia yang tersimpan rapat di antara mereka. Mulai dari pengidap Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), pengguna narkoba yang tidak diacuhkan sampai kebencian aneh pa...
As You Wish
410      291     1     
Romance
Bukan kisah yang bagus untuk dikisahkan, tapi mungkin akan ada sedikit pelajaran yang bisa diambil. Kisah indah tentang cacatnya perasaan yang biasa kita sebut dengan istilah Cinta. Berawal dari pertemuan setelah 5 tahun berpisah, 4 insan yang mengasihi satu sama lain terlibat dalam cinta kotak. Mereka dipertemukan di SMK Havens dalam lomba drama teater bertajuk Romeo dan Juliet Reborn. Karena...
Let it go on
1150      820     1     
Short Story
Everything has changed. Relakan saja semuanya~
Warna Warni Rasa
1301      593     2     
Romance
Rasa itu warna. Harus seperti putih yang suci. Atau seperti hijau yang sejuk. Bahkan seperti merah jambu yang ceria. Rasa itu warna. Dan kau penentunya. Banyak gradasi yang harus di lalui. Seperti indahnya pelangi. Bahkan jika kelabu datang, Kau harus menjadi berani seperti merah. Jangan seperti biru yang terlihat damai, Tapi jika marah akan menghancurkan bumi seperti tsunami. R...