Loading...
Logo TinLit
Read Story - Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
MENU
About Us  

 

 

 

Lala yang tadinya sudah mau minum obat dengan teratur, mulai membuang obat-obatannya lagi. Kebanyakan, di tempat sampah, saat Mama sedang lengah. Mama seringkali lengah karena ia selalu menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah tangga. Ia selalu menyapu dan mengepel lantai setiap hari. Padahal, kakaknya yang merupakan tante dari Lala pernah berkata kepadanya, "Tidak usah menyapu dan mengepel setiap hari. Aku saja kalau mengepel, seminggu sekali." Namun, Mama tidak menggubrisnya.

 

Itulah yang Lala ingat tentang Mama karena Mama selalu mondar-mandir di depannya sambil memegang tongkat pel.

 

Kali ini, Lala kembali membuang obatnya ketika Mama sedang memasak ayam goreng. Biasanya, Mama akan meninggalkan masakannya dan Lala yang akan membolak-balik ayam agar tidak gosong. Namun, itu kalau Lala sedang tidak relaps.

 

Tadi, Lala sudah melongok ke ayam goreng di wajan.

 

Lala terpaksa membuang obatnya walaupun ia kasihan kepada Mama. Lala merasa dosen itu tidak mencintainya karena ia minum obat. Ia seperti mendengar suara dosen itu yang berkata, “Kamu tidak boleh meminum obat-obatan itu. Obat-obatan itu racun. Nanti, aku akan mencintai dan menemuimu.”

 

Lagipula, Lala merasa tidak normal dan tidak menarik kalau minum obat. Ia merasa seperti orang gila. Ia tidak seperti teman-temannya yang lain yang normal. Mereka selalu bercanda dan tertawa satu sama lain. Tidak seperti Lala yang menyendiri. Ia adalah seorang pemurung, pendiam, dan pemalu.

 

Obat-obatan itu ada yang dibuang di tempat sampah, wastafel, kloset, selokan, dan saluran pembuangan air bergaris-garis di kamar mandi. Hanya sedikit saja obat-obatan yang berhasil disarangkan Mama ke tubuh Lala, dan itu karena Mama mencampurkan obat itu ke makanan dan minuman yang hendak diberikan kepada Lala.

 

Bahkan, saat acara wisuda akan menjelang, Lala mulai menunjukkan keanehan. Ia pergi ke kampus dengan muka muram untuk melihat hasil ujian pendadarannya di papan pengumuman. Ternyata, ia memperoleh nilai B, bukan A. Ia merasa bahwa itu adalah ulah dosen killer-nya itu. Namun, entah mengapa, ia tidak bisa menegakkan kepalanya untuk sekedar menantang dosen itu.

 

Saat meminjam toga di sisi lain gedung kampus, Lala berkata-kata kepada dua orang teman perempuannya yang sedang duduk di sebuah bangku panjang kayu berwarna cokelat di pinggir lorong. Sementara itu, banyak dari teman-teman mereka yang lain yang berdiri karena tidak kebagian tempat duduk. Mereka semuanya mengantri sambil berdesak-desakan.

 

“Aku dibantai waktu ujian pendadaran,” keluh Lala kepada dua orang teman perempuannya yang berponi itu.

 

“Tapi lulus, kan?” tanya teman perempuannya yang berponi dan sekaligus berambut lurus sebahu.

 

“Lulus, sih … tapi …,” keluh Lala lagi. Tiba-tiba, ia berteriak, “Sengit tenan aku karo kae … !” (“Benci sekali aku padanya … !”)

 

Serta-merta, mahasiswi dan mahasiswa yang ada di situ menoleh pada Lala. Lala tidak peduli. Ia melenggang dari situ. Di pintu keluar, ia menjatuhkan sapu tangannya yang tidak dimasukkan dengan sempurna ke dalam saku. Karena sudah bukan ujian pendadaran, Lala memakai celana jeans birunya. Jeans wanita branded yang sempat dibelikan Mama di mall, entah kapan, Lala lupa.

 

Seorang pemuda berambut keriting memungut sapu tangan itu dan mengangsurkannya kepada Lala.

 

“Terima kasih!” ucap Lala. Ia cepat-cepat pergi dari situ menuju ke tempat pemberhentian bus. Ia memutuskan untuk naik bus dan pulang.

