Loading...
Logo TinLit
Read Story - DARI NOL KE SERAGAM
MENU
About Us  

Hari itu langit tampak berbeda. Bukan karena warnanya, tapi karena perasaanku.

Pagi tadi, aku bangun dengan rasa gugup yang aneh. Tidak seperti biasanya. Seolah ada sesuatu yang akan terjadi, dan aku belum siap menghadapinya.

Aku masih menyimpan kertas kecil dari catatan harian kemarin di dalam saku. Tulisan tanganku sendiri, tapi rasanya seperti kutulis dari hati yang tidak aku kenali:

"Kalau dia pergi, aku nggak bisa nyalahin siapa-siapa. Karena aku pun terlalu sibuk sembunyi."

Sepanjang pelajaran hari itu, aku merasa dia… beda. Reyhan tidak banyak bicara, tapi matanya beberapa kali mencari mataku. Dan tiap pandangan kami bertemu, dia cepat-cepat menunduk. Sialnya, aku juga.

Kami seperti dua orang yang ingin bicara tapi terlalu takut mengucapkannya. Padahal perasaan itu sudah menggantung terlalu lama.

Lalu saat istirahat pertama, dia mengajakku keluar kelas.

“Ly, ikut aku bentar, yuk.”

Aku hampir menolak karena masih canggung dengan suasana beberapa hari ini, tapi entah kenapa kaki ini melangkah juga. Kami berjalan ke taman belakang sekolah, tempat yang jarang dilewati siswa lain.

Tempat itu tenang. Banyak daun kering berserakan. Suara angin pelan-pelan memainkan rambutku. Suasana terlalu sunyi untuk percakapan biasa.

Dia berdiri di depanku, tidak menatap langsung. Tangannya dimasukkan ke saku celana, dan aku tahu dia sedang menyusun keberanian.

“Alya…”

“Ya?”

“Aku mau ngomong sesuatu. Tapi jangan potong, ya.”

Aku mengangguk. Jantungku berdetak lebih cepat.

Dia menatapku, akhirnya.

“Aku nggak tahu perasaan ini mulai dari kapan. Tapi sejak kita makin dekat, aku tahu satu hal pasti: kamu bikin hari-hariku lebih hidup.”

Aku tertunduk. Tak berani membalas tatapannya.

“Aku tahu kamu pernah tarik diri. Dan aku tahu kamu lagi ngatur ulang perasaan kamu. Tapi sekarang… aku nggak bisa terus pura-pura.”

 

Dia menarik napas.

“Aku suka kamu, Alya. Dari dulu. Dan aku pengen kita... nggak cuma saling nunggu, tapi jalan bareng.”

Aku diam. Hening menelan suara.

Hatiku rasanya meledak. Kata-katanya seperti sesuatu yang sudah lama aku tunggu, tapi selalu kutolak untuk berharap.

Dia menambahkan, lebih pelan, “Kalau kamu juga ngerasa hal yang sama, mau nggak... kita jadiin ini lebih dari sekadar ‘teman yang saling ngerti’?”

Aku mengangkat kepala, dan menatap matanya. Jelas. Jujur. Dan hangat.

Aku tersenyum pelan. “Aku juga suka kamu, Rey.”

Dia terlihat sedikit terkejut. Lalu tertawa kecil, lega.

Aku melanjutkan, “Aku cuma terlalu takut berharap. Tapi ternyata kamu juga ngerasa hal yang sama…”

Kami sama-sama tersenyum. Tangannya bergerak ragu, seperti ingin menggenggam tanganku, tapi tak jadi. Aku menatapnya, lalu aku sendiri yang lebih dulu menyentuh ujung jemarinya.

Dan saat itu, untuk pertama kalinya, diam kami bukan karena ragu, tapi karena sama-sama lega.

Sejak hari itu, kami tidak berubah secara dramatis. Kami masih Alya dan Reyhan yang sama. Masih saling ejek, saling rebutan permen, saling tukar cerita aneh tentang mimpi semalam.

Tapi ada sesuatu yang lebih tenang.

Kami tidak lagi menebak-nebak.

Kami sudah tahu.

Sore itu, setelah pulang sekolah, dia mengantarku sampai depan toko. Ibu tidak ada di rumah. Aku berdiri di depan pagar, dan dia menatapku dari jarak yang tak terlalu jauh.

“Aku masih nggak percaya kamu nerima aku,” katanya sambil nyengir.

“Kenapa?”

“Soalnya kamu Alya—yang kayaknya bakal nolak cowok yang cuma modal keberanian.”

Aku tertawa. “Berani itu lebih dari cukup, Rey.”

Dia mengangguk, lalu berkata pelan, “Makasih, ya. Udah mau percaya sama aku.”

