Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
MENU
About Us  

Pagi itu cerah. Untuk pertama kali dalam seminggu, langit biru tampak menyembul di balik awan putih yang tipis. Matahari menyinari kamar Aditya dengan hangat, menembus jendela kecil yang biasanya tertutup tirai abu-abu. Aku, si tas hitam setia, tergantung di dinding. Tubuhku masih terasa lembap dari hujan beberapa hari lalu, tapi pagi ini ada sesuatu yang berbeda.

Aditya bangun dengan wajah yang tidak sepekat biasanya. Bukan berarti semuanya baik-baik saja, tapi hari itu, semacam energi baru terasa mengalir perlahan dari dalam dirinya. Ia duduk di tepi kasur, membuka papan visi kecil yang ia tempel di dinding sebulan yang lalu.

Pada papan itu tertulis:

"Bikin video baru setiap minggu."

"Bangun saluran Komunitas Discord."

"Ikut lomba video kreatif akhir bulan."

Namun, di bawah semua target itu, ia baru saja menulis kalimat baru:

"Belajar mencintai proses, bukan hasil."

Di sekolah, mata Aditya tak lagi kosong. Ia masih diam, masih suka menyendiri di perpustakaan saat istirahat, tapi kali ini ia datang bukan untuk sembunyi—melainkan untuk belajar. Ia duduk di sudut ruang, membaca dengan buku catatan terbuka. Judul besar di atas halaman hari itu:

“Ngomong Sama Diri Sendiri (Bukan Gila, Serius!)”

Ia menuliskan dialog dengan dirinya sendiri:

“Kenapa lo terus bikin video, padahal nggak banyak yang nonton?”
“Karena gue suka. Karena ini cara gue ngungkapin apa yang nggak bisa gue bilang langsung.”

“Kenapa masih suka ngerasa nggak cukup?”
“Karena gue tidak percaya kalau yang gue punya itu berharga.”

“Terus kenapa kamu masih berjuang?”
“Karena gue mulai mengerti: bukan harus sempurna dulu baru mulai, tapi mulai dulu, baru nanti bisa jadi lebih baik.”

Hari itu, Bu Ratih meminta berbicara di depan kelas untuk pelajaran proyek literasi. Topiknya adalah "Sosok yang Menginspirasi Hidupku."

Aditya sempat ingin menolak. Tangannya berkeringat. Kakinya goyah. Tapi ia teringat kalimat dari jurnalnya kemarin malam: "Takut itu sinyal, bukan alasan untuk berhenti."

Ia maju dengan langkah perlahan, membawa secarik kertas berisi poin-poin yang ia tulis.

“Ada satu orang yang selalu ada saat gue merasa dunia terlalu ribut,” katanya membuka.

"Bukan artis. Bukan pahlawan nasional. Bukan juga motivator terkenal. Tapi seseorang yang mungkin tidak pernah tahu kalau dia penting buat gue."

Semua mata menatapnya. Kelas hening.

“Orang itu... nenek gue.”

Ia bercerita tentang pagi-pagi saat sang nenek menyiapkan sarapan meski tangannya gemetar karena radang sendi. Tentang sakit hari saat beliau Aditya pulang menunggu di beranda kecil, sambil menyulam taplak meja yang tak pernah selesai. Dan tentang malam di mana nenek hanya duduk diam menemaninya merekam video, tak paham Roblox sama sekali, tapi tetap tersenyum setiap kali Aditya tertawa.

“Saat aku bingung harus jadi apa, dia hanya bilang: 'Jadilah orang baik dulu. Nanti yang lain nyusul.'”

Aditya tak sadar air matanya mengalir.

Kelas tetap diam, bukan karena bosan, tapi karena semua larut dalam cerita.

Sepulang sekolah, ia menemukan notifikasi dari YouTube:

Komentar baru di videomu:

“Gue nemu channel lo pas lagi down, dan jujur, lo bikin gue ngerasa gak sendirian. Makasih, Dit. Jangan berhenti ya.” —pengguna_acak_16

Ia membaca dua kali. Tiga kali. Lalu, menutup laptop dengan senyum kecil.