 

Ia mengeluhkan tentang nilai B-nya itu kepada teman yang ditemuinya di kantor suratkabar beberapa hari kemudian. Keluhnya, "Pelit sekali dia! Padahal, aku mendapatkan nilai B karena ia membantaiku dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan sulit. Kalau tidak, aku pasti sudah mendapatkan nilai A. Padahal, skripsi kan jumlah sks/sistem kredit semester-nya 6. Kalau aku mendapatkan nilai A, tentu IPK sudah menjadi 3, bukannya 2,84 seperti sekarang. Padahal, kurang sedikit lagi."

 

"Sudahlah, La, tidak apa-apa. Yang penting kamu lulus. Kalau aku mendapatkan nilai B, aku sudah merasa senang sekali," jawab temannya.

 

"Ia mengkritikku yang suka mengajar anak-anak. Katanya, mengajar anak-anak tidak boleh melakukan kesalahan sedikit pun karena anak-anak masih polos dan akan menyerap begitu saja semua yang kita ajarkan," tambah Lala.

 

 "Jangan-jangan ia naksir padaku dan berkata begitu karena berharap aku akan jadi ibu bagi calon anak-anaknya kelak," pikir Lala, mengkhayal.

 

"La?" Temannya mengayun-ayunkan tangan di depan wajah Lala.

 

"Aku keluar dulu," sahut Lala.

 

"La, kamu kemari cuma untuk berkata seperti itu?!" seru temannya dari belakang Lala.

 

Di depan kantor berita, Lala bertemu Papa yang sedang menunggu di mobil. Sapa Papa, "Sudah, La?"

 

"Sudah apa?" tanya Lala, polos.

 

"Pasang iklan," ingat Papa.

 

"Oh, iya." Lala menepuk jidat. Ia kembali masuk ke dalam kantor itu. Kali ini, Papa mengikutinya dari belakang.

 

Temannya terheran-heran melihat Lala masuk lagi dengan ditemani Papa. Kali ini, Papa yang berkata-kata, "Anak saya ini mau pasang iklan. Maklum, mencari pekerjaan zaman sekarang sulit sekali. Lala mau membuka kursus di rumah saja."

 

"Iklan baris atau iklan kolom, Om?" tanya temannya Lala yang kebetulan sudah mendapatkan pekerjaan di kantor berita itu.

 

"Iklan baris saja, yang murah," jawab Papa.

 

"Tapi kemungkinan berhasil lebih besar adalah iklan kolom," tawar teman Lala.

 

"Tidak apa-apa. Iklan baris saja. Lagipula, Lala sama sekali belum membuktikan kemampuannya," terang Papa.

 

Lala mengernyitkan dahi. Pikirnya, "Bukankah aku sudah membuktikan kemampuanku selama ini? Aku kan sudah berhasil lulus S1. Oh, aku tak tahu, apakah aku akan bisa bekerja dan menghasilkan uang seperti Papa."

 

Setelah semuanya beres dan Papa membayarkan sejumlah uang, Papa mengajak Lala pulang. Sesampainya di rumah, Lala kembali berhadapan dengan notebook-nya. Mama berteriak marah, "Sarjana S1 macam apa itu?! Sarjana S1 kok tidak bisa bekerja rumah tangga?!"

 

