Setelah Aldino kembali ke dalam dapur, Digma menyusul masuk. Ia langsung mendekat pada gadis itu.
"Lo nggak apa-apa, Ra?" tanya Digma cepat. Matanya menyorot khawatir.
Fara tak menjawab. Ia bangkit dari kursi dan menatap Digma kesal.
"Kenapa lo siram dia?!"
Digma mengusap kepalanya kasar. "Gue nggak punya pilihan, Ra."
"Pilihan apa sih maksud lo?" teriak Fara frustasi. "Lo sadar nggak sih lo tuh korban rundungan Gery dan lo keliatan nggak takut sama dia. Lo siapa sih?"
Digma terdiam. Ia melirik Aldino tajam yang langsung dijawab gelengan. Ia mulai curiga Aldino diam-diam membongkar rahasianya.
"Gue ... gue–" Lidah Digma kelu. Matanya beralih beberapa kali.
"Lo manusia kan?"
"I-iya manusia."
"Harusnya lo punya rasa takut lah! Lo harusnya tau kalo dengan nyiram Gery dia bakal lebih ngerundung lo dan lo dalam bahaya! Gue nggak mau lo sampe kayak ..." omelan Fara menjeda. Kini hanya terdengar suara napasnya yang naik turun. Namun matanya yang berkaca-kaca tak lepas dari Digma.
Tak tahan dengan suasana tegang, Aldino maju dan melerai keduanya.
"Udah ... udah ... gue udah muak liat pertengkaran rumah tangga di rumah antara bokap sama nyokap gue. Gue nggak mau liat lagi di sini." Ia lalu mendorong punggung Digma agar maju dan masuk keruangan lebih dalam.
Membuat Fara yang di depan Digma mau tak mau ikut berjalan maju hingga ke pintu paling ujung.
Setelah melewati dapur dan pintu terbuka, suasana restoran yang sedang ramai pun menyambut mereka. Aroma makanan dan minuman langsung menguar di ruangan bergaya minimalis ini.
Begitu sampai di area makan, seorang pria dengan apron hitam menyambut mereka.
"Udah aman, Bro?" sapa pria itu santai.
"Yoi, Bro. Makasih banyak buat tempatnya!" jawab Aldino sambil menepuk bahu temannya.
"Gue juga makasih banget buat kunci jawa—" pria itu refleks menghentikan ucapannya begitu Aldino memberi kode gelengan kepala. Ia langsung beralih menyuruh Digma dan Fara ikut antre di meja pemesanan.
Sambil mengantre, seorang pria berambut gondrong tiba-tiba menyelak antrean. Digma menatapnya tak percaya.
"Mas, mohon antre, ya," ucapnya sopan tapi tegas.
Namun cowok itu hanya menoleh malas dan berdecak. "Suka-suka gue, lah."
Melihat sikap yang keterlaluan itu, Digma menarik bahunya pelan. "Mohon antre, ya. Lo nggak denger tadi?"
Cowok itu menepis tangan Digma dan menantang, "Lo mau apa, hah?"
Tanpa aba-aba, Aldino maju dan menghantam wajah cowok itu dengan satu pukulan keras.
"Banyak bacot, anjir!" makinya. "Kalau nggak bisa antre, jangan makan di sini!"
Digma buru-buru menahan bahu Aldino. Kalau cowok itu sudah marah, bisa repot sendiri.
"Dia nyebelin banget, Bang!" gerutu Aldino, masih emosi. "Monyet lo ya!"
Digma dan teman barista itu pun menarik Aldino ke meja makan. Sementara cowok pengacau tadi langsung diusir keluar.
Tak lama kemudian, mereka sudah duduk di meja nomor khusus. Berkat insiden tadi, mereka mendapat izin memesan tanpa antre.
"Sorry," tukas Aldino setelah mendapat tatapan heran dari Fara. "Kalau gue lapar emang bawaannya pengen makan orang," kata Aldino sambil tertawa kecil.
Fara akhirnya ikut tertawa. "Nggak apa-apa. Salah dia juga kok. Udah tahu ramai, malah nyelak."
"Iya kan. Dikira yang mau makan dia doang? Lah kita antre di sana mau ngapain? Bayar Zakat?"