Aku diam sejenak. Lalu menjawab,

“Aku percaya kamu bukan karena kamu janji. Tapi karena kamu tinggal waktu aku coba pergi.”

Dia menatapku lama. Lalu mengangkat tangan seolah ingin pamit.

Aku pun melambaikan tangan.

Hari itu bukan hari pertama kami dekat. Tapi itu hari pertama kami mengizinkan hati saling menggenggam, tanpa ragu.

 

 

 

 

 

“Ada cinta yang datang lewat janji. Tapi yang paling indah adalah cinta yang datang karena keberanian untuk berhenti menunda.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tembak, Jangan?
273      230     0     
Romance
"Kalau kamu suka sama dia, sudah tembak aja. Aku rela kok asal kamu yang membahagiakan dia." A'an terdiam seribu bahasa. Kalimat yang dia dengar sendiri dari sahabatnya justru terdengar amat menyakitkan baginya. Bagaimana mungkin, dia bisa bahagia di atas leburnya hati orang lain.
Be Yourself
537      363     0     
Short Story
be yourself, and your life is feel better
Lilian,Gelasmu Terisi Setengah
854      566     2     
Short Story
\"Aku bahkan tidak dikenali oleh beberapa guru. Sekolah ini tidak lain adalah tempat mereka bersinar dan aku adalah bagian dari figuran. Sesuatu yang tidak terlihat\"
Coneflower
4412      1763     3     
True Story
Coneflower (echinacea) atau bunga kerucut dikaitkan dengan kesehatan, kekuatan, dan penyembuhan. Oleh karenanya, coneflower bermakna agar lekas sembuh. Kemudian dapat mencerahkan hari seseorang saat sembuh. Saat diberikan sebagai hadiah, coneflower akan berkata, "Aku harap kamu merasa lebih baik." — — — Violin, gadis anti-sosial yang baru saja masuk di lingkungan SMA. Dia ber...
Galang dan Refana
660      431     0     
Short Story
“Untuk apa kita diciptakan di dunia? “ seorang gadis yang sudah cukup lama ku kenal mengajukan sebuah pertanyaan. Ia melemparkan pandangan kosongnya ke sebuah dimensi ruang. Tangannya yang dipenuhi perban memeluk lutut seolah tangah melindungi tubuh dan jiwa rapuhnya
Ilona : My Spotted Skin
773      537     3     
Romance
Kecantikan menjadi satu-satunya hal yang bisa Ilona banggakan. Tapi, wajah cantik dan kulit mulusnya hancur karena psoriasis. Penyakit autoimun itu membuat tubuh dan wajahnya dipenuhi sisik putih yang gatal dan menjijikkan. Dalam waktu singkat, hidup Ilona kacau. Karirnya sebagai artis berantakan. Orang-orang yang dia cintai menjauh. Jumlah pembencinya meningkat tajam. Lalu, apa lagi yang h...
Bersua di Ayat 30 An-Nur
956      472     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang wanita muslimah yang penuh liku-liku tantangan hidup yang tidak tahu kapan berakhir. Beberapa kali keimanannya di uji ketaqwaannya berdiri diantara kedengkian. Angin panas yang memaksa membuka kain cadarnya. Bagaimana jika seorang muslimah seperti Hawna yang sangat menjaga kehormatanya bertemu dengan pria seperti David yang notabenenya nakal, pemabuk, pezina, dan jauh...
Jika Aku Bertahan
13067      2740     58     
Romance
Tidak wajar, itu adalah kata-kata yang cocok untuk menggambarkan pertemuan pertama Aya dengan Farel. Ketika depresi mengambil alih kesadarannya, Farel menyelamatkan Aya sebelum gadis itu lompat ke kali. Tapi besoknya secara ajaib lelaki itu pindah ke sekolahnya. Sialnya salah mengenalinya sebagai Lily, sahabat Aya sendiri. Lily mengambil kesempatan itu, dia berpura-pura menjadi Aya yang perna...
IMAGINE
390      279     1     
Short Story
Aku benci mama. Aku benci tante nyebelin. Bawa aku bersamamu. Kamu yang terakhir kulihat sedang memelukku. Aku ingin ikut.
Interaksi
532      398     1     
Romance
Aku adalah paradoks. Tak kumengerti dengan benar. Tak dapat kujelaskan dengan singkat. Tak dapat kujabarkan perasaan benci dalam diri sendiri. Tak dapat kukatakan bahwa aku sungguh menyukai diri sendiri dengan perasaan jujur didalamnya. Kesepian tak memiliki seorang teman menggerogoti hatiku hingga menciptakan lubang menganga di dada. Sekalipun ada seorang yang bersedia menyebutnya sebagai ...