Loading...
Logo TinLit
Read Story - Seharap
MENU
About Us  

Di hari kesembilan kebersamaan mereka, Tisha jadi membantu Sawala mengurus pojok baca. Saat jam istirahat mereka berbagi tugas dan Tisha kebagian mengurus yang ada di angkatannya. Awalnya dia sempat ragu bercampur takut karena harus berpapasan dengan siswa lain yang terasa memberinya pandangan aneh. Namun, Tisha berusaha mengabaikan hal itu.

Sampai saat Tisha menyusun buku di pojok kelas IPS terakhir, seorang cowok bertubuh gempal menghampirinya. “Kamu murid baru?”

Tisha sempat tertegun. Namun, dia cepat mengendalikan diri. “Bukan.”

“Kamu kelas apa?” tanya cowok itu lagi sambil memperbaiki frame kacamata kotaknya.

Tisha tak berniat membalas lagi. Dia memilih beranjak. Namun, saat memutar badan, dia melihat Sawala berdiri tak jauh darinya.

“Beres, Dek Tisha?” tanya Sawala dengan keceriaan seperti biasa.

Tisha mengangguk. Siap memangkas jarak dengan Sawala. Namun, langkahnya terhenti karena cowok tadi kembali bersuara.

“Kamu Tisha? Tisha Andira?”

Tisha menoleh. Menemukan mata cowok itu berbinar.

“Aku Fathan. Fathan Naufal. Teman SD-mu.”

Seketika Tisha berlari. Mengabaikan semuanya, termasuk Sawala yang hanya bisa melongo.

***

Kenapa dia seperti tadi? Sejak kapan dia sekolah di sini? Kenapa Tisha tidak menyadarinya selama ini?

Tisha sama sekali tidak bisa fokus mengikuti mata pelajaran terakhir. Kepalanya terlalu berisik dengan keheranan karena sosok yang baru ditemui. Fathan, orang yang paling tidak ingin Tisha temui sejak kematian orang tuanya.

Sedikit banyak Tisha menganggap Fathan sebagai penyebab dukanya. Andai dulu Fathan tidak meminta tolong padanya, mungkin hidup Tisha masih lengkap. Namun, Tisha lebih banyak menyalahkan dirinya sendiri yang mau-mau saja menolong cowok yang dulu dia anggap sahabat.

Tisha kecil memang akrab dengan siapa saja, termasuk dengan laki-laki. Fathan adalah salah satu sahabat dekatnya karena dulu mereka sama-sama suka menggambar dan membuat tulisan indah, kaligrafi. Setiap hari mereka selalu saling menempel, ke mana-mana bersama. Sampai kejadian nahas itu menghancurkan semuanya.

Tisha menolak kehadiran Fathan. Bahkan saat Fathan dan orang tuanya melayat pun Tisha bersembunyi di kamar. Sampai akhirnya Tisha berhasil membujuk Riana membawanya pindah ke kota tempat sang kakak kuliah, dan benar-benar menutup kesempatan berhubungan dengan Fathan.

Tisha baru menyetujui ajakan Riana untuk kembali tinggal di rumah lama mereka setahun lalu, setelah tanpa sengaja melihat postingan salah satu teman SD-nya yang menunjukkan Fathan menggunakan seragam SMP kota lain. Tisha pikir Fathan tidak lagi tinggal di lingkungan lamanya dan akan terus melanjutkan sekolah di kota itu, jadi dia mau kembali karena yakin tidak akan bertemu lagi.

Namun, pertemuan mereka hari ini membuyarkan segala ketenangan Tisha. Luka dan kemarahannya kembali mencuat. Tisha harus bisa memutus akses dengan Fathan lagi.

“Sialan!”

“Apa, Tisha?”

Sialnya umpatan Tisha tersuarakan cukup keras dan terdengar oleh sang guru yang hobi menjelaskan sambil berkeliling ruangan, dan kini guru itu tepat di sisi bangku Tisha yang ada di paling belakang. Tisha hanya bisa meminta maaf sambil menundukkan kepala.

“Tuliskan ayat ini di papan tulis!” Guru itu menyodorkan buku agama yang tebal.