Malam itu, ia menemani nenek menyiram tanaman. Waktu maghrib sudah lewat, tapi udara masih hangat.

“Nek,” katanya, “aku pengin coba ikut lomba vlog sekolah. Temanya tentang mengenal diri.”

Nenek menoleh. "Bagus itu. Kamu mau cerita soal apa?"

Aditya tertawa pelan. “Mungkin… tentang tas ini.” Aku menunjukku yang terletak di kursi teras. “Tentang bagaimana selama ini dia jadi Saksi gue belajar ngerti siapa diri gue.”

Nenek tersenyum, lalu masuk untuk membuat teh.

Aditya mengangkatku dan membawaku masuk ke kamar. Ia mulai menulis storyboard vlog di kertas:

Judul: "Perjalanan di Punggung Sendiri"

Tembakan pembuka: sepatu basah melangkah pelan di jalan sempit. Suara narasi: “Setiap orang membawa beban, tapi tidak semua tahu isinya apa.”

Dipotong menjadi: kamar tidur, tas dilempar ke kasur. “Gue pun nggak tahu. Tapi gue coba cari tahu, pelan-pelan.”

Selama seminggu berikutnya, Aditya merekam setiap momen dengan lebih jujur ​​dari biasanya. Ia tidak memakai musik dengan latar dramatik. Tidak menambahkan efek keren. Tapi ia merekam tangannya saat menulis jurnal. Ekspresinya saat menangis diam-diam di atap rumah. Satu klip favoritku adalah ketika ia hanya duduk di depan kamera dan berkata:

"Gue masih tidak tahu masa depan gue. Tapi gue tahu satu hal: gue tidak gagal, hanya belum selesai."

Hari Koleksi vlog tiba.

Aditya menyerahkan flashdisk berisi videonya pada Bu Santi. Tangannya sedikit bergetar, tapi kali ini bukan karena takut.

Dia gugup, ya. Tapi juga bangga.

Saat berjalan ke luar ruang guru, ia melihat Ayu menunggu di tangga.

“Sudah menyerah?”

Aditya mengangguk.

“Bagus. Gue tahu lo bisa.”

Aditya menemui temannya itu. “Yu, makasih ya. Udah dengerin gue waktu itu.”

Ayu hanya mengangguk. “Kita semua butuh didengerin. Lo juga udah dengerin gue waktu gue cerita soal nyokap bokap gue. Kita impas.”

Seminggu kemudian, pengumuman pemenang lomba diumumkan.

Aditya tidak menang.

Tapi yang mengejutkan, videonya diputar di depan seluruh kelas. Bahkan ditonton oleh beberapa guru yang biasanya tidak peduli dengan urusan kreatif siswa.

Setelah video berakhir, Bu Ratih berdiri.

“Video ini tidak menang lomba,” katanya, “tapi menang di hati saya.”

Suara tepuk tangan mengisi ruangan. Tidak apa-apa. Tapi cukup. Aditya menunduk, tak menyangka semua itu akan terjadi. Ia menatap ke arah meja, di mana tugasku tenang. Dan aku tahu, di dalam hati, Aditya sedang berkata:

“Gue nggak harus selalu jadi yang terbaik, tapi gue bisa terus jadi lebih baik.”

Dan malam itu, sebelum tidur, ia menempelkan satu kalimat baru di papan visinya:

"Gagal bukan akhir. Gagal itu bukti kalau kamu sudah berani mencoba."

Aku hanya sebuah tas ransel. Tapi hari itu, aku merasa seperti Saksi penting dalam kisah besar seorang remaja bernama Aditya, yang mulai berdamai dengan dirinya sendiri.

Langkahnya belum selesai. Tapi sedikit kecil itu… semakin terang.