Lala terpaksa menghentikan jari-jarinya yang sedang menari-nari di atas keyboard. Ia terpaksa berjalan menuju ke arah Mama. Ia melihat Mama sedang berusaha memindahkan jemuran dengan susah payah. Lala pun membantunya dengan mengangkat ujung satunya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Story Of Chayra
14708      3820     9     
Romance
Tentang Chayra si cewek cuek dan jutek. Sekaligus si wajah datar tanpa ekspresi. Yang hatinya berubah seperti permen nano-nano. Ketika ia bertemu dengan sosok cowok yang tidak pernah diduga. Tentang Tafila, si manusia hamble yang selalu berharap dipertemukan kembali oleh cinta masa kecilnya. Dan tentang Alditya, yang masih mengharapkan cinta Cerelia. Gadis pengidap Anstraphobia atau phobia...
IMPIANKU
29262      4892     14     
Mystery
Deskripsi Setiap manusia pasti memiliki sebuah impian, dan berusaha untuk mewujudkan impiannya itu. Walau terkadang suka terjebak dengan apa yang diusahakan dalam menggapai impian tersebut. Begitu pun yang dialami oleh Satria, dalam usaha mewujudkan segala impiannya, sebagai anak Broken Home. Walau keadaan keluarganya hancur karena keegoisan sang ayah. Satria mencoba mencari jati dirinya,...
Chrisola
1305      796     3     
Romance
Ola dan piala. Sebenarnya sudah tidak asing. Tapi untuk kali ini mungkin akan sedikit berbeda. Piala umum Olimpiade Sains Nasional bidang Matematika. Piala pertama yang diraih sekolah. Sebenarnya dari awal Viola terpilih mewakili SMA Nusa Cendekia, warga sekolah sudah dibuat geger duluan. Pasalnya, ia berhasil menyingkirkan seorang Etma. "Semua karena Papa!" Ola mencuci tangannya lalu membasuh...
Ilona : My Spotted Skin
1282      848     3     
Romance
Kecantikan menjadi satu-satunya hal yang bisa Ilona banggakan. Tapi, wajah cantik dan kulit mulusnya hancur karena psoriasis. Penyakit autoimun itu membuat tubuh dan wajahnya dipenuhi sisik putih yang gatal dan menjijikkan. Dalam waktu singkat, hidup Ilona kacau. Karirnya sebagai artis berantakan. Orang-orang yang dia cintai menjauh. Jumlah pembencinya meningkat tajam. Lalu, apa lagi yang h...
CERITA MERAH UNTUK BIDADARIKU NAN HIJAU
268      229     1     
Inspirational
Aina Awa Seorang Gadis Muda yang Cantik dan Ceria, Beberapa saat lagi ia akan Lulus SMA. Kehidupannya sangat sempurna dengan kedua orang tua yang sangat menyayanginya. Sampai Sebuah Buku membuka tabir masa lalu yang membuatnya terseret dalam arus pencarian jati diri. Akankah Aina menemukan berhasil kebenarannya ? Akankah hidup Aina akan sama seperti sebelum cerita merah itu menghancurkannya?
When Flowers Learn to Smile Again
2515      1636     10     
Romance
Di dunia yang menurutnya kejam ini, Jihan hanya punya dirinya sendiri. Dia terjebak pada kelamnya malam, kelamnya hidup, dan kelamnya dunia. Jihan sempat berpikir, jika dunia beserta isinya telah memunggunginya sebab tidak ada satu pun yang peduli padanya. Karena pemikirannya itu, Jihan sampai mengabaikan eksistensi seorang pemuda bernama Natha yang selalu siap menyembuhkan luka terdalamnya. B...
Switch Career, Switch Life
1019      750     4     
Inspirational
Kadang kamu harus nyasar dulu, baru bisa menemukan diri sendiri. Therra capek banget berusaha bertahan di tahun ketiganya kerja di dunia Teknik yang bukan pilihannya. Dia pun nekat banting setir ke Digital Marketing, walaupun belum direstui orangtuanya. Perjalanan Therra menemukan dirinya sendiri ternyata penuh lika-liku dan hambatan. Tapi, apakah saat impiannya sudah terwujud ia akan baha...
ZAHIRSYAH
7119      2151     5     
Romance
Pesawat yang membawa Zahirsyah dan Sandrina terbang ke Australia jatuh di tengah laut. Walau kemudia mereka berdua selamat dan berhasil naik kedaratan, namun rintangan demi rintangan yang mereka harus hadapi untuk bisa pulang ke Jakarta tidaklah mudah.
FAYENA (Menentukan Takdir)
1384      853     2     
Inspirational
Hidupnya tak lagi berharga setelah kepergian orang tua angkatnya. Fayena yang merupakan anak angkat dari Pak Lusman dan Bu Iriyani itu harus mengecap pahitnya takdir dianggap sebagai pembawa sial keluarga. Semenjak Fayena diangkat menjadi anak oleh Pak Lusman lima belas tahun yang lalu, ada saja kejadian sial yang menimpa keluarga itu. Hingga di akhir hidupnya, Pak Lusman meninggal karena menyela...
Pasal 17: Tentang Kita
184      97     1     
Mystery
Kadang, yang membuat manusia kehilangan arah bukanlah lingkungan, melainkan pertanyaan yang tidak terjawab sebagai alasan bertindak. Dan fase itu dimulai saat memasuki usia remaja, fase penuh pembangkangan menuju kedewasaan. Sama seperti Lian, dalam perjalanannya ia menyadari bahwa jawaban tak selalu datang dari orang lain. Lalu apa yang membuatnya bertahan? Lian, remaja mantan narapidana....