Tisha menerimanya dengan lemas. Namun, dia cukup bersyukur. Untung dia hanya disuruh menyalin tulisan, bukan menjawab soal. Sebab, pemahamannya di mata pelajaran ini cukup parah. Nilai rapornya saja mepet KKM bahkan pas UAS pun dia sering remedial dengan membeli buku Juz Amma.

“Tolong lebih serius, ya, kalau pelajaran Ibu.” Guru itu kembali bicara sambil mendampingi Tisha di bagian depan kelas. “Ini tuh ilmu penuntun sepanjang hidup. Insyaallah kita akan mendapat ketenangan dan keselamatan jika memahami agama secara baik dan benar.”

Tisha menghentikan gerakan spidol. Benarkah? Dia juga akan tenang jika belajar agama?

***

“Maaf aku enggak bawa roti. Nanti kita makan mi ayam, yuk!” Sawala memecah keheningan yang terasa mencekam. Sejak kemarin meninggalkan Sawala di pojok baca, sampai selesai Salat Asar di hari Rabu ini, Tisha setia terdiam. Diam yang tidak seperti biasanya, tatapannya tampak sendu. Membuat Sawala khawatir.

Tisha mengerjap, lantas menggeleng. Seharian ini kepalanya memang berisik. Pertanyaan tentang cara menghindari Fathan dan penasaran akan pernyataan guru agama bergantian menggentayangi.

“Eh, kenapa? Enggak enak mi-nya? Atau enggak suka suasana pinggir jalannya?”

“Rasanya enak, kok. Tapi ....” Tisha mengeluarkan dua kotak dari tas. “Aku bawa ini.”

Sawala mengernyit. “Apa?”

“Nugget tahu.”  Suara Tisha mencicit. “Kakak enggak alergi tahu, kan?”

“Enggak,” balas Sawala cepat. Merasa familiar dengan ucapan Tisha karena itu pernah diucapkannya di awal pertemuan mereka.

“Tapi kalau Kakak lebih mau mi ayam, kita makan itu aja.” Tisha akan memasukkan kotaknya lagi.

Namun, Sawala menahannya. “Aku mau itu. Mari kita makan.”

Tisha tersenyum. Senang keberaniannya membawa makanan untuk dibagi mendapat sambutan baik, padahal dia sempat takut Sawala akan menolak tingkah anehnya itu.

“Tapi jangan di sini, deh.” Sawala melihat sekitar mereka yang banyak hilir mudik orang yang sudah atau akan salat. “Kita ke kantin aja, yuk”

“Emang boleh makan yang bukan makanan dari sana?” Tisha tidak terlalu tahu bagaimana kebiasaan di sana. Dia hanya pernah ke kantin beberapa kali, saat masa pengenalan lingkungan sekolah.

“Bo ... leh.” Suara Sawala memelan. Dia menyadari kegalauan Tisha, yang mungkin tidak suka dengan ide tersebut. Sekejap kemudian dia tersenyum karena terlintas ide lain. “Kita ke tempat favoritmu aja, yuk. Belakang kelas itu. Enak kayaknya di sana.”

“Tapi mukenanya?” Tisha melirik dalam musala.

“Kuurus nanti.” Sawala bangkit dan menarik Tisha.

Semilir angin menyambut dua gadis itu. Mereka duduk bersisian di bawah pohon nan rindang, beralaskan rerumputan.

“Adem banget, ya. Pantes kamu betah di sini.” Sawala menjeda kunyahannya, melirik Tisha yang hanya menanggapinya dengan anggukan. “Terima kasih untuk makanannya. Buatanmu, kan?”

“Iya .... Hasil ngikutin resep dari buku yang Kakak kasih kemarin.” Tisha menggigit bibir. Dia tidak tahu apakah idenya ini baik atau tidak. Sebab, baru kali ini dia masak dengan mengikuti resep di buku.

Sawala berbinar. “Oh, ya? Yang makanan fungsional? Bahannya apa aja? Enak banget ini.”

“Tahu, sayuran, sosis, dicampur sama tepung,” Tisha menekan-nekan jempol tangan, berusaha mengingat, “terus ... dipanggang.”

“Eh, dipanggang? Kukira digoreng, lho, ada kriuknya gini.”