*** 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Nuraga Kika
50      46     0     
Inspirational
Seorang idola sekolah menembak fangirlnya. Tazkia awalnya tidak ingin melibatkan diri dengan kasus semacam itu. Namun, karena fangirl kali ini adalah Trika—sahabatnya, dan si idola adalah Harsa—orang dari masa lalunya, Tazkia merasa harus menyelamatkan Trika. Dalam usaha penyelamatan itu, Tazkia menemukan fakta tentang luka-luka yang ditelan Harsa, yang salah satunya adalah karena dia. Taz...
Menanti Kepulangan
95      88     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
706      483     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...
Unexpectedly Survived
296      252     0     
Inspirational
Namaku Echa, kependekan dari Namira Eccanthya. Kurang lebih 14 tahun lalu, aku divonis mengidap mental illness, tapi masih samar, karena dulu usiaku masih terlalu kecil untuk menerima itu semua, baru saja dinyatakan lulus SD dan sedang semangat-semangatnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Karenanya, psikiater pun ngga menyarankan ortu untuk ngasih tau semuanya ke aku secara gamblang. ...
Let me be cruel
10630      4375     545     
Inspirational
Menjadi people pleaser itu melelahkan terutama saat kau adalah anak sulung. Terbiasa memendam, terbiasa mengalah, dan terlalu sering bilang iya meski hati sebenarnya ingin menolak. Lara Serina Pratama tahu rasanya. Dikenal sebagai anak baik, tapi tak pernah ditanya apakah ia bahagia menjalaninya. Semua sibuk menerima senyumnya, tak ada yang sadar kalau ia mulai kehilangan dirinya sendiri.
Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
3790      875     7     
Fantasy
Lily adalah siswa kelas 12 yang ambisius, seluruh hidupnya berputar pada orbit Adit, kekasih sekaligus bintang pemandunya. Bersama Adit, yang sudah diterima di Harvard, Lily merajut setiap kata dalam personal statement-nya, sebuah janji masa depan yang terukir di atas kertas. Namun, di penghujung Juli, takdir berkhianat. Sebuah kecelakaan tragis merenggut Adit, meninggalkan Lily dalam kehampaan y...
Imperfect Rotation
351      304     0     
Inspirational
Entah berapa kali Sheina merasa bahwa pilihannya menggeluti bidang fisika itu salah, dia selalu mencapai titik lelahnya. Padahal kata orang, saat kamu melakukan sesuatu yang kamu sukai, kamu enggak akan pernah merasa lelah akan hal itu. Tapi Sheina tidak, dia bilang 'aku suka fisika' hanya berkali-kali dia sering merasa lelah saat mengerjakan apapun yang berhubungan dengan hal itu. Berkali-ka...
Simfoni Rindu Zindy
2324      1398     0     
Inspirational
Zindy, siswi SMA yang ceria dan gigih, terpaksa tumbuh lebih cepat sejak ayahnya pergi dari rumah tanpa kabar. Di tengah kesulitan ekonomi dan luka keluarga yang belum sembuh, Zindy berjualan di sekolah demi membantu ibunya membayar SPP. Bermodal keranjang jinjing dan tekad baja, ia menjadi pusat perhatian terkadang diejek, tapi perlahan disukai. Dukungan sahabatnya, Rara, menjadi pondasi awal...
Diary of Rana
383      321     1     
Fan Fiction
“Broken home isn’t broken kids.” Kalimat itulah yang akhirnya mengubah hidup Nara, seorang remaja SMA yang tumbuh di tengah kehancuran rumah tangga orang tuanya. Tiap malam, ia harus mendengar teriakan dan pecahan benda-benda di dalam rumah yang dulu terasa hangat. Tak ada tempat aman selain sebuah buku diary yang ia jadikan tempat untuk melarikan segala rasa: kecewa, takut, marah. Hidu...
Trying Other People's World
298      245     0     
Romance
Lara punya dendam kesumat sama kakak kelas yang melarangnya gabung OSIS. Ia iri dan ingin merasakan serunya pakai ID card, dapat dispensasi, dan sibuk di luar kelas. Demi membalas semuanya, ia mencoba berbagai hidup milik orang lain—pura-pura ikut ekskul jurnalistik, latihan teater, bahkan sampai gabung jam tambahan olimpiade MIPA. Kebiasan mencoba hidup-hidup orang lain mempertemukannya Ric...