Tawa Fara kembali pecah. Membuat Digma diam-diam menatap gadis itu dengan lembut. Bibir merah mudanya melengkung manis, memperlihatkan deretan gigi rapi. Untuk pertama kalinya, Digma merasa melihat sesuatu yang lebih manis dari satu toples gula di rumahnya.
Tak lama, makanan datang. Digma sigap membantu menata piring dan memberikan alat makan ke Fara.
Fara tersenyum dan mengangguk sebagai tanda terima kasih. Aroma spagheti carbonara di depannya benar-benar menggoda setelah seharian penuh drama.
"Ra, maafin gue ya," tukas Digma sambil menunduk. Matanya lalu menyorot tulus.
Fara mengangguk pelan. "Gue juga tadi nggak bermaksud marah. Gue cuma ... takut."
"Gue paham." Digma melemparkan senyumannya. Memberi ketenangan di tengah kegelisahan mereka.
"Jadi lo ... temannya Digma, ya?" Fara kini beralih menatap Aldino. Kedua alisnya terangkat.
"Bukan sekadar teman, gue mah," jawab Aldino cepat, senyumnya langsung mengembang begitu diajak bicara oleh Fara. Kalau sudah begini, gayanya berubah total. "Sahabat."
"Sahabat ... Digma?" Fara menoleh ke arah Digma di seberang, sedikit bingung, apalagi setelah melihat tatapan tajam cowok itu ke Aldino.
Mendapat sinyal ancaman halus dari Digma, Aldino buru-buru mengoreksi ucapannya. "Maksud gue, mantan sahabat. Hehe."
"Mantan sahabat?" Fara mengernyit. "Maksudnya gimana tuh?"
Digma mengambil alih percakapan. "Intinya dia temen lama gue, Ra. Jangan terlalu serius dengerin omongan dia," potong Digma cepat, khawatir Fara semakin bingung mendengar celotehan Aldino yang suka asal.
Aldino hanya tertawa lalu mengangguk semangat. "Nama kamu Fara, kan?"
"Iya," jawab Fara, masih setengah penasaran.
"Wah, kamu kelewat sih!"
"Kelewat apa?"
"Kelewat cantik!" goda Aldino sambil mengedipkan sebelah mata, menampilkan senyum jahil andalannya.
Digma langsung menginjak kaki Aldino di sebelahnya cukup keras hingga cowok itu menunduk sambil menahan jeritan.
"Aw! Sakit, Bang!" pekiknya, tapi Digma langsung menimpal cepat.
"Dia kerja paruh waktu di restoran ini, Ra. Makanya tadi pas kita lewat, dia kebetulan bantuin kita," jelas Digma seadanya sambil fokus melahap makanan di depannya.
"Bohong!" Aldino menegak mojito miliknya. "Jelasin dong pekerjaan gue yang keren itu, Bang!" protes Aldino tak terima.
Digma hanya diam sambil menyipitkan mata. Aldino pun tak tahan dan mendekat ke arah Fara sambil memamerkan gaya khasnya.
"Sesuai nama gue ya, Ra, Aldino si Troublemaker tapi juga problem-solver. Gue bisa bantu orang kaya—mmphh!"
Mulutnya langsung dibekap Digma. Fara hanya mengerjap, bingung melihat adegan yang mendadak seperti drama komedi.
Digma mendekatkan mulutnya ke telinga Aldino dan berbisik penuh tekanan, "Lo buka suara lagi, gue buka semua rahasia gelap lo."
Mata Aldino membulat. Ia tahu Digma menyimpan cukup banyak 'amunisi' untuk menjatuhkannya. Ia pun mengangkat kedua tangan, tanda menyerah.
Mereka akhirnya fokus menghabiskan makanan masing-masing.
Sambil makan, Fara lalu membuka ponsel dan menggulir feed Instagram. Tapi matanya membelalak saat melihat satu unggahan yang cukup mengagetkan.
๐ธ Foto Gery dan teman-temannya di Nirvana Zone
๐ Caption: Boleh dong infoin gue, kalo ada yang liat Digma sama Fara, langsung DM gue ya!
Fara menelan ludah susah payah. Ia lalu menunjukkan layar ponselnya pada Digma.
"Dig ... dia lagi di Nirvana Zone," ujarnya dengan nada tegang.
"Nirvana Zone?" Digma mengerutkan kening. "Itu tempat apa, Ra?"