“Makanan fungsional kan buat kesehatan, menghindari minyak.” Sambil terus menjelaskan manfaat yang dia ketahui dari buku kemarin, Tisha menelan ludah. Merasa aneh dengan diri sendiri yang sepertinya sudah berbicara terlalu banyak, tetapi dia tidak kelelahan. Makin banyak Sawala bertanya, makin tertarik juga Tisha untuk bicara. Ah, kenapa Tisha jadi seperti ini?

Merasa agak serak, Tisha mengeluarkan dua botol dari tas. “Kakak mau jus?” Itu juga dia buat dengan mengikuti resep di buku.

“Eh? Terima kasih.” Dengan wajah yang linglung Sawala menerimanya. Bukannya dia tidak suka dengan sikap Tisha. Dia hanya tidak mengira jika Tisha punya sisi berbeda selain menjadi pasif.

Tisha hanya mengulas senyum tipis. Lagi-lagi kehangatan menyelusup hatinya. Ternyata seperti ini sensasi menyenangkan dari berbagi, bisa membuat lupa dari kegelisahan. Mungkinkah itu juga yang selalu Sawala rasakan?

Setelah makan mereka menuju musala. Suasananya sepi, orang-orang sudah meninggalkan sekolah.

“Uhm ....”

Gumaman Tisha membuat gerakan Sawala membuka sepatu terjeda. “Kenapa, Dek?”

“Apa ... aku boleh ikut masuk musala?”

“Boleh. Mau ngadem, ya?”

Tisha menggeleng. “Kalau boleh aku mau ikut beresin mukena.”

Sawala berkedip lambat beberapa kali. “Yang benar, Dek?”

“Benar,” balas Tisha serius.

Sawala berdeham. “Oh, boleh. Mari ke dalam!”

Di tengah kesibukan memilah-milah dan melipat kain itu Tisha memberanikan diri untuk menyuarakan penasaran yang sudah lama mengganggunya. “Beresin mukena ini kewajiban Kakak?”

Sawala yang sedang menata di lemari menghentikan gerakan sejenak, membalas tatapan Tisha, kemudian menggeleng. “Wajib itu kalau enggak dilaksanakan akan dapat hukuman, kan? Sedangkan aku kalau enggak beresin mukena enggak dapat hukuman, jadi bukan kewajiban, sih. Lebih ke sunah.”

Tisha mengernyit. “Sunah?”

Sawala mengangguk mantap. “Iya, kalau dikerjakan insyaallah akan dapat ganjaran baik, kalau ditinggalkan enggak apa-apa.”

“Terus yang wajib beresin ini siapa? Penjaga sekolah?”

“Kayaknya enggak ada yang secara khusus diwajibkan urus ini, deh. Eh, Rohis ada rutinan beresin tiap Jum’at, setelah beres kajian, tapi pekan lalu aku izin enggak ikut jadi kamu enggak lihat. Terus dua bulan sekali anggota rohis bagi-bagi bawa pulang beberapa pasang mukena buat dicuci.”

“Terus kenapa Kakak mau beresin setiap hari?”

“Karena ... aku ingin menjalankan sunah.”

Tisha tak sanggup berkata lagi.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
One-Week Lover
1977      983     0     
Romance
Walter Hoffman, mahasiswa yang kebosanan saat liburan kuliahnya, mendapati dirinya mengasuh seorang gadis yang entah dari mana saja muncul dan menduduki dirinya. Yang ia tak tahu, adalah fakta bahwa gadis itu bukan manusia, melainkan iblis yang terlempar dari dunia lain setelah bertarung sengit melawan pahlawan dunia lain. Morrigan, gadis bertinggi badan anak SD dengan gigi taring yang lucu, meng...
EPHEMERAL
149      135     2     
Romance
EPHEMERAL berarti tidak ada yang kekal, walaupun begitu akan tetap kubuktikan bahwa janji kita dan cinta kita akan kekal selamanya walaupun nanti kita dipisahkan oleh takdir. Aku paling benci perpisahan tetapi tanpa perpisahan tidak akan pernah adanya pertemuan. Aku dan kamu selamanya.
Romance is the Hook
5167      1697     1     
Romance
Tidak ada hal lain yang ia butuhkan dalam hidupnya selain kebebasan dan balas dendam. Almira Garcia Pradnyani memulai pekerjaannya sebagai editor di Gautama Books dengan satu tujuan besar untuk membuktikan kemampuannya sendiri pada keluarga ibunya. Namun jalan menuju keberhasilan tidaklah mudah. Berawal dari satu kotak cinnamon rolls dan keisengan Reynaldo Pramana membuat Almira menambah satu ...
My Soulmate Coco & Koko
6857      2071     0     
Romance
Menceritakan Isma seorang cewek SMA yang suka dengan hewan lucu yaitu kucing, Di hidupnya, dia benci jika bertemu dengan orang yang bermasalah dengan kucing, hingga suatu saat dia bertemu dengan anak baru di kelasnya yg bernama Koko, seorang cowok yang anti banget sama hewan yang namanya kucing. Akan tetapi mereka diharuskan menjadi satu kelompok saat wali kelas menunjuk mereka untuk menjadi satu...
Nyanyian Burung di Ufuk Senja
4178      1430     0     
Romance
Perceraian orangtua Salma membuatnya memiliki kebimbangan dalam menentukan suami masa depannya. Ada tiga pria yang menghiasi kehidupannya. Bram, teman Salma dari semenjak SMA. Dia sudah mengejar-ngejar Salma bahkan sampai menyatakan perasaannya. Namun Salma merasa dirinya dan Bram berada di dunia yang berbeda. Pria kedua adalah Bagas. Salma bertemu Bagas di komunitas Pencinta Literasi di kampu...
Premium
Di Bawah Langit yang Sama dengan Jalan yang Berbeda
22667      2005     10     
Romance
Jika Kinara bisa memilih dia tidak ingin memberikan cinta pertamanya pada Bian Jika Bian bisa menghindar dia tidak ingin berpapasan dengan Kinara Jika yang hanya menjadi jika karena semuanya sudah terlambat bagi keduanya Benang merah yang semula tipis kini semakin terlihat nyata Keduanya tidak bisa abai walau tahu ujung dari segalanya adalah fana Perjalanan keduanya untuk menjadi dewasa ti...
Archery Lovers
5094      2107     0     
Romance
zahra Nur ramadhanwati, siswa baru yang tidak punya niat untuk ikut ekstrakulikuler apapun karena memiliki sisi trauma saat ia masih di SMP. Akan tetapi rasa trauma itu perlahan hilang ketika berkenalan dengan Mas Darna dan panahan. "Apakah kau bisa mendengarnya mereka" "Suara?" apakah Zahra dapat melewati traumanya dan menemukan tempat yang baik baginya?
The Maiden from Doomsday
10848      2423     600     
Fantasy
Hal yang seorang buruh kasar mendapati pesawat kertas yang terus mengikutinya. Setiap kali ia mengambil pesawat kertas itu isinya selalu sama. Sebuah tulisan entah dari siapa yang berisi kata-kata rindu padanya. Ia yakin itu hanya keisengan orang. Sampai ia menemukan tulisan tetangganya yang persis dengan yang ada di surat. Tetangganya, Milly, malah menyalahkan dirinya yang mengirimi surat cin...
Premium
MARIA
8447      2410     1     
Inspirational
Maria Oktaviana, seorang fangirl akut di dunia per K-Popan. Dia adalah tipe orang yang tidak suka terlalu banyak bicara, jadi dia hanya menghabiskan waktunya sebagian besar di kamar untuk menonton para idolanya. Karena termotivasi dia ingin bercita-cita menjadi seorang idola di Korea Selatan. Hingga suatu ketika, dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Lee Seo Jun atau bisa dipanggil Jun...
Kiara - Sebuah Perjalanan Untuk Pulang
3306      1379     2     
Romance
Tentang sebuah petualangan mencari Keberanian, ke-ikhlasan juga arti dari sebuah cinta dan persahabatan yang tulus. 3 Orang yang saling mencintai dengan cara yang berbeda di tempat dan situasi yang berbeda pula. mereka hanya seorang manusia yang memiliki hati besar untuk menerima. Kiara, seorang perempuan jawa ayu yang menjalin persahabatan sejak kecil dengan Ardy dan klisenya mereka saling me...